Otoriterisme Pemerintahan Kota Gunungsitoli Berujung Penindasan

Kabarone.com, Gunungsitoli- Terkait insiden pemukulan dan penganiayaan yang di lakukan oleh petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol-PP) saat melakukan penertiban PKL (Pedagang Kaki Lima) di jalan Cipto Mangunkusumo Kota Gunungsitoli (28/10) hari lalu, menelan korban jiwa.

Yustina Harefa (37) warga Desa Sisarahili Sisambualahe yang di ketahui biasanya berjualan buah-buahan di sekitar trotoar turut menjadi korban kebrutalan oleh sejumlah oknum petugas Satpol-PP dan saat ini masih terkapar di Rumah Sakit umum daerah Gunungsitoli untuk mendapatkan perawatan medis akibat penertiban paksa yang di lakukan oleh oknum petugas.

Dari Penelusuran KabarOne hal ini berawal saat Oknum petugas melakukan operasi penertiban kepada PKL di sepanjang jalan Ciptomangunkusumo dengan cara paksa, Yustina Harefa (Korban) memprotes dan tidak mengizinkan barang dagangannya dirampas oleh oknum petugas hingga akhirnya secara spontanitas Petugas Satpol-PP marah dan mengeroyok Korban dengan cara membabi buta. Kaki, wajah dan sekujur tubuh korban mengalami luka serius dan tidak sadarkan diri.

Atas peristiwa pemukulan dan penganiayaan yang di lakukan oleh sejumlah Oknum Petugas Satpol-PP kepada Yustina Harefa, Suami Korban Kristianus Telaumbanua telah melaporkan hal ini kepada Mapolres Nias dengan Nomor : STPLP/322/X/2016/NS (28/10).

Atas kejadian Operasi Penertiban yang di lakukan Oleh Oknum Satuan Polisi Pamong Praja dengan cara paksa hingga terjadi penganiayaan kepada warga ini, Ketua DPRD Kota Gunungsitoli Herman Jaya Harefa, S.Pdk geram dan menganggap pemerintahan Kota Gunungsitoli semakin menjadi-jadi.

“Saya lihat Satpol-PP belum datang, dan kami sudah layangkan surat kepada saudara Walikota Lakhomizaro Zebua, kami sudah mengundang beliau atau meminta beliau menugaskan yang mewakilinya dan memerintahkan Satpol-PP untuk datang ke tempat ini, saya menyesal mereka tidak ada disini, saya tidak sampai hati dan tidak sampai berpikir bisa sejauh ini tindakan dari Satpol-PP ini,” ucap Herman jaya saat melakukan Rapat Dengar Pendapat bersama PKL di ruang Sidang DPRD Kota Gunungsitoli, Senin (1/11).

Disebutkan nya, bahwa tindakan petugas Satpol-PP dalam melakukan operasi penertiban dengan cara kekerasan dan secara paksa adalah perintah Walikota.

” Ini adalah Representif dari perintah Walikota Gunungsitoli dan tidak akan mungkin beraninya petugas Satpol PP menyiksa rakyat jika tidak ada perintah dari Walikota itu sendiri, saya sebagai Ketua DPRD akan kawal sampai tuntas masalah ini, Kami tidak memaksa saudara Walikota untuk hadir, tetapi mereka tidak berani berhadapan di lembaga ini dengan rakyat…Pengecut…!!!, kalau mereka datang hari ini, maka saya akan telanjangi mereka, saya akan buka celana mereka, sudah keterlaluan, ” seru Herman Jaya dengan nada marah.

Harefa, menceritakan bahwa penertiban dengan cara paksa yang berujung kekerasan dan penindasan kepada warga kecil tidak pernah terjadi sebelumnya.

“Ini lah slogan pemerintah Kota saat ini Gunungsitoli rumah kita, seumur-umurnya dalam sejarah pemerintahan kota ini tidak pernah terjadi pemukulan kepada masyarakat, baru di pemerintahan sekarang, sebelumnya tidak pernah ada, masih bisa di lakukan dengan langkah-langkah persuasif, pendekatan, pembicaraan kepada masyarakat,” Tuturnya.

Lebih lanjut di jelaskan nya bahwa Slogan pemerintah kota saat ini sangat tidak pro rakyat. ” Ini Rumah mereka bukan rumah kita, bapak-ibu hanya menyewa di kota gunungsitoli, yang kita lihat cukup mereka yang puas makan, makan di atas pederitaan rakyat, bukan nya mencari solusi bagi warga malah di siksa dan dianiaya. ” Sebutnya kesal.

Dirinya juga melihat bahwa kekuasaan pemerintah kota gunungsitoli saat ini semakin tidak manusiawi. “Kejadian ini adalah bentuk dari pemerintahan otoriter, jika rakyat tidak dihargai, dan kami pun tidak dihargai dan orang yang tidak menghargai sesamanya manusia, maka itu biasanya di sebut Binatang…!!!, ” Tegas Harefa dengan nada tinggi.

Ketua DPRD Kota Gunungsitoli Herman Jaya Harefa menyampaikan bahwa statment dari Satuan Polisi Pamong Praja bahwa DPRD belum melakukan huring public, mengatur tentang Perda keamanan dan ketertiban umum hukumnya adalah kekuatan Perda.

“Dan yang menyusun Perda itu adalah Pemerintah Kota bukan inisiatif DPRD dan sudah seharusnya mereka yang melakukan sosialisasi dan memberikan huring public, karna mereka yang memiliki anggaran disana,” paparnya.

Operasi penertiban yang dilakukan oleh satuan Polisi Pamong praja untuk pedagang kaki lima, Kasatpol-PP Murni Dharma Zebua (30/10) sebelumnya menjelaskan jika operasi penertiban di lakukan berdasarkan Perda (Peraturan Daerah) Kota Gungsitoli Perda No. 04 tahun 2016, seperti tertuang pada pasal 35, 36 dan pasal 13 huruf E.

Dari Pantauan KabarOne di lapangan penegakkan Peraturan daerah di Kota Gunungsitoli saat ini masih terkesan tebang pilih dimana pada pelaksanaannya peraturan daerah lebih di tekankan kepada rakyat kecil, pengusaha-pengusaha besar bebas liar berjualan di atas Trotoar dan menjadikan trotoar yang notabenenya adalah hak guna pejalan kaki, di semen untuk perluasan tempat usaha contohnya Counter Raja HP di Jl. Gomo, Bangunan pengusaha di bantaran sungai kali nou dan beberapa tempat-tempat pengusaha besar lainnya yang di biarkan beroperasi tanpa ada tindakan apa pun dari Pemerintah Kota setempat. (Fr. Lature)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *