Sungailiat, Kabarone.com – Pemilik Bersama Group sekaligus Direktur PT Seputih Makmur Bersama (SMB) Alie Cendrawan bertempat di Kedai Kopi Tung Tau Sungailiat, Jum’at (2/10) mengadakan temu pers dengan sejumlah wartawan. Salah satu permasalahan yang disampaikan mengenai keterlibatan salah satu perusahaannya dalam kerjasama kemitraan dengan PT Pulomas Sentosa, yang diberi ijin oleh Pemerintah untuk pengerukan dan pendalaman alur muara Air Kantung, Kecamatan Sungailiat, Kabupaten Bangka bagi memudahkan lalu lintas kapal nelayan.
Menurut Alie, kemitraan dengan PT Pulomas dituangkan dalam surat perjanjian kerjasama, antara PT Pulomas dengan PT Glomedia sekitar 1 tahun lalu. Dalam perjanjian kerjasama tersebut, PT Glomedia menyiapkan alat kerja penambangan, yaitu kapal untuk menyedot material berupa lumpur dan pasir laut. Tetapi PT Glomedia diharuskan membayar royalti atau “uang jago” kepada PT Pulomas. Besaran royalti Rp 35 ribu perkubik untuk tahun pertama, dan Rp 45 ribu untuk tahun selanjutnya. Sementara pemerintah dapat pemasukan retribusi sebesar Rp 10 ribu setiap kubik pasir.
Diteruskan Alie, selama sekitar 10 bulan atau hampir setahun, pihaknya telah membayar royalti sebesar Rp 10 milyar kepada PT Pulomas untuk operasional 1 kapal. Perusahaannya memiliki 2 unit kapal (LH 4 dan LH 6) diarea pengerukan ijin PT Pulomas. Rp 10 milyar yang dibayar berasal dari tonase kapal yang lebih kecil dari kapal kedua. Sayangnya Alie enggan menyebutkan berapa besaran royalti untuk kapal kedua yang tonasenya lebih gede. Tetapi dia berjanji nanti akan dibeberkan.
Lebih jauh dikatakan, dalam perjalanan kemitraan kerjasama kedua perusahaan dikemudian hari timbul masalah. Puncaknya PT Pulomas mengirimkan “surat cinta” pada tanggal 15 September 2020 yang mengakhiri ikatan kemitraan. Salah satu alasan pemutusan hubungan kerja karena kapal perusahaannya bekerja diluar titik kordinat ijin. Tetapi Alie memastikan bahwa selama 10 bulan ini kapal – kapal miliknya berdasarkan informasi dari kapten kapal, memang bekerja diluar kordinat ijin.
“Dari awal kami masuk memang kapal kami bekerja diluar titik kordinat ijin, “katanya.
Alie juga menyoroti kegagalan PT Pulomas dalam pekerjaan pendalaman alur kapal nelayan itu. Dimana dalam prakteknya, PT Pulomas menumpuk limbah pasir pengerukan dikedua sisi mulut muara, yang menurutnya ilegal. Seharusnya limbah pengerukan diangkut ke lokasi penumpukan atau “dumping area” yang berjarak 1,5 hingga 2 km. Dumping area harus memiliki ijin lokasi serta ijin Amdal. Baik pengerukan dan penumpukan limbah pada dumping area memiliki Ijin Amdal yang berbeda. “Seharusnya pasir diangkut ke dumping area, tidak ditumpuk dikiri kanan mulut muara. Hal itu malah membuat nelayan senin-kamis saat melewati alur tersebut, dan sampai menimbulkan protes beberapa nelayan yang disampaikan kepada Pemerintah Propinsi, “katanya.
Menurut Alie, dengan Rp 10 milyar royalti tersebut, jika disisihkan Rp 2 milyar saja, PT Pulomas mampu menyelesaikan pendalaman alur dengan penggalian yang benar. Andai saja pihaknya diijinkan menggali, maka 1 bulan dapat diselesaikan, namun karena ijinnya milik PT Pulomas, pihaknya tidak dapat masuk. “Dari Rp 10 milyar royalti, sisihkan 2 milyar saja, kerja bagus dan gali yang benar, saya rasa pengerukan secepatnya dapat beres, “ujarnya.
Mengenai PT SMB yang mengajukan ijin pengerukan kepada Gubernur Babel diarea berdekatan dengan PT Pulomas, dikatakan ijinnya telah keluar pada tanggal 24 Agustus 2020. Tetapi ijin UKL/UPL atau Ijin AMDAL belum keluar dan sedang berproses. Sambil menunggu kelengkapan ijin, sementara pihaknya tidak melakukan kegiatan. “Karena ijin belum lengkap, kegiatan kami hentikan, ” jelas Alie.
Humas PT Pulomas yaitu Acun dikonfirmasi melalui pesan WA mengenai kerjasama antara PT SMB dengan PT Pulomas dan besaran royalti yang dibayarkan, mengatakan “PT Pulomas tidak pernah kerjasama dengan PT SMB”. Kemudian pertanyaan diperbaiki dan di WA ulang, maksudnya kerjasama antara PT Glomedia dengan PT Pulomas yang kerjasamanya telah putus dan juga mengenai royalti yang telah dibayarkan, namun sayangnya sampai berita ini dirilis belum ada balasan. (Shd)