Hadiri ASEAN Meeting of Attorneys General 2018, Prasetyo Minta Untuk Mewujudkan Kawasan ASEAN Yang Kondusif dan Aman Dari Berbagai Kejahatan Serius Lintas Negara

Nasional406 views

Kabarone.com, Jakarta – Jaksa Agung Prasetyo mengatakan seluruh peserta yang hadir untuk membuat komitmen tentang “mutlak perlunya dibangun kerjasama hukum yang lebih kuat untuk mewujudkan kawasan ASEAN yang kondusif dan aman dari berbagai kejahatan serius lintas negara, sehingga tidak ada peluang dan tempat bagi para penjahat untuk melakukan kejahatannya”.

Prasetyo Menghadiri ASEAN Meeting of Attorneys General 2018 yang berlangsung di Singapura, Selasa – Kamis (24-26 Juli 2018).

Prasetyo mengajak para Jaksa Agung se ASEAN untuk meningkatkan kerjasama formal seperti ekstradisi dan Mutual Legal Assistance maupun non formal Prosecutor to Prosecutor.

Tema pertemuan antar Jaksa Agung negara Asean tersebut adalah “Penguatan Kerjasama Penegakan Hukum dalam Pemberantasan Kejahatan Lintas Negara.”

Dalam pertemuan antar Jaksa Agung negara – negara Asean tersebut, Jaksa Agung RI didampingi Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) Dr. Noor Rochmad, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati)Jawa Barat Raja Nafrizal, SH, MH, Kepala Biro Hukum dan Hubungan Luar Negeri Darmawel, SH, MH, dan Asisten Khusus Jaksa Agung Dr. Asep N. Mulyana.

Prasetyo mencermati fenomena kejahatan narkoba utamanya melalui jalur-jalur perbatasan di antara negara ASEAN. Para pengedarnya juga melakukan transaksi melalui dunia maya, sehingga layak untuk menetapkan kondisi darurat narkoba mengingat berbahayanya penyalahgunaan narkoba bagi kelangsungan generasi penerus bangsa dan mengancam kelansungan berbangsa dan bernegara.

Prasetyo juga mengemukakan pentingnya untuk melakukan penindakan secara represif dan penegakan hukum preventif, yang diharapkan dapat menekan terjadinya tindak pidana korupsi. Ia mengingatkan kepada para Jaksa Agung dan penegakan hukum di ASEAN, untuk mengantisipasi fenomena kejahatan lintas negara yang dilakukan para pelakunya secara terorganisir, terstruktur, terencana, dan sistematis, sehingga tidak mudah diungkap dan dijangkau hanya oleh hukum satu negara saja.

Oleh karenanya, ujar Prasetyo, perlu mengatasi dan mengantisipasinya secara komprehesif melalui pendekatan follow the suspect, follow the money and follow the asset. Progam Tabur 31.1 (tangkap buronan) oleh kejaksaan di seluruh Indonesia, merupakan seruan dan pesan bahwa tidak ada tempat yang aman bagi para pelaku kejahatam (no safen haven for criminals).

Prasetyo menuturkan, era revolusi industri generasi keempat yang ditandai dengan Internet of Think, ibarat pisau bermata ganda, karena selain kehadirannya yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, namun acapkali dimanfaatkan untuk melakukan berbagai kejahatan lintas negara.

Seperti terorisme yang telah bermetamorfosa menjadi cyber-teroism, yang dilakukan dalam dunia virtual guna menyebarkan ancaman kekerasan, penyesatan melalui gambar, foto dan video yang pada gilirannya dapat menimbulkan kegaduhan dan ketidakpercayaan terhadap institusi pemerintah.

Menyikapi trend terkini kejahatan teror dan perkembangan paham radikal, pemerintah telah melakukan amandemen terhadap UU Pemberantasan Tetorisme, yang memuat pendekatan baru dan lebih proaktif dalam pencegahan, penanganan dan pemberantasan kejahatan terorisme. Selain itu, telah dilakukan pendataan, inventarisasi serta pemblokiran situs radikal yang mengajarkan radikalisme, ujaran kebencian dan agitasi terorisme.

Secara institusional, sambung Prasetyo, kejaksaan secara serius dan bersungguh-sungguh mengoptimalkan pencegahan dan pemberantasan terorisme, melalui pembentukan Direktorat Tindak Pidana Terorisme dan Tindak Pidana Lintas Negara, serta mengajukan tuntutan maksimal terhadap para pelaku kejahatan terorisme.(sena)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *