SEMARANG,kabarone.com – Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah Jawa Tengah menyelenggarakan Webinar Nasional dengan tema Tips bagi dokter ketika berhadapan dengan persoalan etik, disiplin dan hukum dalam menjalankan profesinya, Minggu (28/6/2020).
Webinar ini diadakan untuk menegaskan bahwa profesi dokter tak lepas dari potensi pelanggaran risiko etik, disiplin, dan hukum ketika menjalankan profesinya.
Risiko ini rawan muncul ketika dokter dalam menjalankan profesinya tidak mengingat dan menjiwai sumpah dokter, kode etiknya, termasuk dalam melakukan tindakan terhadap pasiennya tidak menggunakan Standar Operasional Prosedur (SOP) dengan benar.
Ketua panitia webinar nasional, dr.Hansen, S.H sekaligus advokat dan juga ketua formatur Perhimpunan Dokter Ahli Hukum Kedokteran dan Kesehatan Indonesia Cabang Jawa Tengah (PERDAHUKKI Cab. JATENG) mengatakan, webinar ini di selenggarakan dalam rangka memperingati Hari Kesadaran Hukum Kedokteran Indonesia.
‘Melalui Putusan Mahkamah Agung No. 600/K/Pid/1983 tertanggal 27 Juni 1984 merupakan tonggak sejarah karena sejawat kami dr. Setyaningrum, seorang dokter Puskesmas di Kecamatan Wedarijaksa Pati, Jawa Tengah dibebaskan dari tuduhan pidana ketika menjalankan profesinya. Inilah momemtum sejarah Hari Kesadaran hukum kedokteran Indonesia,” jelasnya
Namun,tentu saja tidak serta merta setiap kesalahan dokter dapat diterapkan dengan hukum pidana, Barangkali hanya pelanggaran etik ataupun disiplin. Seringkali dokter dipaksa harus berhadap-hadapan dengan ini dalam menjalankan profesinya.
Sederetan narasumber lain sebagai pengisi materi yaitu guru besar hukum pidana Undip Prof. Dr. Pujiyono, SH., M.Hum, Praktisi hukum Dr. Yovita Arie Mangesti, SH, MH, CLA, perwakilan IDI Wilayah Jawa Tengah dr. Gregorius Yoga Panji Asmara, SH, MH, CLA, dr. Djoko Widyarto JS, DHM. MHKes Ketua Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI Wilayah Jawa Tengah dan dr. Johan Akbari, Sp.S, SH, MARS selaku Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI).
Kegiatan webinar dipandu oleh Gunawan Permadi,pimpinan redaksi Suara Merdeka dengan Keynote Speaker Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol. Drs. Ahmad Luthfi, S.H.,S.ST.,M.K.
Pada kesempatan itu, Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol. Drs. Ahmad Luthfi, S.H., S.ST., M.K, menegaskan, polisi atau penyidik dalam hal kasus-kasus yang berhubungan dengan profesi dokter dalam menjalankan prosfesinya tidak langsung menerapkan hukum pidana.
“Namun demikian harus melalui tahap Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) dan Majelis Kode Etik Kedokteran Indonesia (MKEK). Karena barangkali dalam tahap ini hanya sebatas pelanggaran etik atau disiplin dan belum tentu ditemukan unsur pidananya,” terangnya.
Sedangkan narasumber lain dari Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) dr.Djoko Widyarto JS, DHM, MHKes menjelaskan, pelanggaran disiplin itu bagian kecil lingkaran dari pelanggaran etik.
Menurutnya, jika memang ada pelanggaran hukum pidana sudah barang tentu menjadi kewenangan kepolisian. Maka jika melihat pasal 184 KUHAP, berkas pemeriksaan disiplin dan etik dapat menjadi salah satu alat bukti, yaitu alat bukti surat yang dapat juga digunakan oleh pihak kepolisian, jelasnya.
Sementara, Dr. Yovita Arie Mangesti, SH.,MH, CLA menilai sarana etik dan disiplin belum dianggap sempurna bagi dokter untuk menjalankan prinsip kehatihatian serta menimbulkan efek jera. ‘Maka dari itu diperlukan mekainisme hukumnya. Meski hukum tidak sempurna,setidaknya hukum merupakan sarana perlindungan demi kepentingan dokter dan masyarakat secara luas, ujarnya.
Sebagai narasumber pamungkas dalam webinar ini, dr. Gregorius Yoga Panji Asmara, SH, MH, CLA, menjelaskan bagaimana urgensi organisasi dalam meningkatkan kesadaran hukum, kepatuhan hukum, dan upaya perlindungan hukum bagi dokter sebagai anggota dari organisasi profesi.
Dia menegaskan, kehadiran wacana keseminatan dokter ahli hukum – PERDAHUKKI menjadi sangat penting dalam upaya memberikan perlindungan hukum dalam aspek preventif maupun represif, demi tercapainya tujuan profesi dokter, memberikan pelayanan praktik kedokteran yang mengutamakan perlindungan terhadap pasien.(Amr,Kar)