Jakarta Kabarone.com,-Advokat Selamat Tambunan SH MH, menyampaikan, di era globalisasi dan tehnologi saat ini, Wartawan atau Jurnalistik harus lebih wanti wanti atau berhati hati dalam membuat atau mempublikasikan karya jurnalistiknya. Sebab keadaan sudah bertransformasi cepat tehhnologi mengalami perubahan kencang, otomatis wartawan juga harus merubah paradikma salah salah bisa celaka alias masuk bui.
Arus perubahan karya jurnalis beririsan dengan media sosial, setiap penulisan haruslah memenuhi kaidah kaidah Pers sebagaimana UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers. Wartawan senantiasa harus lebih berhati huntuk menghindari delik aduan masyarakat, khususnya tulisan yang mengandung Sara, Suku dan Ras.
Saat ini lagi buming sengketa yang kaitannya dengan UU ITE, banyak masyarakat yang tidak bisa membedakan mana karya Jurnalis yang dilindungi Undang Undang mana yang tidak, sebab sekilas sangat mirip namun akibat hukumnya berbeda.
Pers harus pula memberikan edulasi pada masyarakat luas hingga paham dan tahu bahwa tulisan seorang Jurnalistik atau Wartawan yang dipublikasikan melalui perusahaan Pers yang berbadan hukum telah diatur dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Undang Undang Informasi Transaksi Elektronik (UU ITE).
Selamat Tambunan yang juga seorang Dosen hukum di salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Jakarta ini menyampaikan hal itu berkaitan dengan kepastian hukum dan penjelasan hukuman pidana yang bisa menjerat seorang Jurnalistik atas karya tulisannya.
Selamat Tambunan SH MH, yang sudah malang melintang menangani perkara ke seluruh penjuru tanah air Idonesia ini mengatakan, Jurnalis dalam menjalankan tugasnya bersinggungan dengan UU ITE, tentu dilindungi oleh Surat Keputusan Bersama (SKB) UU Nomor 11 tahun 2008 Jo.UU 19 tahun 2016 tentang Informasi, Transaksi dan Elektronik (ITE), àkarena dalam SKB tersebut hanya mengecualikan produk Pers.
Implementasi SKB tertanggal 23 Juni 2021, butir atau “Huruf L” diuraikan apa yang dikecualikan terkait Pasal 27 ayat (3) UU ITE, yaitu ;
1. Alat bukti pencemaran nama baik merupakan hasil kerja Jurnalistik yang sudah menjadi produk pers.
2. Produk pers dimaksud diterbitkan atau dipublikasikan oleh perusahaan pers berbadan hukum Indonesia, sebagaimana dituangkan dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Bahwa seseorang yang berstatus sebagai Jurnalis atau Wartawan, bila konten atau tulisan dan lain lain tidak dipublikasi pada perusahaan Pers yang berbadan hukum Indonesia, maka tulisan tersebut bukan merupakan produk Pers. Jadi, saat karya atau berita Jurnalis atau Wartawan itu terpublikasi pada Media Sosial apakah Facebook, Instagram Yotube dan lain lain, bukan sebagai produk Pers. “Tulisan tersebut bisa dijerat Pasal 27 ayat (3) UU ITE sebab dimuat bukan sebagai rumpun karya Jurnalis atau Wartawan meskipun faktanya penulisnya berprofesi sebagai wartawan ” jadi musti tepat penempatannya” tutur Slamat Tambunan.
Bagaimana bila produk pers atau Jurnalis yang di share atau disebarkan melalui media sosial, apakah dilindungi SKB..? Menurut Selamat Tambunan yang bergelar Advocat Pejuang itu menyampaikan, mengacu kepada SKB UU ITE dan UU Pokok Pers Wartawan tersebut;
1. Tetap mendapatkan perlindungan SKB UU ITE yang ditandatangani Menkominfo, Jaksa Agung dan Kapolri, sepanjang karya tulisannya atau beritanya dibagikan secara utuh sebagai produk Pers.
2. Pengantar atau komentar yang diikutsertakan bila mengandung unsur pidana, tidak termasuk dikecualikan dalam implementasi SKB.
Kata Selamat, belakangan ini sedang ramai lapor melapor terkait SARA, Pasal 28 ayat (2) UU ITE. Pasal yang ancaman maksimal 6 (enam) tahun penjara tidak termasuk yang dikecualikan. Wartawan atau Jurnalis, termasuk konten kreator, untuk itu setiap orang harus menghindari delik SARA yang berpotensi terjerat Pasal 156 dan Pasal 156a KUHP karena tidak dikecualikan, dalam SKB meski sebagai produk pers.
Rumusan Pasal 28 ayat (2) “Huruf D” diperintahkan SKB, aparat penegak hukum membuktikan adanya motif membangkitkan dengan menggerakkan, mengajak, mempengaruhi masyarakat.
Ditegaskannya, jangan sampai konten Media sosial menjadi sumbet kegaduhan baru yang menimbulkan gejolak dalam masyarakat karena adanya ketersinggungan dari kelompok, etnis, suku, ras dan agama tertentu.
“Oleh karena itu, pengguna Media sosial dituntut supaya lebih bijaksana dan menjaga kerukunan serta ketenangan di dalam masyarakat jangan latah sebelum membuat tilisan atau tayangan harus bijak” ungkapnya 9/02/2022.
Penulis : P. Sianturi