Advokat Herawan Utoro : Pelaku Korupsi PT.Jasindo Tidak Dieksekusi Kajari Pontianak Cederai Keadilan 

Hukum538 views

Jakarta Kabarone.com,- Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Pontianak, Kalimantan Barat, Wahyudi, dinilai telah mencederai rasa keadilan korban pencairan Asuransi PT.Surya Bahtera Sejati (SBS) selaku pemilik kapal Tongkang Labroy 168 yang tenggelam. Hal itu berkaitan dengan tindakan Kejari Pontianak yang belum melakukan eksekusi terhadap tiga terhukum pelaku dugaan korupsi PT.Jasindo (Persero).

Sehubungan dengan belum dilakukannya eksekusi terhadap tiga dari empat pelaku korupsi PT.Jasindo yakni; M.Thomas Benprang, Danang Suroso dan terdakwa Ricky Tri Wahyudi, telah menuai protes dan tanggapan dari berbagai pihak. Termasuk Advokat Herawan Utoro dan Theresia MS Pessy selaku penasehat hukum PT. SBS Pemilik Kapal Tongkang Labroy 168, memberikan tanggapan atas penjelasan Kajari Pontianak berkenaan dengan belum dieksekusinya tiga terpidana korupsi Rp 4,7 m di PT.Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo-Persero). Dimana pernyataan Kajari Pontianak yang dinilai telah bertentangan dengan Tupoksinya itu telah diberitakan diberbagai media massa, baik daerah dan media massa ibu kota.

Menurut penasehat hukum, pihaknya heran dengan jawaban Kajari Pontianak yang tayang di Harian Pontianak Kamis 17 November 2022 berjudul “Tiga Terdakwa Belum Dieksekusi Kejari Pontianak” , media aksaraloka.com Rabu 16 November 2022, berjudul, “Tidak Dieksekusinya Tiga Terdakwa Tipikor Jasindo, Tegas Ini Penjelasan Wahyudi Kajari Pontianak”, di  metrojakartanews.id  tayang 17 November 2022, judul, “Tidak Mengeksekusi Putusan Kasasi MA, Kajari Pontianak Dituding Membangkang”, dan suarakarya.id tayang 17 Nopember 2022, berjudul, “Kejari Pontianak /Kejati Kalbar Diduga Tak Sejalan Dengan Jaksa Agung Eksekusi Terpidana Korupsi”, ujar Advokat Herawan Utoro dan Theresia MS Pessy.

Terkait pemberitaan pemberitaan media massa tersebut, Herawan Utoro memberikan tanggapannya dan mengatakan bahwa, sikap Kajari Pontianak tidak mengeksekusi ketiga terdakwa korupsi tersebut dikarenakan adanya perbedaan putusan Kasasi Mahkamah Agung yakni, ketiga terdakwa diputus 5 tahun penjara sementara terdakwa Sudianto dinyatakan tidak terbukti dan dibebaskan dari dakwaan adalah tidak tepat dan mencederai rasa keadilan terhadap korban tenggelam kapal yang klaim asuransinya di korupsi terdakwa.

“Putusan Kasasi MA terhadap ketiga terdakwa pada tanggal 20 April 2021, mengabulkan permohonan kasasi Penuntut Umum dan menjatuhkan hukuman 5 tahun pidana penjara dan denda Rp 200 juta, dengan ketentuan apabila pidana denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana penjara selama 3 bulan. Maka seharusnya Jaksa selaku eksekutor sudah bisa langsung mengeksekusi ketiga terpidana, bukan malah memberikan pernyataan yang mencederai keadilan korban pencairan Asuransi” ungkap Herawan Utoro, melalui relisnya 21/11/2022.

Advokat Herawan Utoro juga mempertanyakan tujuan dari Kejari Pontianak melakukan upaya hukum kasasi. “Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Pontianak tanggal 10 Agustus 2020 memutuskan terdakwa M.Thomas Benprang, Danang Suroso dan terdakwa Ricky Tri Wahyudi dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan ketiga terdakwa oleh Pengadilan Tipikor dibebaskan dari dakwaan Penuntut Umum. Lalu JPU Kasasi dan dikabulkan majelis hakim Kasasi MA. Putusan Kasasi tersebut menjatuhkan hukuman 5 tahun pidana penjara terhadap ketiga terdakwa, ironisnya JPU selaku eksekutor belum melaksanakan eksekusi sehingga menimbulkan pertanyaan, ada apa eksekusi tidak dilaksanakan ?” ungkap Herawan Utoro. 

Advokat Theresia MS Pessy, SH, menambahkan bahwa putusan Kasasi terhadap ketiga terdakwa tersebut telah mengabulkan melebihi dari tuntutan JPU. Sebab JPU menuntut ketiga terdakwa masing-masing hanya 1 tahun dan 7 bulan penjara dengan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan. Tupoksi Jaksa Penuntut Umum adalah melaksanakan penuntutan dan melaksanakan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Oleh karena itu, “JPU seharusnya lebih memprioritaskan pelaksanaan eksekusi terhadap pelaku pidana TIPIKOR. Namanya Ekstra Ordinary Crimes (perbuatan luar biasa) tentunya juga disikapi dengan luar biasa,” ucap Theresia MS Pessy SH.

Menurut Theresia, eksekusi putusan Pengadilan Tipikor harus diprioritaskan daripada perkara tindak pidana umum, hal itu disampaikan Theresia menyindir JPU yang memprioritaskan kepentingan terdakwa yang tidak memprioritas kepastian hukum.  “Penyelesaian penanganan perkara korupsi merupakan salah satu ketentuan yang terdapat dalam undang-undang pemberantasan Tipikor dan merupakan salah satu dari 7 program kerja prioritas Kejaksaan yang diprogramkan Jaksa Agung RI, yakni tingkatkan kualitas penanganan perkara korupsi dalam rangka meningkatkan index persepsi korupsi. Namun faktanya Kajari Pontianak justru tidak memberikan prioritas untuk mengeksekusi ketiga terdakwa Tipikor, pertama untuk tidak menjalani pidananya dan kedua untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK)”.

Theresia menekankan, permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan ketiga terdakwa tidak menangguhkan pelaksanaan eksekusi. Untuk itu Kajari Pontianak harus memprioritaskan penyelesaian eksekusinya dan tidak perlu menunggu hasil putusan PK. Jika beralasan belum dilaksanakan eksekusi karena belum menerima salinan putusan Kasasi yang lengkap merupakan suatu pernyataan yang keliru dan tidak masuk akal. Sebab, “untuk melakukan eksekusi cukup dengan petikan putusan. Sekarang kita balik bertanya, bagaimana dengan eksekusi barang bukti Rp 4,7 miliar, kenapa itu bisa dieksekusi dan bagaimana pula dengan pengajuan PK ketiga terpidana. Ketiga terpidana dalam mengajukan PK menggunakan apa, bukankah itu menggunakan petikan putusan,” ujar Theresia dengan tanda tanya.

Ditambahkan, bahwa pernyataan Panitera (PP) PN Pontianak Suyadi sudah menerima berkas Bundel A berikut salinan putusan ketiga terdakwa Tipikor, pada Juni 2022. Namun Kajari Pontianak menangguhkan eksekusi terhadap ketiga terdakwa korupsi Asuransi Jasindo itu menunggu putusan PK, itu aturannya dimana? ucap Theresia.

Jika Kajari Pontianak berdalih terhadap arahan Jaksa Agung RI, bahwa dalam melakukan penuntutan harus melihat rasa keadilan di masyarakat dan didalam hati nurani, yang digunakan Kajari sebagai pembenar untuk tidak mengeksekusi ketiga terdakwa Tipikor, dikarenakan adanya putusan lain yakni putusan terdakwa Sudianto yang dinyatakan tidak terbukti bersalah dan dibebaskan dari dakwaan adalah tidak tepat dan tidak benar. Hal itu akan kita teruskan ke Jaksa Agung, Jampidsus, Direktur Upaya Hukum, Eksekusi dan Eksaminasi untuk dikoreksi dan diluruskan. 

“Kita akan tindak lanjuti pernyataan tersebut dan akan segera kita teruskan ke Jaksa Agung, Jampidsus, Direktur Upaya Hukum, eksekusi dan eksaminasi untuk dikoreksi dan diluruskan,” ucap Theresia menegaskan. 

Penulis : P.Sianturi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *