Dugaan Suap Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan KPK Diminta Awasi Perkara Laporan Palsu

Hukum276 views

Jakarta kabar One.com,- Komisi Pemberantasan Korupsi, Badan Pengawasan Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Komisi Yudisial (KPK, Bawas MA RI, KY) diminta supaya mengawasi dan memantau dugaan terjadinya suap menyuap terhadap majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, yang menyidangkan perkara laporan palsu.

Pasalnya, perkara yang menjerat terdakwa Arwan Koty ditengarai telah terjadi mafia peradilan. Mulai dari penyidikan di Kepolisian sampai penetapan tersangka dan berkas perkara dinyatakan lengkap oleh jaksa penuntut umum (P21) hingga disidangkan Praperadilan yang dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi saksi. Perkara ini merupakan perkara pesanan atau rekayasa satu paket dari penyidikan, penuntutan hingga majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara tersebut untuk mengkriminalisasi terdakwa dan keluarganya.

Adanya indikasi rekayasa dan mafia peradilan dalam perkara laporan palsu tersebut, karena majelis hakim dalam persidangan memperlihatkan keberpihakannya terhadap pelapor yang selalu menganulir pendapat terdakwa dan membatasi haknya penasehat hukum dan terdakwa bertanya kepada saksi saksi. Hal itu disampaikan penasehat hukum terdakwa Arwan Koty, dari Law Office Aristoteles M.J Siahaan dan Partner.

Dimana Arwan Koty dijadikan terdakwa dan dijerat dalam pasal 220 dan 317 KUHP, oleh perusahaan raksasa yakni PT. Indotruck Utama (PT.IU) pelapor Bambang Prijono Susanto Putro Cs. Pengaduan dalam BAP laporan polisi R. Priyonggo selaku Kuasa Pelapor dan Pelapor Bambang Prijono Susanto Putro, dengan dibawah sumpah bahwa laporan polisi Arwan Koty No. LP/B/1047/VIII/2018/Bareskrim, tanggal 28 Agustus 2018 adalah dihentikan dalam tahap *Penyidikan* dengan Surat Ketetapan No: STap 66/V/Tes.1.11/2019/Ditreskrimum, tanggal 17 Mei 2019 demikian juga dengan LP No. LP/B/V/2019/PMH/Ditreskrimum, tanggal 16 Mei 2019 adalah dihentikan dalam tahap Penyidikan dengan Surat Ketetapan No: STap/2447/XII/2019/Ditreskrimum, tanggal 31 Desember 2019, sedangkan keterangan Susilo Hadiwibowo dalam BAP dibawah sumpah bertolak belakang dengan pengaduan Bambang Prijono Susanto Putro dan R. Priyonggo bahwa dua laporannya polisi Arwan Koty adalah dihentikan dalam tahap penyelidikan, bukan Penyidikan sebagaimana pengaduan Bambang Prijono Susanto Putro dan R. Priyonggo dalam BAP dan telah di ambil sumpah. Fakta bukti surat atas dua Surat Ketetapan tersebut adalah dihentikan dalam tahap Penyelidikan .

Berdasarkan pengaduan dalam BAP Bambang Prijono Susanto Putro dan R.Priyonggo dibawah sumpah ini Arwan Koty dijadikan tersangka oleh penyidik Bareskrim dan dijadikan terdakwa oleh Jaksa Sigit dalam surat dakwaannya. Surat dokumen yang di jadikan bukti dari PT.IU itu juga banyak hasil rekayasa/tidak sinkron dengan bukti2 yang pernah di ajukan di BPSK pada tahun 2019 dengan bukti sekarang yang di Bareskrim dan kebanyakan dokumen2nya dari copy tanpa dokumen asli.

Dalam persidangan saksi Soleh Nurtjahyo dan Tommy Tuasihan yang keterangannya mengaku sebagai perwakilan perusahaan jasa pengangkutan dan pelayaran namun tidak dapat menunjukkan dokumen Asli terkait Pelayaran. Surat pernyataan dibuat atas nama Soleh Nurtjahyo selaku perwakilan Forwarder dari PT Tunas Utama Sejahtera (PT.TUS) tapi ditandatangani oleh Agung Prabowo yang merupakan staf gudang dari PT. IU, padahal berdasarkan bukti Surat Penyataan tersebut PT.IU menyerahkan alat excavator milik Arwan Koty kepada Bayu Triwidodo karyawan dari PT.TUS.
Saat ini sedang disidangkan agenda pemeriksaan saksi saksi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan pimpinan majelis hakim Alandri Triyogo didampingi hakim anggota Ahmad Sayuti dan Toto Riyanto, ujar Aristoteles.

Sementara setelah persidangan majelis hakim pun terkesan berpihak pada pelapor alias tidak netral sebagai pengayom bagi seluruh pencari keadilan. Hakim Aladri Triyogo, menegur terdakwa seolah olah mengancam terdakwa, dengan mengatakan “agar tidak usah terlalu ngotot memberikan tanggapan toh kamu juga tidak ditahan karena hukumannya tidak bisa ditahan”, kata hakim.

” Tidak selayaknya ketua majelis hakim mengancam soreng terdakwa karena itu masuk ranah melanggar kode etik seorang hakim. Hakim dalam persidangan tidak boleh memperlihatkan sebagai pembela terhadap pihak tertentu sebab belum tentu terdakwa melanggar hukum”, kata Aristoteles 7/4/2021.

Menyikapi adanya sejumlah kejanggalan yang dilakukan majelis hakim saat persidangan sehingga kami berharap KPK dan Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI, turun tangan memantau gerak gerik permainan mafia hukum yang di tengarai akan terjadi dalam penanganan perkara yang menimpa Arwan Koty. Hingga berita ini diturunkan pihak PT.IU belum memberikan komentar.

Penulis : P. Sianturi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *