Bojonegoro,kabarone.com
Nasib petani di bojonegoro akhir akhir ini kembali menjerit lantaran selain pupuk berjenis SP langka juga harga melambung selangit, kondisi ini di rasakan petani di kawasan Kecamtan kedungadem utamnya di Desa babad.
Kelangkaan pupuk sering terjadi disetiap tahun apalagi berjenis SP 36 hal ini di rasakan petani sejak memasuki musim tanam, sedangkan saat ini mereka lagi membutukan pupuk pasalnya tanaman mereka sudah waktunya memupuk.
Sedangkan mengenai harga pupuk mahal di wilaya Desa Babad Kecamtan Kedungadem ini sudah dirasakan oleh petani sejak lama. Bahkan sudah bertahun tahun. Kondisi seperti ini harga pupuk mahal terjadi setiap tahun.
Petani merasakan harga pupuk di Desa setempat tidak sesuai harga ( HET ) Harga eceran Tertinggi. Bahkan harga pupuk di Desa tersebut sangat berbeda dengan desa desa lain di sekitarnya.
Hasil penelusuran redaksi kepada petani setempat yang enggan di sebutkan namnya asal Desa tersebut mengatakan harga pupuk di sini sangat menyekik petani setempat, “masak petani setiap tahun harus menagis karena harga pupuk”. Ujar petani stempat.
Selain itu petani setempat juga menyesalkan karena mereka harus di paksa untuk membeli pupuk secara paket, seperti kalau petani membeli pupuk urea harus dengan paket dengan organik. Sementara harag pupuk hampir dua kali lipat.
Semetara itu menurut penjelasan petani harga pupuk di desa tersebut sangat jahu dengan ( HET ) menurut petani setempat menjelaskan harga pupuk di desa tersebut sangat mahal seperti pupuk orea di jual Rp. 125 ribu sampai 140 ribu, dan jenis SP 36 di jual hingga Rp 175 ribu dan pupuk jenis Ponska seharga Rp. 150 ribu sementara organik sehraga Rp 25 ribu.
Padahal harga yang di tetapka tebus kios adalah Orea Rp 86.600, Ponska Rp. 111.050, SP 98.600, organik Rp. 18.700
Dan harga HET kios semestinya adalah Orea Rp 90.000, Ponska Rp. 115.000, SP 100.00, organik Rp. 20.000.Tetapi nyatanya harga pupuk di desa tersebut sangat menyekik masyarakat
Petani berharap pemerinta segerah turun tangan untuk mengatasi masala tersebut, karena di anggap sangat merugikan petani, kalau harga seperti ini masih berlanjut maka di prediksi setiap musim panen petani tidak bisa menikmati hasil panenya.
Sementara itu sampai berita ini di kirim redaksi mencobak menghubungi lewat telpon PPL setempat tidak kunjung ada jawaban.(red)