Kabarone.com, Jakarta – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara pimpinan Fahzal Hendry SH MH diminta menolak eksepsi atau nota keberatan tergugat PT Reliance Sekuritas Indonesia (RSI), Tbk. maupun turut tergugat I, II dan III. Pasalnya, seluruh dalil jawaban tergugat dinilai tidak berlandaskan hukum. Karenanya, gugatan penggugat diminta dikabulkan seluruhnya.
Hal itu dikemukakan penasihat hukum penggugat Djong Effendi, Hartono Tanuwidjaja SH MSi MH, Syamsudin H Abas SH, Judsa K Sembiring SH dan Harun Julianto C Sitohang SH MH di Jakarta, Jumat (6/4/2018).
Dengan dikabulkannya gugatan Djong Effendi, menurut Hartono, maka portopolio saham turut tergugat III/PT Colorpak Indonesia Tbk sebanyak 12.309.500 lembar (saham) tanggal 22 April 2013 di rekening efek SLD 006 dan saldo tunai tanggal 31 Desember 2012 senilai Rp15.672.556.428 sah menjadi milik penggugat.
Hartono, yang merupakan salah satu Advokat senior itu juga menyebutkan perbuatan tergugat melakukan penjualan paksa pada tanggal 9 Januari 2013 sampai dengan 9 April 2013 merupakan perbuatan melawan hukum (PMH).
“Tidak itu saja, tindakan tergugat menagih hutang ke penggugat sebesar Rp 15.081.316.454 adalah juga perbuatan melawan hukum. Sebab, tidak sesuai dengan fakta pencatatan transaksi efek yang sebenarnya,” ungkapnya.
Majelis hakim juga diminta membatalkan atau memutuskan tidak berkekuatan hukum keberadaan akta kesepakatan tanggal 31 Oktober 2013. Dengan demikian, tergugat berkewajiban mengembalikan hasil setoran tunai atas penjualan aset properti sebesar Rp8,9 miliar.
“Kami meminta majelis hakim menghukum tergugat untuk mengembalikan saldo tunai tanggal 31 Desember 2012 sebesar Rp 15,6 miliar l;ebih karena itu milik penggugat yang dalam hal ini klien kami,” ujar Hartono.
Selain pengembalian kerugian materil itu, penggugat juga meminta majelis hakim agar menghukum tergugat membayar kerugian immateril sebesar Rp100 miliar. “Yang tak kalah penting, kami berharap majelis hakim membuat putusan serta merta kendati tergugat mengajukan verzet (perlawanan), banding atau kasasi. Kami menilai putusan seperti itu cukup memenuhi rasa keadilan penggugat,” tutur Hartono.
Menyinggung eksepsi kompetensi absolut tergugat yang menyebutkan perkara tersebut harus diselesaikan melalui Arbitrase Bapmi, menurut Hartono, fakta membuktikan tidak ada suatu aturan yang mengharuskan PN Jakarta Utara tidak memiliki kewenangan memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara tersebut. Jika pun ada pilihan dan kesepakatan pihak-pihak yang bersengketa, hal itu bukan mutlak. Karena itu, eksepsi kompetensi absolut dari tergugat harus ditolak.
“Banyak lagi dalil lain yang menguatkan kewenangan PN Jakarta Utara menangani perkara tersebut. Termasuk Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No 1851K/PDT/1984 yang berbunyi: bahwa pada prinsipnya sungguh pun ada klausula Arbitrase dalam perjanjian para pihak, dan sungguh pun ada bantahan dari salah satu pihak harus diajukan ke pengadilan negeri, maka pengadilan negeri (Jakarta Utara) berwenang untuk memeriksa dan mengadili pokok perkara yang diajukan kepadanya,” jelasnya.
Ketika berusaha dikonfirmasikan replik penggugat ini, pihak tergugat tidak bersedia menanggapinya. Begitu pula pihak turut tergugat.(sena)