Jakarta Kabarone.com,-Terpidana korupsi Asuransi Jasindo, masih berleha leha di luar penjara belum di eksekusi walau perkaranya sudah diputus Kasasi Mahkamah Agung.
Berkas perkara korupsi yang disidangkan di Pengadilan Negeri Pontianak atas dakwaan Kejaksaan Negeri Pontianak, Kalimantan Barat tersebut, tiga terpidana yang divonis Kasasi tahun 2021 itu sampai saat ini belum dimasukkan ke dalam penjara. Ketiga terhukum masih dibiarkan bebas berkeliaran, sehingga Kejaksaan selaku eksekutor dinilai tidak melaksanakan perintah undang undang.
Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang mengatur tata cara pelaksanaan penegakan hukum di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini terkesan dikesampingkan eksekutor. Walaupun pihak terpidana melakukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Kasasi Mahkamah Agung, namun PK tersebut menurut undang undang tidak menghalangi pelaksanaan eksekusi. Seharusnya pihak eksekutor Kejaksaan harus melaksanakan eksekusi sesuai perintah undang undang.
Oleh karena itu, untuk mengembalikan marwah penegakan hukum di tubuh Adyaksa dan nama baik lembaga berlambang timbangan itu, Jaksa Agung ST Burhanuddin, diminta supaya memerintahkan Kepala Kejaksaan Negeri Pontianak, Kalimantan Barat, Wahyudi, segera melaksanakan eksekusi terhadap putusan Kasasi Mahkamah Agung (MA) dengan mengesampingkan upaya hukum PK dalam berkas perkara terpidana korupsi Rp 4,7 miliar PT. Asuransi Jasa Indonesia (Persero).
Hal itu disampaikan Advokat Herawan Utoro, SH, kuasa hukum PT.Surya Bahtera Sejati (SBS) korban pencairan Asuransi kapal tenggelam pada wartawan, menyikapi kinerja Kejaksaan yang rangkap job. Satu sisi Kejaksaan bekerja sebagai Pengacara atau Pembela perusahaan Negara dan sisi lain sebagai Penuntut,” ucapnya.
Kuasa hukum korban menyampaikan, dalam rangkaian tindak pidana korupsi tersebut dengan PT.SBS adalah, bahwa PT.SBS merupakan pemilik kapal Tongkang Labroy 168 yang tenggelam di Pulau Solomon tahun 2016 silam. Kemudian klaim asuransinya dicairkan Asuransi Jasindo tidak serahkan kepada korban sehingga berujung ke tindak pidana korupsi dan disidangkan.
Empat terdakwa dalam kasus pencairan klaim asuransi 4,7 miliar tersebut, dan 3 terdakwa menjadi terpidana dalam putusan Kasasi Mahkamah Agung yakni, M.Thomas Benprang, Danang Suroso dan Rikky Tri Wahyudi. Sementara, terdakwa Sudiatno als Aseng bebas dari segala tuntutan hukum. Dalam putusan Kasasi MA, ketiga terdakwa dijatuhi hukuman selama 5 tahun penjara dengan denda Rp 200 juta, subsider selama 3 bulan kurungan. Terhadap terdakwa Sudianto, putusan MA menyatakan menolak permohonan Kasasi penuntut umum Kejari Pontianak dan membebankan biaya perkara pada seluruh tingkat peradilan dan pada tingkat kasasi kepada negara.
Menyikapi putusan Kasasi Mahkamah Agung tersebut merupakan putusan yang bertolak belakang, sebab 4 terdakwa sama sama melakukan pencairan klaim asuransi satu terdakwa dibebaskan dan tiga terdakwa lainnya dihukum. Tiga orang dinyatakan terbukti, tapi unsur kerugian negara dan menguntungkan orang lain yaitu satu orang terdakwa Sudianto als Aseng tidak terbukti bersalah atau bebas dan uang sitaan Rp 4.7 miliar dikembalikan kepada Sudianto. Jika unsur kerugian negara dan menguntungkan orang lain yaitu di perkara terdakwa Sudianto tidak terbukti atau bebas dan uang sitaan Rp 4.7 miliar dikembalikan, maka berkas perkara atas nama 3 orang terdakwa itu jadi tidak terpenuhi juga,” ungkap Herawan menyampaikan pernyataan Wahyudi, yang dikutip nya dari media massa.
Karena dalam perkara penyertaan, pemenuhan unsur deliknya dilakukan oleh para pelaku penyertaan lain. Dalam perkara ini unsur kerugian negara dan menguntungkan orang lain dipenuhi oleh terdakwa Sudianto,” sambung Wahyudi, kata Herawan. Menurut Herawan sebagaimana dijelaskan Wahyudi, jika ketiga terdakwa dalam kasus tersebut dieksekusi, dimana rasa keadilannya. “Jika kita eksekusi, dimana rasa keadilannya,” tegas Wahyudi.
Kata Herawan, bahwa Kajari Wahyudi pun meminta untuk membandingkan putusan terhadap empat terdakwa. “Jadi kita bisa melihat keadilan dan kepastian hukum secara komprehensif, tidak parsial terhadap 3 perkara, tapi ada 4 perkara. “Jadi jaksa bukan robot yang tak punya nurani dan legal reasoning,” tegas Wahyudi. Herawan menyampaikan, Wahyudi juga mengutip arahan Jaksa Agung ST Burhanuddin untuk menggunakan hati nurani untuk keadilan.
“Ingat, rasa keadilan itu tidak ada dalam KUHP dan tidak ada dalam KUHAP, tapi ada dalam hati nurani kalian. Camkan itu!” katanya.
Walau demikian, Wahyudi mengatakan tetap mematuhi putusan MA RI terkait tiga terdakwa yang terbukti bersalah. Alasan belum melakukan eksekusi karena belum menerima salinan putusan ketiga terdakwa. “Kami sudah bersurat agar salinan putusan diberikan kepada penuntut umum. Berdasarkan KUHAP salinan putusan diberikan kepada kami bukan yang diminta. Pihak Kejaksaan juga masih menunggu putusan PK, jika putusan PK hanya menghukum tiga terdakwa, maka Kejaksaan akan melakukan PK terhadap terdakwa Sudianto yang divonis bebas, kata Kajari sebagaimana dikutip dari media lain.
Berkaitan dengan salinan putusan Kasasi dari Mahkamah Agung, Syuaidi Plh Panitera Pengadilan Negeri Pontianak membenarkan bahwa salinan putusan dari MA sudah diterima bulan Juni 2022. Dimana sebelumnya petikan putusan juga telah diterima pada pada Agustus 2021. Sementara petikan putusan tersebut juga sudah disampaikan kepada penuntut umum, ucap Syuaidi melalui kuasa hukum korban Herawan pada media beberapa hari lalu.
Penulis : P.Sianturi