Jakarta Kabarone.com,-Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI), Dr.H.M.Syarifudin SH MH, dan Badan Pengawasan (Bawas MA) diharapkan supaya lebih profesional dalam penanganan perkara. MA juga diminta supaya mengevaluasi, memeriksa serta memberikan sanksi yang tegas bagi para hakim hakim Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi (PN, PT) yang menyidangkan dan memutus perkara bertentangan dengan KUHAP, KUHP dan SEMA. Dimana putusan hakim yang bertentangan dengan koridor hukum atau kontroversial akan berakibat negatif dan berdampak pada penzaliman, kriminalisasi serta diskriminasi terhadap pencari keadilan.
Maraknya pengaduan dan upaya hukum serta yang meminta perlindungan hukum ke Mahkamah Agung disebabkan, karena penanganan perkara di tingkat Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi bahkan tingkat Kasasi terdapat putusan yang bertolak belakang, tidak bersesuaian dengan pelaksanaan KUHAP, KUHP dan juga menerobos SEMA. Sebagaimana putusan perkara yang mengandung unsur asas nebis in idem, yang menyidangkan pengulangan perkara pada objek dan subjek yang sama sehingga berdampak pada dugaan kriminalisasi hukum terhadap pencari keadilan.
Hal itu dialami Herman Yusuf, warga Jalan Bisma, Kelurahan Papanggo, Tanjung Priok Jakarta Utara, yang didakwa dan disidangkan dua kali dalam perkara objek dan subjek yang sama terkait pasal 167 ayat 1 KUHP. Perkara tersebut berkaitan dengan satu unit rumah yang dihuni Herman Yusuf, hingga disidangkan sesuai register perkara No.1099/Pid.B/2012/PN.Jkt.Ut, dilaporkan Suseno Halim. Dalam putusan majelis hakim, Herman Yusuf dinyatakan telah terbukti melakukan perbuatan sebagaimana dakwaan penuntut umum, akan tetapi perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana. Perkara tersebut telah berkekuatan hukum tetap sebagaimana putusan Kasasi Mahkamah Agung.
Sementara Suseno Halim melaporkan kembali Herman Yusuf dalam perkara yang kedua sebagaimana perkara No.5/Pid.B/2022/PN.Jkt.Utr, tanggal 7 Juli 2022 disidangkan di PN Jakarta Utara. Majelis hakim memutuskan, Penuntutan Jaksa Penuntut Umum atas terdakwa tidak dapat diterima, memperhatikan Pasal 76 ayat 1 KUHP, kecuali dalam hal putusan hakim masih mungkin diulang, orang tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan yang oleh hakim Indonesia terhadap dirinya telah diadili dengan putusan yang menjadi tetap atau Nebis In Idem. Pada putusan tersebut JPU melakukan upaya hukum banding di PT DKI Jakarta.
Upaya banding JPU sesuai perkara No.182/PID/2022/PT.DKI Jakarta, dinilai kontroversial karena membatalkan putusan PN Jakarta Utara. Hakim PT mengabulkan upaya banding JPU. Anehnya, walau sudah ada putusan awal hingga Kasasi, namun hakim PT DKI Jakarta masih menganulir putusan PN Jakarta Utara. Hakim PT DKI Jakarta dinilai tidak melihat bukti bukti putusan awal atau tidak membaca memori banding berkas perkara yang disampaikan pihak terdakwa. Terdakwa melakukan upaya hukum Kasasi ke MA RI, berikut mengirim surat resmi ke Lembaga Lembaga negara, bahkan ke Presiden RI, Menkopolhukam yang pada hakikatnya minta perlindungan hukum ke Mahkamah Agung dan Bawas MA, serta ke Sekretaris MA, agar Kasasi perkaranya dikabulkan.
Dalam penanganan perkara tersebut terdakwa Herman Yusuf menyampaikan, sangat dirugikan dan terzalimi serta dikriminalisasi JPU dan putusan hakim PT DKI Jakarta pimpinan Sumpeno. Sehingga dengan terpaksa Hakim bersangkutan dilaporkan ke MA RI, Bawas MA dan meminta perlindungan hukum ke Sekretaris MA. Hal itu ditempuh karena Hakim Tinggi tingkat banding itu tidak cermat dan telah melanggar Pasal 76 ayat 1 KUHP serta Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No.3 tahun 2002, tentang unsur Nebis In Idem . Putusan tersebut ditengarai adanya keberpihakan dengan JPU dan pelapor Suseno Halim, sehingga merugikan terdakwa Herman Yusuf selaku pencari keadilan.
Oleh karena itu, Herma Yusuf meminta kepada Hakim Agung yang memeriksa dan mengadili perkara putusan PT DKI Jakarta No.182/PID/2220/PT.DKI .Jkt, supaya menolak putusan PT DKI Jakarta. Mengabulkan Kasasi terdakwa sebagaimana bukti bukti putusan Kasasi sebelumnya dan juga SEMA No.03 Tahun 2022 serta Pasal 76 ayat 1, tentang perkara unsur Nebis In Idem, ucapnya 5/11/2022.
Anehnya, berkas perkara masih upaya hukum Kasasi, JPU Dyofa Yudistira, mengancam-ancam Herman Yusuf, agar tidak melarikan diri alias kabur sebab akan di eksekusi. Menurut Herman, pernyataan JPU yang melakukan pengancaman tersebut dinilai bagaikan gaya preman. Kejaksaan Agung dan Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) diminta supaya memberikan Tindakan sanksi terhadap Jaksa Dyofa yang bertugas di Kejari Jakarta Utara tersebut.
Penulis : P.Sianturi