PRONA Menjadi Polemik, NGO JALAK Minta Pemda “Turun Gunung”

Kabarone.com, Lamongan – Program Operasi Nasional Agraria (PRONA) dilaksanakan oleh Desa di berbagai daerah / Kabupaten se Indonesia yang tujuan utamanya adalah memproses pensertifikatan tanah secara massal sebagai perwujudan dari pada program Catur Tertib di bidang pertanahan yang pelaksanaannya secara terpadu dan di tujukan bagi segenap lapisan masyarakat terutama golongan ekonomi lemah, serta menyelesaikan secara tuntas terhadap sengketa tanah yang bersifat strategis. Seperti halnya program PRONA yang diterima oleh Kecamatan Bluluk Kabupaten Lamongan Jawa Timur.

Kepala Desa Kuwurejo Sumanto mengungkapkan, dari jumlah kuota yang diterima sebanyak 2.500 bidang dan di laksanakan di 4 Desa, yakni Desa Cangkring sebanyak 675 bidang, Desa Banjar rejo sebanyak 640 bidang, Desa Banjar Gondang sebanyak 400 bidang dan Desa Kuwurejo sebanyak 785 bidang. “Ke empat Desa ini dalam prakteknya biaya dikenakan 600 ribu rupiah per bidang, untuk biaya operasional, materai, patok, jasa lembur, pemberkasan, transport,” ungkap Kades.

Di sela – sela rapat Kepala Desa (Kades) di Kecamatan Bluluk, masih terkait PRONA, beberapa Kades saat itu ada yang bilang Kepala Desa dit Bluluk anti Wartawan, hal ini sangat di sayangkan karena Wartawan adalah bagian pilar negara dalam hal ini juga mitra Pemerintah dan masyarakat,”jelas Rid.

Pada kesempatan, waktu dan tempat terpisah di paparkan oleh Syam Teguh W. Camat Kecamatan Bluluk yang baru, bahwa mengenai program PRONA di Kecamatam Bluluk saat itu kami belum menjabat Camat Bluluk tapi waktu itu masih di jabat oleh Pak Camat Suja’i, dan ketika saya menjabat Camat Bluluk sekarang ini tahapan pemberkasan program PRONA sudah selesai tinggal menunggu sertifikatnya jadi.

Untuk tugas dan pekerjaan Camat lama Pak Camat Suja’i yang saat ini belum selesai dan sesuai amanat Pak Bupati tugas dan pekerjaan tersebut saya di suruh membantu dan tak lepas berkoordinasi dengan Camat lama. Termasuk mengenai program PRONA yang masih nunggu selesainya dari BPN dan kami pun juga sudah berkoordinasi dengan BPN Lamongan.

Saat di tanya masalah biaya program PRONA Kecamatan Bluluk,”Jawab Camat Teguh saya tidak tau karena belum menjabat sebagai Camat di Bluluk.
Dan ia mengatakan saat Bintek (Bimbingan teknis) pun waktu saya pernah mengikuti, tentang masalah biaya pihak BPN sendiri juga tak berani untuk menyebutkan besaran biaya program PRONA.

Dalam mensikapi masalah – masalah yang di timbulkan dari program PRONA saya menyempatkan diri untuk study banding ke teman Camat di Kabupaten Mojokerto, kenapa program PRONA di Mojokerto sukses ? Karena Pemerintah Desa pastinya sudah membentuk Panitia Kelompok Masyarakat (Pokmas) sebagai pelaksana program, pada prakteknya Pemohon sertifikat pada program PRONA memberikan surat kuasa kepada Pokmasnya dan di dalam surat kuasa tersebut tidak disebutkan nominal biaya. Akan tetapi asumsinya pemohon mintak tolong untuk pengurusan sertifikat melalui program PRONA, jadi panitia dihargai sebagai jasa ungkapan terima kasih sampai pekerjaan selesai pengurusannya dan atas dasar suka sama suka,” ungkap Camat Teguh (15/3).

Dalam masalah polemik PRONA di Lamongan, Sekjen NGO JALAK Purwadi dari hasil investigasinya di lapangan disampaikan, tentang program PRONA, yang ada di Kecamatan Pucuk Desa Wanar tahun 2016 sebanyak 1000 bidang yang saat ini proses hukumnya masih ditangani kejaksaan atas dugaan pungutan liar (pungli), yakni biaya program PRONA per bidang sebesar 475 ribu rupiah dan yang kedua program IP4T (Inventarisasi Penguasaan Pemilikan Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah) tahun 2014 sebanyak 5 ribu bidang dan per bidang di kenakan biaya 110 ribu Rupiah, padahal sudah ada anggaran dari pemerintah sebesar 500 juta untuk pelaksanaan Program IP4T.

Kemudian PRONA di Desa Sukolilo Kecamatan Sukodadi program Prona dengan biaya 1 juta Rupiah per bidang. Juga di Kecamatan Kedungpring, yakni Desa Kedungpring, Desa Majenang, Desa Sidomlagean, Desa Tlanak yang masing – masing Desa kena biaya 600 ribu per bidang.
Hal ini menambah daftar panjang polemik yang di timbulkan dalam pelaksanaan program PRONA di Kabupaten Lamongan,”tegas Purwadi.

Di kesempatan yang berbeda Budiman Sujatmiko Anggota Komisi II DPR-RI saat menghadiri undangan Pengukuhan P-APDSI di Ballroom Grand Mahkota Lamongan kemarin dikatakan, tentang masalah – masalah program PRONA dirinya meminta pada kementrian agraria untuk membuat aturan yang lebih jelas sebagai lanfasan hukum mengenai pembiayaan PRONA bisa di pertegas, hukum yang baik adalah hukum yang tegas,” terangnya.

Dari kajian – kajian permasalahan yang terjadi, hal itu menjadi perhatian semua kalangan tentang program PRONA khususnya di Kabupaten Lamongan. Jawa Timur.

Kali ini Ketua umum Dewan Pimpinan Pusat Non Governmen Organisation (NGO) JALAK di Jakarta Amin Santoso selaku putra daerah, angkat bicara lewat telephon selulernya.

Menurut pakar hukum pertanahan dan perumahan ILMAN HADI, SH mengatakan, Proses pengurusan PRONA di pungut biaya atau gratis, dan apa landasan sebagai payung hukumnya ???

Program Operasi Nasional Agraria (PRONA) di atur dalam Kepmendagri No. 189 tahun 1981, tentang proyek operasi nasional agraria, yakni pada intinya bertujuan untuk memproses permohonan sertifikat secara masal di utamakan bagi golongan ekonomi lemah dan bisa menyelesaikan secara tuntas tanah – tanah yang sengketa yang bersifat strategis. PRONA di bentuk dalam lingkungan Direktorat Jenderal Agraria Departemen Dalam Negeri.

Mengenai biaya program PRONA telah di atur dalam Keputusan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 4 tahun 1995, tentang perubahan besarnya biaya dalam rangka pemberian sertifikat hak tanah yang berasal dari pemberian Hak Atas Tanah Negara, Penegasan Hak Tanah Adat dan Konversi Bekas Hak Tanah Adat, yang menjadi obyek Proyek Operasi Nasional Agraria (Keputusan Menteri Negara Agraria 4/1995).

Pasal 1 ayat(1) Kepmeneg Agraria 4/1995 menyatakan: pemberian hak – hak atas tanah negara kepada masyarakat, penegasan / pengakuan atas tanah – tanah hak adat dan tanah – tanah lainnya yang di tentuhkan sebagai lokasi PRONA dalam rangka pensertifikatan secara masal, di bebaskan dari kewajiban membayar uang pemasukan kepada negara seperti yang telah di tentukan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 1975, dan kepada penerima hak – haknya dikenakan kewajiban membayar biaya administrasi.

Perincian biaya administrasi PRONA.

a. Pemberian hak atas tanah negara:
a.1. Di daerah pedesaan.
Untuk luas tanah sampai dengan 2 Ha sebesar Rp 3.000,-
a.2 Di daerah perkotaan.
Untuk jenis penggunaan pertanian yang luasnya kurang dari 2000 M2 sebesar Rp 5.000,-
Untuk jenis penggunaan bukan pertanian yang luasnya sampai 2000 M2 sebesar Rp 10.000,-
b. Asal tanah milik adat;
b.1. Di daerah pedesaan.
Untuk luas tanah sampai 2 Ha sebesar Rp 1.000,-
b.2. Di daerah perkotaan.
Untuk luas tanah sampai 2000 M2 sebesar Rp 1.000,-
Biaya administrasi, setiap penerima hak atas tanah Negara di kenakan pula uang sumbangan untuk penyelenggaraan Landreform sebesar 50% dari biaya administrasi.
Setiap pemohon dikenakan biaya Panitia (Pokmas/Pokja) sebesar Rp 1.250,- untuk tiap bidang apabila lokasi tanah dalam proyek terdiri dari 10 bidang.
Dan sebesar Rp 2.500,- apabila lokasi tanah dalam proyek terdiri dari 5 sampai 9 bidang.

Untuk biaya pendaftaran hak dikenakan biaya sebesar:
a. Untuk konversi hak adat.
a.1. Untuk daerah perkotaan Rp 10.000,-
a.2. Untuk daerah pedesaan Rp 1.000,-
b. Untuk penegasan hak.
b.1. Untuk daerah perkotaan Rp 10.000,-
b.2. Untuk daerah pedesaan Rp 1.000,-
c. Untuk tanah negara.
c.1. Untuk daerah pekotaan Rp 10.000,-
c.2. Untuk daerah pedesaan Rp 1.000,-
Untuk formulir sertifikat dikenakan biaya sebesar Rp 2.000,-
Jadi, pengurusan sertifikat tanah program PRONA memang ada biaya yaitu biaya administrasi yang perinciannya yang sudah kami jelaskan,”jelas ILMAN.

Pihak BPN, Priyo sempat mengatakan secara singkat, ada delapan tahapan PRONA yang sudah di tentuhkan yang di biayai negara.
Berdasarkan ketentuan yang tertulis dalam aturan Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional menjelaskan sembilan tahapan PRONA yang di alokasikan dari Dana DIPA – BPN RI adalah penyuluhan, pengumpulan data (alat bukti / alas hak), pengukuran bidang tanah, pemeriksaan tanah, penerbitan SK hak / penegasan data fisik dan yuridis, penerbitan sertifikat supervisi dan pelaporan,” jelasnya.

Dari masalah – masalah yang di timbulkan dari program PRONA ini harus di sikapi bersama, yakni Pemerintah Daerah apakah tak bisa turun tangan untuk segera berkoordinasi sekaligus menggandeng baik Badan /institusi Kejaksaan, Pengadilan Negeri, Polres, Kodim, BPN Kabupaten, Forkompimda, LSM atau NGO (yang sudah ber AHU dan terdaftar di Bakesbangpol), rekan – rekan Pers dari harian, mingguan, On Line, cetak dan elektronik…….???
Untuk menentukan Nota kesepahaman kerjasama yang di tuangkan dalam sebuah penanda tanganan MoU dan menegaskan tentang payung hukum sebagai landasan hukum program PRONA. Seperti halnya baru – baru ini Bupati Lamongan Fadeli juga melakukan Penanda tanganan Nota Kesepahaman Kerjasama Pemeliharaan Keamanan dan Ketertiban masyarakat melalui “Sistem Operasional Terpadu On Line (SOTO) Lamongan.

Hal ini perlu di lakukan biar Pemerintah Desa dalam hal ini Panitia Kelompok Masyarakat (Pokmas) selaku pelaksana kegiatan PRONA tidak menjadikan Bumerang baginya.
Alhasil karena program PRONA ini sebenarnya program yang di tunggu – tunggu oleh masyarakat walaupun ada biaya utk administrasi dan uang sumbangan untuk proses penyelenggaran pemberkasan yang rata – rata sudah terlaksana sebesar antara 500 ribu Rupiah sampai 1 juta Rupiah per bidang, biaya di tambah sumbangan sebagai jasa ini sangatlah murah karena bisa di kroscek ke PPAT / Notaris pada biaya pengajuan sertifikat rutin (pengajuan sendiri) biayanya antara 10 a/d 15 juta Rupiah per bidang.

Dalam hal ini Pemerintah Daerah harus bisa memotori gerakan ini, jangan hanya diam dan melihat saja apa yang sudah terjadi dan pernah terjadi, yakni banyak pejabat yang masuk bui (dipenjara) atau kena masalah karena program PRONA, seperti halnya di Kecamatan Mantup, Kecamatan Karanggeneng, Laren dan Kecamatan Pucuk. Begitu juga Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Lamongan jangan berlagak Begok (masa bodoh) yang seakan akan lepas tangan (saat dihadirkan dalam persidangan pun hanya sebatas dimintai keterangan sebagai saksi), ketika masalah – masalah kasus program PRONA di laporkan.

Harapanya, BPN paling tidak bisa mempertegas payung hukum sebagai landasan program PRONA. Yang jelas dari hasil riset Tim NGO JALAK di lapangan, tentang Program PRONA masih benar – benar di tunggu oleh masyarakat pedesaan khususnya katagori ekonomi lemah,”pungkas Amin (red).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *