Kabarone.com, Jakarta – Badan Narkotika Nasional (BNN) terus melakukan upaya-upaya untuk menangkal maraknya peredaran narkoba di Indonesia yang sudah merasuk kesemua sendi-sendi kehidupan di masyarakat, tanpa kecuali. Bahkan Presiden Jokowi mengatakan bahwa Indonesia tengah berada dalam kondisi “Darurat Narkoba”, sehingga mendorong seluruh elemen bangsa untuk mensukseskan program rehabilitasi 100.000 pengguna narkoba.
Dan untuk mencapai program tersebut, BNN terus melakukan upaya-upaya, salah satunya bekerjasama dengan Pondok Pesantren mengadakan Fokus Group Discussion (FGD) dengan mengambil Tema “Pondok Pesantren Sebagai Pendorong Pemenuhan Hak Rehabilitasi Bagi Penyalahguna Narkoba”, yang diadakan di Pondok Pesantren Putri As-Syafi’iyah, Rabu (16/9).
Acara itu dihadiri oleh beberapa perwakilan Ponpes diantaranya Ponpes As-syafi’iyah, Ponpes Al-Ihya, Al-Ahsan, Ar-Ridwan, Yatama Syafi’iyah. Acara itu menghadirkan Nara Sumber, Ibu Tyaswening, SH, MM dan dipandu moderator Miftakhul Khoir, S.Psi.
Dalam Sambutannya, Perwakilan Pimpinan Ponpes As-syafi’iyah Ibu Akida mengatakan, Pihak pondok pesantren menyambut baik dengan acara FGD yang diadakan BNN.
“Acara seperti ini perlu terus diadakan agar warga pesantren mengetahui bahaya penyalahgunaan narkoba. Sudah banyak korban dari penyalahgunaan narkoba termasuk juga generasi muda kita. Sebagai pendidik kita harus dapat membentengi siswa agar tidak terjerumus dalam jeratan narkoba. Peredaran narkoba sangat dekat dengan lingkungan kita, maka harus ada proteksi pada lingkungan ponpes,” ungkapnya.
Ibu Tyaswening, SH,MM yang menjadi Nara Sumber memberikan materi dan pencerahan untuk para hadirin. “Narkotika sebenarnya memiliki manfaat untuk pengobatan jika digunakan sesuai dengan dosis yang tepat, akan tetapi ada pihak tertentu yang menyalahgunakannya untuk kepentingan – kepentingan melanggar hukum,” paparnya.
Peredaran gelap narkoba merupakan kejahatan internasional yang terorganisasi dan merupakan kejahatan luar biasa. Menurut Pasal 4 huruf a UU No. 35 Th. 2009 tentang narkotika menjelaskan bahwa tersedianya narkotika adalah untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Bahaya penyalahgunaan narkotika antara lain dapat merusak fisik dan mental. Kerusakan dapat terjadi pada sistem sayaraf pusat dan katup jantung. Selain itu narkotika juga merusak mental pencandunya sehingga mereka akan berperilaku obsesif, kompulsif, impulsive, serta dapat merubah secara ekstrim perasaan atau emosi pecandunya. Penyalahgunaan narkotika dilarang dalam ajaran Islam, dalam hadits Rasulullah SAW melarang dari setiap barang yang memabukan dan yang melemahkan akal dan badan (HR. Ahmad dan Abu Dawud).
Penanganan dan pengobatan bagi pecandu narkotika dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain detoksifikasi, rehabilitasi, dan yang tidak kalah penting adalah dukungan masyarakat. Penyalahguna narkotika yang melaporkan diri ke Istitusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) tidak akan dituntut pidana. Penyalahguna yang melapor akan dilakukan asesmen untuk menentukan tindakan selanjutnya. Tim asesmen terdiri dari tim dokter (Dokter dan Psikolog) dan tim hukum (Kemenkumham, Kejaksaan, Polri, dan BNN). Penyalahguna akan diperiksa terkait dengan tingakat kecanduan dan keterlibatannya dalam jaringan peredaran gelap narkotika. Jika terlibat maka akan diproses hukum dan jika murni pecandu maka akan direhabilitasi medis dan sosial. (Dn)