KESALAHAN BERPIKIR DENNY SIREGAR OLEH : Qomaruddin, Kabiro Departemen V DPP PD. Dan DPN BMI

Politik625 views

 

Kabarone.com – Carut marutnya penangganan pandemi oleh pemerintahan pak Jokowi membuat banyak masyarakat kecewa. pemerintahan yang duluh di elu-elukan sebagai pemerintah yg kredibel, kapabel dan profesional. Seolah hal tersubut hanya menjadi utopis belaka. Kini sanjungan itu berubah menjadi gumaman bahkan kritikan keras yang dialamatkan pada pemerintahan jokowi.

Memberikan kritik pada pemerintahan merupakan hak dasar masyarakt untuk berpendapat (speech of freedom) hal itu dilakukan dalam rangka mengkontrol atau mengawasi pemerintah agar kebijakan pemerintah berjalan sesuai regulasi yang berlaku. Namun kritikan-kritakan tersebut tidak berlaku buat buzzer Denny Siregar, bagi dia kritikan adalah malapetaka yang harus dilawan. Kebebasan berpendapat bagi Denny siregar hanya berlaku untuk membully para pengeritik pemerintahan Jokowi, siapapun itu orangnya…! Bahkan seorang anak dibawah umurpun dibully hanya gara-gara menjalakan tugas sekolah dengan menulis tema lockdown. Disinilah kerancuan berpikir denny siregar mulai kelihatan, disaat dia menginginkan kebebasan berpendapat tapi disaat yang sama pula dia tidak menghendaki kebebasan tersebut (Ambivalen). Kerancuan denny siregar selanjutnya juga nampak kelihatan, ketika dia terlalu terburu-buru mendahulukan kesimpulan dari pada analisis, dia tidak memahami mana kritik dan mana politik. sehingga dari itu wajar publik menilai cuitanya sebagai cyber bullying.

Cara pikir ambivalen denny siregar selain tidak konsisten juga minus logika atau sesat pikir/fallacy. Mestinya kalau akal sehatnya masih aktif dia harus berpikir secara proporsional, bahwa daya kritis itu lebih tepat di delivery utk mengkritisi kebijakan pemerintah daripada membabi buta melakukan cyber bullying kepada siapapun pengkritik pemerintah, termasuk anak dibawah umur. Sikap cyber bullying tersebut mengafirmasi bahwa standar moral yang dimiliki denny siregar sangat minim, (sudah fallacy minim etika lagi). ataukah bisa diasumsikan bahwa denny siregar adalah buzzer istana.?

Publik secara tidak langsung tercoreng dengan ulah dan cara cara berpikir seperti buzzer denny siregar yang selalu membangun narasi-narasi negatif dengan penuh sentimen kepada pengkritik pemerintah. Narasi yang devisit logika tapi surplus sentimen, buzzer tersebut selalu mengunakan fallacy of circular reasoning atau kesalahan logika dengan pemikiran yang berputar-putar, hal tersebut dilakukan untuk mempertahankan pendapatnya agar terkesan benar, walaupun tidak logik. Cara logika fallacy buzzer seperti itu adalah bentuk dari distorsi pemikiran. Sebuah sesat pikir yang tidak in line antara premis dan konklusi, alias ruwet. Kebiasan orang yang berpikir fallacy adalah selalu mengajak debat kusir tapi minus subtansi.

lebih ironisnya lagi fenomena seperti itu sangat mentradisi di media sosial. Demi menjaga popularitas dan legitimasi siapapun yang melakukan kritik pada pemerintah autometicly para kapala buzzer istana dan pasukanya akan melakukan penyerangan secara membabi buta pada pengkritiknya, walaupun posisi pengkirit benar adanya. Bulliying adalah kegiatan yang minus logika dan subtansi, yang ada dalam dirinya hanyalah sentimen bukan argumen. Dan bila kita nilai dari sekian banyak jumlah pasukan cyber bullying yang paling dominan adalah akun anonim, maaka wajar narasinya seragam dan kompak untuk melakukan pembullyan. Maka untuk itu di era industri 4.0 ini kita harus memiliki kerangka berpikir yang benar, agar kita tetap kritis dan tidak terjebak dengan banyaknya kesalahan pikir yang mentradisi. Demikian trimakasih.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *