MEMILIH PEMIMPIN IDEAL DI ERA DIGITAL DENGAN NALAR KRITIS

Opini401 views

Penulis; Qomaruddin SE, M.Kesos. Skretaris DPC PD Lamongan

Lamongan,Kabar One.com-Di era society 5.0 kehidupan interaksi sosial telah banyak mengalami transformasi, interaksi yang tadinya dilakukan secara langsung kini telah bergeser menjadi teknologi digital secara dominan, era society 5.0 juga menghadirkan dimana peradapan manusia diorentasikan pada teknologi digital sehingga merubah fakta menjadi realitas-realitas yang sifatnya digital, selain itu teknologi digitalisasi yang dulunya hanya sebagai prangkat media kini mulai berubah, bahwa teknologi digital menjadi kebutuhan manusia dalam kehidupan sehari-hari.

Jauh-jauh hari Yuval Noah Harari dalam bukunya Homo Deus mengatakan bahwa data akan menjadi fokus utama dunia dimasa depan dan beliau mengatakan teknologi Algoritma jauh lebih mengenal diri manusia secara baik dari pada manusia itu sendiri, dan manusia lebih percaya dengan teknologi Algoritma yang di sajikan ketimbang dengan berita yang disampaikan oleh manusia. Namun perkembangan teknologi algoritma tersebut tidak selalu berbanding lurus dengan kebaikan, watak dasar manusia yang selalu ingin menguasai atau ingin mendominasi hadir untuk saling memangsa demi mengambil keuntungan dari perkembangan teknologi tersebut.

Dalam konteks peradaban digital yang berkembang sekarang, nalar kritis manusia atas dirinya dan diluar dirinya menjadi penting untuk dibangun dalam rangka merespon era society 5.0. dialog-dialog publik dengan berbagai argumen dan teori yang duluh hadir di sudut-sudut ruang sekarang terdisrupsi oleh hadirnya era digitalisasi, sehingga kehadiranya tidak lagi terbatas pada ruang tertentu, wujud bebagai aktifitas manusia sekarang terkooptasi dengan prangkat-prangkat digital.

Dinamika dunia digital seperti media sosial muncul dengan berbagai macam karekter ketidak obyektifanya dan jau dari rasionalitas, dinamika tersebut menyebar secara masif dan sulit untuk dicounter, jika hal ini kita tidak selektif, dan tidak menguji terlebih dahulu tentang kevalidasian informasi dan berita yang berseliweran di media sosial maka kita sebagai manusia akan menjadi korban dari berbagai informasi yang potensi hoaxnya cukup besar, bahkan individu-individu yang ada bisa terjebak menjadi pelaku hoax karena kita terlalu cepat untuk meyakini kebenaran info tersebut dengan memviralkan lewat media sosial yang ada.

Menurut laporan dari Statista (2021), pada awal tahun 2021, pengguna aktif media sosial di Indonesia sudah melampaui setengah dari jumlah penduduk republik ini. Hal tersebut berbanding lurus dengan berita bohong atau hoax yang begitu mudah berkembang di media sosial. di era digital society 5.0 ini sesungguhnya kita hidup dimana peradabanya dipenuhi dengan kaadaan yang penuh dengan pasca kebenaran (Post Truth).

Post Truth merupakan dimana keadaan dipenuhi dengan manipulasi dan propaganda dan hal tersebut menjadi instrumen penting untuk mengelabui publik demi mensukseska misi para kaum komperador dan demagog, mereka mengangap bahwa fakta dan kebenaran tidak menjadi peting bagi mereka. Yang prioritas baginya bagaiman misi dan tujuan bisa berhasil.

Selain post-truth diera digital society 5.0 juga muncul kawanan pandir yang selalu mendengung untuk melakukan propaganda-propaganda dan manipulasi untuk mensetigmasi berbagai kepentingan penguasa agar bisa diterimah publik.

Publik seakan di kontrol oleh sekawanan pandir yang mendengung terus demi meng influencer publik untuk melancarkan apa yang menjadi target dan tujuanya, manipulasi dan propaganda menjadi jurus pamungkasnya untuk mengelabui publik agar dukungan dan legitimasi di dapat.

Dalam peradaban pasca kebenaran seperti ini, Publik harus memiliki daya kritis yang kuat, daya kritis ini dipergunakan untuk menyibak sesaknya ruang publik yang penuh dengan prilaku manipulatif serta hoax yang ramai menghiasi ruang medsos. realitas sosial yang dibangun penuh dengan kebohongan dan kepalsuan ini harus didekontruksi kembali, untuk menjernihkan hal tersebut, harus ada kesadaran kritis secars kolektif untuk terus dikampanyekan.

Para kawanan pandir kini bermetamorfosis menjadi buzzer yang selalu mendengung dalam rangka memenangkan calon yang diangap ideal menurutnya, hal yang sebetulnya usang dan membosankan bagi publik namun terus diaktifkan demi sebuah kemenangan, para pengunah media sosial selalu diprovokasi untuk mengikuti pola mereka.

Kebisingan di publik media sosial atas prilaku buzzer yang provokatif, manipulatif, dan kering etika membuat publik jenuh, namun bagi kawanan pandir mengeksplorasi narasi provokatif adalah bagian dari industri mereka, dan pengunah media sosial menjadi salah satu target mereka untuk kepentingan pemenangan pilpres yang diwaktu dekat akan diselengarakan. kaum pandir selalu melancarkan aksinya, Tujuan utama buzzer adalah mengkampanyekan calon yang sudah disiapkan untuk melangengkan status quonya,

Gerakan yang provokatif dan manipulatif dilakukan untuk mempromosikan jagoanya, selain itu para kawanan pandir memberikan counter kepada mereka yang diangap lawan-lawan politiknya dengan cibiran, makian serta umpatan. Prilaku ini menunjukan para kawanan pandir hanya berorentasi pada kepentingan kelompok tertentu saja. Bila kita tidak kritis dengan propaganda-propaganda mereka, kita bisa terjebak sekenario mereka.

Jangan sampai nalar kritis kita dibongsai oleh kawanan pandir maupun oknum kekuasaan yang mau melangengkan kekuasaan demi status quonya, kita harus secara kolektif kritis dan merdeka dalam menentukan pilihan pemimpin kita, karena nasib negeri da rakyat kita selama 5 tahun hanya ditentukan satu jam dibilik pilihan. Kemerdekaan dan nalar kritis kita sebagai anak bangsa harus diaktifkan dan difungsikan dalam menentukan pemimpin bangsa ini, agar kesejahteraan dan kemakmuran benar-benar terwujud di Negeri ini. Amin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *