Kabar one.com,Lamongan -atahari bersinar, membingkai panorama alam yang indah – cicit burung-burung riang berkicau di ranting pepohonan dan gemerisik angin membelai dedauan, hamparan hijau sejauh mata memandang – mengiringi nyanyian pagi yang sejuk ditingkahi keceriaan anak-anak. Sebagian besar kaum ibu terlihat sibuk beraktifitas di dapur, sementara bapak masih menikmati sarapan pagi bersama segelas kopi, sebelum beranjak memulai aktifitasnya menuju ladang dan huma tempat sebagian besar warga desa berikhtiar memenuhi kebutuhan hidup mereka. Sementara kepulan asap putih membumbung menghiasi atap dapur rumah-rumah yang berjejer di desa itu. Serupa kain sutera selimuti hangatnya pagi memastikan udara jauh dari polusi.
Inilah cerita saya, seorang warga desa yang tinggal jauh dari keramaian kota. Saat ini saya kuliah semester V Program Studi Pendidikan Agama Islam STAI Muhammadiyah Paciran Lamongan. Jarak antara kampus dan kampung halaman saya tempuh dengan mengendarai motor sekitar 15 menit.
Di luar kampus, saya lebih tertarik bergabung bersama para pegiat literasi di Rumah Baca Api Literasi. Berbagai macam prestasi yang diraih oleh para pegiat di RBAL tersebut melalui kiprahnya dalam mengembangkan minat baca masyarakat, menginspirasi saya untuk terlibat secara penuh dalam kegiatan “Gerakan Indonesia Membaca”. Dan kelak saya akan bercerita bagaiamana teman-teman di desa – dengan dukungan penuh dalam pengembangan minat baca melalui Rumah Baca Api Literasi.
Desa Solokuro memiliki Rumah Baca Api Literasi sebagai pusat kegiatan membaca, berdiskusi dan kegiatan lainnya. Untuk pertama kalinya sekitar bulan maret tahun 2018 di tengah gencarnya gerakan literasi yang diusung oleh para pegiat literasi semakin menggejala hingga ke desa-desa di kabupaten Lamongan, saya dan teman-teman pun seperti ikut terjangkit virus literasi, kemudian terinspirasi dan berinisiatif menggagas berdirinya taman bacaan, sebagai sebuah tempat yang sedianya diperuntukan sebagai sarana belajar bagi masyarakat.
Sejak itu cikal bakal Rumah Baca Api Literasi sudah terbentuk. Euphoria gerakan literasi demi menumbuhkembangkan minat baca di masyarakat serupa balon udara yang terus menggelembung dan membumbung tinggi di benak teman-teman desa. Semangat literasi seakan menjadi jalan terbuka buat saya untuk memulai kiprah membangun gerakan literasi. Jika mengingat masa kecil yang terbilang sulit untuk mendapat buku bacaan menarik serasa seperti barang mewah yang sulit didapat. Ada dendam masa lalu yang ingin saya lampiaskan bersama teman-teman untuk bagaimana caranya agar masyarakat desa akrab dengan buku bacaan. Menyediakan buku-buku bacaan yang menarik bagi warga desa.
Rak buku berbentuk persegi panjang setinggi 2,5, meter berada di Rumah Baca Api Literasi menjadi maskot Rumah Baca Api Literasi sebagai tempat tersimpannya beragam ilmu pengetahuan yang ada di buku-buku bacaan yang tertata rapih dan siap dibaca oleh siapapun yang datang. Mengingat nasihat leluhur tentang siloka yang berbunyi neangan luang tina daluang, sebagaimana telah disebut diatas dengan arti “mencari ilmu dari kertas (membaca buku-buku)”, maka pada 1 April 2018 akhirnya Rumah Baca Api Literasi diresmikan. Dengan harapan dapat membawa perubahan positif tanpa harus mengubah kearifan lokal yang telah menjadi tradisi warga secara turun temurun.
Dibentengi oleh puluhan relawan dari pelajar dan mahasiswa serta didukung penuh para sesepuh dan pihak pemerintahan desa, pegiat literasi Rumah Baca Api Literasi terus berkiprah mengembangkan jaringan antar relawan serta aktif dalam setiap kegiatan gerakan literasi di Lamongan dan diluar Lamongan. Dimulai dari kegiatan internal bersama warga desa berupa kegiatan rutin Gerakan Minggu Membaca setiap hari Sabtu mulai pukul 15.00 s/d 17.30. Siapapun bisa memanfaatkan koleksi buku di RBAL ini, mulai dari anak sekolah, pelajar dan orang tua baik dari warga desa sendiri maupun warga dari luar desa. Diskusi-diskusi seputar gerakan literasi juga digalakkan dengan menghadirkan narasumber dari pegiat literasi untuk berbagi ide kreatif dan pengalaman berorganisasi.
Meskipun koleksi buku yang tersedia di Rumah Baca Api Literasi masih terbilang belum lengkap, namun aktifitas yang dilakukan disana tidak hanya sekedar tempat untuk membaca bagi para warga. Namun juga merupakan ruang aktifitas dalam melaksanakan berbagai kegiatan kreatif, diskusi keagamaan, rembug strategi pembangunan desa dan bermusyawarah menggali potensi lokal untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa ke arah yang lebih baik di masa depan.
Melalui Rumah Baca Api Literasi, selain menjadi pusat belajar warga, diharapkan dapat menjadi lokasi pariwisata bagi para peneliti dan penulis yang ingin menikmati suasana dalam menggali inspirasi yang sudah barang tentu akan dilayani sepenuhnya oleh relawan yang murah senyum dan bersikap ramah untuk melewati malam hening di pantura Lamongan yang berdekatan dengan Wisata Bahari Lamongan.
Seiring waktu berjalan, geliat literasi di desa kami terus berkembang. Bersama teman-teman Rumah Baca Api Literasi, saya dan teman-teman aktif dalam jaringan literasi di Lamongan. mempromosikan berbagai kegiatan gemar membaca.
Pada tahun 2018 Rumah Baca Api Literasi mendapat kunjungan mahasiswa PPL UNISLA Lamongan. Sedangkan pada tahun 2019 Rumah Baca Api Literasi mendapatkan kunjungan mahasiswa PPL mahasiswa PONPES Sunan Drajat Lamongan. Membawa sejumlah buku dari kampus sebagai buah tangan mereka. Beberapa hari sebelumnya dipimpin ketua kelompok kami di siapkan puluhan pertanyaan mengenai gerakan literasi untuk memenuhi tugas mereka. Kedatangan mereka mendapat sambutan hangat dari pegiat RBAL. Berbagai karya kami siapkan sebagai bentuk rasa sukur seakan kedatangan keluarga jauh. Merangkai hangatnya kebersamaan dalam jalinan silaturahmi yang guyub menyambut kedatangan tamu.
Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dari sesama relawan literasi mambuat kami semakin yakin akan masa depan RBAL yang lebih baik ke depan. Meskipun kami tahu opini tentang rendahnya minat baca di Indonesia, seperti informasi yang diliris dari “penelitian UNESCO tahun 2012 menyebutkan bahwa minat baca di Indonesia hanya 0,0001 %. Artinya dari 1000 orang, hanya 1 orang yang suka membaca buku. Berdasarkan studi “Most Littered Nation In the World yang dilakukan oleh Central Connecticut State University pada Maret 2016, minat baca Indonesia menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara. Indonesia persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Padahal dari segi penilaian infrastruktur untuk mendukung membaca peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa. Kompas (28/8/2016)”
Opini negatif tentang rendahnya minat baca sejatinya tidak ditemukan di komunitas kami. Terlihat betapa antusiasnya warga masyarakat mengunjungi RBAL setiap hari. Mulai dari anak-anak, remaja hingga orang dewasa berkunjung ke RBAL kami untuk membaca. Seperti yang disampaikan Imron Rosyadi, minat baca tidak rendah, pertanyaannya: sudahkah kita mendekatkan buku kepada masyarakat? Sudahkah kita memberikan sarana yang baik bagi masyarakat untuk membaca dengan nyaman dan menyenangkan? Untuk mewujudkan hal tersebut, tentunya diperlukan penyediaan buku-buku bacaan yang memadai dan sesuai dengan keinginan warga. Pemerintah perlu memfasilitasi ketersediaan buku-buku jika ingin menepis opini negatif tentang rendahnya minat baca di masyarakat. Seraya meyakinkan pada dunia bahwa opini tersebut jelas-jelas tidak benar. Opini yang diliris oleh lembaga asing tentang rendahnya minat baca masyarakat Indonesia sejatinya tidak tepat, yang sesungguhnya terjadi adalah ketersediaan buku bacaan yang masih sangat minim bagi masyarakat.
Menjawab pertanyaan di atas dan untuk menepis opini negatif tentang rendahnya minta baca masyarakat, kami pun berinisiatif memperluas program Rumah Baca Api Literasi. Kami para relawan literasi kembali berjibaku dengan semangat membangun perpustakaan bersama-sama. Tidak ada yang berat dilakukan jika itu demi kemajuan gerakan membaca. Dengan restu para sesepuh kami membangun sudut baca dengan filosafi kearifan lokal.
Menjadikan gerakan gemar membaca tidak hanya sekedar program yang pada akhirnya selesai dan berhenti, akan tetapi bagaimana caranya agar minat dan kegemaran membaca menjadi kebutuhan bagi warga untuk membekali mereka dengan ilmu pengetahuan. Pentingnya membaca harus jadi kebutuhan warga. Itulah tantangan ke depan para pegiat literasi di RBAL yang harus dicarikan formulasinya agar visi membangun desa dapat dimulai dari tradisi membaca. Upaya yang saya dan teman-teman lakukan adalah mendekatkan buku kepada masyarakat untuk menepis opini negatif rendahnya minat baca di Indonesia