Jakarta Kabarone.com,- Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) pimpinan Agung Purbantoro, yang memeriksa dan mengadili berkas perkara dugaan memasuki pekarangan orang lain tanpa ijin, melibatkan terdakwa Herman Yusuf (63), dimohon supaya menolak segala tuntutan hukum dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum.
Pasalnya, kata Herman Yusuf, perkara terkait kepemilikan tanah dan bangunan rumah tinggal satu unit berlokasi di Perumahan Sunter Jalan Bisma 14 Blok C 13 No.5 RT 011 RW 009, Kelurahan Papanggo, Kecamatan Tanjung Priok Jakarta Utara, sudah pernah disidangkan pada tahun 2013 lalu dan perkaranya sudah mempunyai kekuatan hukum tetap (Inkrach) sebagaimana putusan Mahkamah Agung (MA) dengan putusan bebas (Ontslaag Van vervolging).
Dalam perkara tahun 2013 lalu yang diputus pada bulan Juni 2014 itu, saya dilaporkan Suseno Halim, sesuai nomor perkara 1009/Pid.B/2013/PN.JKT.UT dengan dakwaan Pasal 167 KUHP, yakni, “memaksa masuk kedalam rumah, pekarangan yang dipakai orang lain dengan melawan hukum atau berada disitu dengan melawan hukum, dan atas permintaan yang berhak atau suruhannya tidak pergi dengan segera”.
Kini saya disidangkan kembali dengan perkara yang sama. Dimana perkara yang sudah berkekuatan hukum tetap tersebut sama dengan perkara yang saat ini didakwakan Jaksa Penuntut Umum Dyofa Yudhistira. Pelapor yang sama yaitu Suseno Halim, tahun kejadian sama yakni tahun 2018, alamat yang sama dan juga Pengadilan yang memeriksa dan mengadili berkas perkaranya sama yakni Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Oleh karena itu, bahwa perkara yang didakwakan saat ini sudah pernah disidangkan sehingga merupakan perkara Nebis In Idem atau “Seorang tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan yang mendapat putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (terhadap perkara yang sama tidak dapat diadili untuk kedua kalinya) sebagaimana tertuang dalam Pasal 76 ayat 1 KUHAP.
Dalam hal ini, dengan tidak mengurangi harkat dan martabat majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara, kami mohon supaya memutuskan perkara ini dengan putusan menolak seluruhnya dakwaan JPU dalam tahapan putusan sela, ucap Herman usai menjalani persidangan, 25/1/2022.
Sementara Penasehat hukum terdakwa Herman Yusuf dari Pembela Demokrasi Indonesia, Aidi Johan, SH MH, dan Yona waniaga SH, mengatakan, Sebagaimana diatur dalam undang undang bahwa terkait Locus delicti dan Tempus delicti suatu perkara yang sama tidak boleh dikenakan atau dituntut kembali terhadap seorang terdakwa yang perkaranya sudah berkekuatan hukum tetap. Menurut hukum dalam perkara yang menimpa Herman Yusuf saat ini merupakan perkara Nebis In Idem, artinya, pelapor dan terlapor, objek perkara, pasal dakwaan JPU sama dan juga tempat Pengadilannya yang sama.
Menyikapi dakwaan Jaksa, kami berharap majelis hakim yang mengadili perkara ini kiranya mempertimbangkan perkara yang Nebis In Idem, perkara yang tidak boleh menuntut seorang terdakwa dengan dua kali. Sehingga majelis hakim patut untuk membebaskan terdakwa dari segala jeratan hukum yang dituangkan dalam dakwaan JPU.
“Majelis hakim mempunyai dasar hukum untuk menolak dakwaan JPU, sesuai fakta hukum dan salinan putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap,” ungkap Adi Johan.
Dalam dakwaan Jaksa disebutkan, kejadian tersebut terdakwa Herman Yusuf pada bulan Mei tahun 2008 memasuki pekarangan orang lain tanpa ijin. Menyikapi dakwaan JPU atas dugaan perbuatan terdakwa saksi Suseno Halim atau Penasehat hukumnya belum dapat diminta tanggapannya.
Penulis : P. Sianturi