Jakarta,Kabarone.com – Non Government Organisation Jaring Pelaksana Antisipasi Keamanan (NG0 Jalak) berpendapat bahwa si pria akan mengadakan perkawinan dengan wanita lain tanpa memberitahu istrinya (yang pertama) sehingga tidak ada kejelasan mengenai bagaimana status perkawinannya yang terdahulu.
Pada dasarnya, perkawinan yang dilaksanakan sesuai dengan tata cara dan hukum masing-masing agamanya adalah sah.
Demikian ditegaskan dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”).
Ini berarti walaupun pernikahan pria dan wanita tersebut hanya dengan pemberkatan di gereja, pernikahan tersebut tetap sah. Akan tetapi, perlu diperhatikan juga bahwa dalam Pasal 2 ayat (2) UU Perkawinan ditegaskan bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Walaupun pernikahan pria dan wanita tersebut tidak memiliki status hukum di hadapan Negara, akan tetapi pada dasarnya sifat dari tuntutan pidana adalah mencari kebenaran materiil.
Oleh karena itu, si pria dapat dijerat dengan hukum pidana, selama si wanita dapat membuktikan bahwa perkawinan sebelumnya memang ada.
Apabila terdapat bukti-bukti yang cukup untuk membuktikan adanya perkawinan tersebut (misalnya kesaksian dari pendeta yang menikahkan, surat nikah dari gereja, dan lain-lain), maka si pria dapat dijerat atas kejahatan terhadap asal usul dan perkawinan sebagaimana diatur dalam Pasal 279 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) :
Pasal 279 KUHP
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun:
1.barang siapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan atau perkawinan-perkawinannya yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu.
2.barang siapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan atau perkawinan-perkawinan pihak lain menjadi penghalang untuk itu.
(2) Jika yang melakukan perbuatan berdasarkan ayat 1 butir 1 menyembunyikan kepada pihak lain bahwa perkawinan yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(3) Pencabutan hak berdasarkan pasal No. 1 – 5 dapat dinyatakan.
Mengenai pasal ini, R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, menjelaskan bahwa suatu syarat supaya orang dapat dihukum menurut pasal ini ialah orang itu harus mengetahui, bahwa ia dulu pernah kawin dan perkawinan ini masih belum dilepaskan (belum ada perceraian)
Oleh karena itu, si pria dapat dikenakan pidana berdasarkan Pasal 279 KUHP selama bisa dibuktikan bahwa memang sebelumnya telah ada perkawinan.
Dasar Hukum:
KOTABARU,kabarOne.com- Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Kotabaru masa persidangan III Rapat ke-9 tahun sidang 2023/2024 digelar…
Lamongan,Kabar One.com-Ketua DPRD Kabupaten Lamongan, H. Abdul Ghofur beserta jajaran Anggota Legislatif lainnya mengapresiasi langkah…
Lamongan,Kabar One.com-Dalam rangka intensifkan pemberantasan rokok ilegal, sebanyak 5.780 batang rokok ilegal di Kabupaten Lamongan…
KOTABARU,kabarOne.com- Pencanangan Gerakan Nasional Sadar Tertib Arsip (GNSTA) dan pemusnahan arsip inaktif pada lembaga kearsipan…
KOTABARU,kabarOne.com- Malam Ramah Ramah Pisah Sambut Kapolres Kotabaru dari AKBP Dr. Tri Suhartanto kepada AKBP…
KOTABARU,kabarOne.com- Setelah dilaksanakannya serah terima jabatan Kapolres AKBP Doli M Tanjung, S.I.K yang baru saja…