Forum Sentra Gakkumndu Di Anggap Cacat Hukum, Kapolres Nias Bantah, Sudah Sesuai Mekanisme

Politik14,296 views

Kabarone.com, Gunungsitoli – Personil sentra gakkumndu dinilai sudah melewati batas kewenangannya dalam mengambil keputusan rapat pada tanggal 07 Februari 2016 , karena yang boleh di hasilkan dalam rapat pembahasan sebuah kasus berdasarkan surat kesepakatan antara Panwaslih, Kepolisian, Kejaksaan.

“Tertuang dalam pasal 8 ayat  (1) yang berbunyi “dalam hal hasil kajian awal pengawas pemilihan atas laporan dan/atau temuan merupakan dugaan tindak dipidana pemilihan,  pelanggaran pidana pemilihan walikota dan wakil walikota Gunungsitoli tahun 2015 , maka dilakukan pembahasan ,  itulah yang dilakukan sentra gakkumndu pada 07 Feb 2016,” ucap Herman jaya harefa, selaku ketua tim pemenangan pasangan calon Martinus lase dan Kemurnian zebua ( MAKMUR ),  kepada Kabarone.com di  Gunungsitoli, rabu (17/02)

Sedangkan bunyi ayat (2) ” pembahasan sebagaimana di maksud pada ayat 1 menghasilkan kesimpulan dapat berupa : (a) Tindak pidana pemilihan, pelanggaran pemilihan walikota dan wakil walikota Gunungsitoli Tahun 2015 yang memenuhi syarat formil dan materil , (b) Bukan tindak pidana pemilihan, bukan pelanggaran pidana pemilihan walikota dan wakil walikota Gunungsitoli tahun 2015, (c) Perbuatan melawan hukum lainnya.

“Yang artinya bahwa kewenangan panwaslih dalam hal ini tidak boleh di intervensi oleh sentra gakkumndu untuk mengkaji atau menentukan apakah laporan tersebut memenuhi atau tidak persyaratan formil atau materil,“ jelasnya .

Lebih lanjut, Herman Jaya Harefa menilai,  notulen rapat pada tanggal 7 februari 2016 cacat hukum dan tidak bisa dijadikan untuk menutup kasus oleh sentra gakkumndu. Makanya setelah divisi pelanggaran mengkaji kembali notulen rapat tersebut, panwas baru mengetahui bahwa kesimpulan rapat sentra gakkumndu salah dan kasus harus dilimpahkan kepada kepolisian dan sikap personil gakkumndu ini patut disebut tidak profesional dan ada indikasi konflik kepentingan atas laporan ini.

Hal yang janggal lainnya dalam notulen rapat, Jaksa menandatangani notulen atas nama Kajari Gunungsitoli sedangkan Kajari dalam perjanjian bersama adalah pembina. “Karena seharusnya ditandatangani atas nama Kasipidum selaku ketua pada penuntutan dan saya sangat menyesali sikap sentra gakkumndu yang tidak profesional menempatkan diri sebagai aparat penegak hukum , dan tentu masalah ini akan berlarut,“ ungkap Herman.

Herman Jaya Harefa mengatakan bahwa hasil rapat gakkumndu pada tanggal 07 februaro 2016 , kepolisian dan jaksa telah melakukan intervensi pada kewenangan panwaslih dengan menghasilkan kesimpulan yang tidak sesuai dengan kesepakatan sebagaimana pada pasal 8 ayat (2) dan meminta Panwas ke Polres Nias untuk di lanjutkan penyidikannya .

“Karena kesimpulan yang diambil melenceng dari aturan yang telah di sepakati, dan juga diatur oleh UU bahwa dalam hal kajian panwas terbukti, maka panwas meneruskan ke pihak kepolisian, tidak ada pasal dan ayat yang mengatakan bahwa sentra gakkumndu memiliki kewenangan dan dapat memberi penilaian atas kajian panwas apakah memenuhi unsur persyaratan formal dan materil. Jadi saya meminta panwaslih Kota Gunungsitoli memgembalikan berkas itu ke Polres Nias untuk di sidik,”  tutupnya .

Terkait dengan laporan Herman Jaya Harefa tersebut saat dikonfirmasi kepada Kapolres Nias, AKBP Bazawato Zebua via seluler, pihaknya mengatakan bahwa secara mekanisme telah diatur dalam UU pilkada dan tetap mengacu pada  UU no 8 Tahun 2015 dan perbuatan pidana harus melalui Panwas.

“Secara mekanisme UU pilkada telah diatur dalam UU No 8 Tahun 2015 tentang UU Pilkada, jadi manakala ada yang di duga merupakan perbuatan pidana itu harus melalui Panwaslih, baru mengundang namanya forum sentral gakkumndu yang terdiri dari Satreskrim dalam hal ini penyidik Kepolisian, Kejasaan, Panwaslih dan merekalah yang membahas itu dengan mengacu kepada perundang-undangan No 08 tahun 2015,” terangnya.

Ia menambahkan, bahwa kalau didalam sentral gakkumndu disepakati sesuai dengan fakta-fakta yang ada, bahwa ada kasus perbuatan pidana, maka untuk  itu  akan diproses secara hukum pidana oleh Polri, dan undang-undang no 8 tahun 2015 itu menjadi payung hukumnya.

“Batas waktunya hanya 7 hari dan ketika keluar dari batas yang sudah ditentukan , dan itu tidak memenuhi syarat formil, jadi saya pikir gak ada pertentangan disitu , jelasnya bahwa itu ada MOU yang telah ditanda tangani terjemahan tindak lanjut dari pada pelaksanaan undang-undang no 8 Tahun 2015 , bahwa Bawaslu , Kejagung , dan Kapolri  telah membuat MOU tentang tata cara penanganan pelanggaran pemilukada,“ ungkap Bazawato .

Anggota Panwaslih Kota Gunungsitoli (Kord. Divisi Penanganan Pelanggaran), Yamobaso Giawa SH, saat dikonfirmasi oleh kabarone.com,  Ketika dimintai pendapatnya tentang terusan laporan yang dikembalikan oleh Kapolres Nias , mengatakan agar menunggu saja petunjuk dari Ketua Panwaslih Kota Gunungsitoli Ofredy Harefa.

“Selebihnya menunggu petunjuk dari Ketua Panwaslih. Karena surat itu dikembalikan Polisi kepada Ketua Panwaslih secara kelembagaan . Jadi bukan melalui Divisi kami lagi. Terkait apa langkah yang dilakukan atas dikembalikan terusan laporan kami, Seyogyanya itu harus dikaji lagi melalui rapat pimpinan Panwaslih . Tapi tergantung dari bapak Ketua Panwaslih apakah mengundang kita atau tidak untuk melaksanakan rapat itu.”. Ucap Yamobaso

Sebelumnya Pada tanggal 08 Februari 2016 , Plt. Ketua Panwaslih Kota Gunungsitoli / Koordinator Divisi Penindakan Pelanggaran , Yamobaso Giawa SH, telah meneruskan laporan Herman Jaya Harefa, terkait dugaan kasus pidana (SL) ke Kapolres Nias. Namun pada tanggal 11 Februari 2016 , Kapolres Nias mengembalikan lagi laporan itu ke Panwaslih .

( fr. Lature  )

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

1 comment