Kabarone.com, Cirebon – Momentum hari anti korupsi sedunia yang diperingati jajaran Kejaksaan Agung Republik Indonesia dinilai hanya kegiatan serimonial saja. Mengingat potensi korupsi khususnya di wilayah Kabupaten Cirebon dikemas dalam berbagai bentuk masih sangat besar.
“Pemerintah nampaknya masih setengah hati untuk menjadikan pemerintahan yang bersih berwibawa & bebas dari kolusi, korupsi & nepotisme (KKN),” kata Masyarakat Lawan Korupsi (Malak) Cirebon, Drs.Sholeh Mahfuz kepada media ini melalui sambungan telpon kemarin.
Dicontohkan Soleh, dilingkungan pendidikan yang meski sudah memberikan dana BOS oleh pemerintah, tapi selalu ada alasan kurang untuk memenuhi kebutuhan pendidikan. “Sehingga dengan bebagai cara pihak sekolah melegalkan pungutan, salah satunya dikemas dalam bentuk sumbangan berdasarkan hasil musyawarah wali murid dengan komite sekolah,” kata Sholeh.
Menurut Soleh, pihak sekolah kerap berdalih itu bukan pungutan tetapi sumbangan pembangunan. Sumber dana pendidikan menengah diperbolehkan berdasarkan ketentuan perundangan yang berlaku seperti Peraturan Pemerintah (PP)No,17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelengaran Pendidikan.
“Juga berlindung pada Kemendikbud RI No.44/2012, Perda Kab.Cirebon No.13/11 & Statemen Kepala Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat, Dr.Asep Hilman, M.Pd tanggal, 20 Agustus 2015 pada acara Bintek BOS disebuah hotel di Bandung,” ungkapnya.
PP No.17/2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelengaran Pendidikan tertuang pada bagian ke 6 Komite Sekolah / Madrasa pasal 196 ayat 7 menyebutkan pendanaan pendidikan melalui komite dapat bersumber dari pemerintah, masyarakat, bantuan pihak asing yang tidak mengikat dan sumber dana lain yang sah.
“Selain itu menggunakan peraturan Kemendikbud RI No.44/2012, pasal 1 ayat 3 menyebutkan sumbangan adalah penerimaan biaya pendidikan baik berupa uang dan/atau barang/jasa yang diberikan oleh peserta didik, orang tua/wali, perseorangan atau lembaga lainnya kepada satuan pendidikan dasar yang bersifat sukarela, tidak memaksa, tidak mengikat dan tidak ditentukan oleh satuan pendidikan dasar baik jumlah maupun jangka waktu pemberiannya,” tegasnya.
Juga didukung Perda Kab.Cirebon No.13 Tahun 2011 Tentang Penyelengaraan Pendidikan. Bab XII Tentang Pendanaan Dana Pendidikan pasal 36 ayat 6 menyatakan apabila kebutuhan sekolah yang tertuang dalam RKAS belum dapat terpenuhi oleh pemerintah, maka satuan pendidikan dapat memperdayakan bantuan dari orang tua siswa dan masyarakat melalui komite sekolah.
“Pasal 36 ayat 7 menyebutkan bagi orang tua siswa yang tidak mampu, dibebaskan dari segala bentuk kewajiban atau pungutan. Sedang statemen Kadisdik Propinsi Jabar bantuan pemerintah, dana partisipasi masyarakat dan CSR,” ungkapnya.
Menurutnya, payung hukum sumbangan di sekolah itu lemah, sebab ada peraturan yang lebih tinggi yaitu Undang-Undang RI No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyebut bahwa Pihak sekolah mendukung kegiatan sekolah yang sifatnya positif. Akan tetapi tidak tertuang pihak sekolah yang sifatnya melegalkan pungutan yang dikemas sumbangan.
“Dalam PP No.66 Tahun 2010 Tentang Perubahan atas PP No.17/2010 Tentang Pengelolaan & Penyelenggaraan Pendidikan juga tidak ada yang menyebutkan yang melegalkan pungutan atau sumbangan,” terangnya.
Jadi apa yang telah dilakukan versi pihak sekolah, lanjutnya, adalah perbuatan melawan hukum pelanggaran tindak pidana khusus. Akan tetapi meski maraknya pungutan di lingkungan pendidikan Kabupaten Cirebon, nyatanya belum ada yang diproses sampai dimeja hijaukan.
“Yang benar sebagai pedoman itu seharusnya peraturan yang lebih tinggi. Jadi dasar-dasar pegangan pihak sekolah hanya PP & Perda itu lemah,” tegasnya.
Selain itu, imbuh Soleh, program pemilihan kuwu (Pilwu) serentak di kubupaten Cirebon yang digadang-gadang gratis (dibiayai pemerintah) , akhirnya muncul pungutan dengan alasan bantuan dana dari pemerintah masih belum memadai untuk menyelenggarakan Pilwu hingga meminta tambahan biaya terhadap calon kuwu.
“Juga setelah Pilwu, calon kuwu terpilih tak berdaya ketika dugaan ada oknum kecamatan melakukan “pemalakan” meminta anggaran pada kuwu terpilih guna biaya pelantikan kuwu yang ditanggapi Bupati Cirebon, Drs.H.Sunjaya Purwadisastra, MM, MSi memberikan ijin pihak kecamatan untuk meminta anggaran pada kuwu terpilih.
“Boleh saja minta pada kuwu terpilih untuk biaya pelantikan asal musyawarah terlebih dahulu,” kata Bupati Cirebon, Drs.H. Sunjaya Purwadisastra, MM, MSi kepada awak media seusai pelantikan pengurus Dewan Pendidikan kemarin di Disdik.
Menurutnya untuk pelantikan kuwu terpilih Pemerintah Daerah Kabupaten Cirebon telah menganggarkan Rp.5 juta per desa. Tetapi anggaran itu dianggap masih kurang, sehingga mengizinkan para camat untuk memusyawarahkan anggaran pelantikan.
“Jadi itu bukan pemalakan atau pungutan akan tetapi sumbangan dasarnya musyawarah biaya pelantikan. Namun sumbangan membebani kuwu terpilih dan besaranya tidak boleh lebih dari Rp.10 juta,” kata Bupati Cirebon.
“Kalau diatas Rp.15 juta itu tidak wajar. Tetapi jika Rp.10 juta masih wajar. Bila dibandingkan zaman dulu, setiap kuwu terpilih dimintai Rp.20 juta,” pungkasnya.
Sementara anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Cirebon, Ahmad Aidin Tamin menyatakan anggaran pelantikan kuwu sudah dianggarkan pemerintah daerah. Ia pun mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan penyelidikan dugaan adanya pungutan yang dilakukan oknum kecamatan. (Mulbae)