Tidak Benar Gelapkan Uang, Majelis Hakim Diminta Bebaskan Rian dan Yanuar Dari Dakwaan JPU

Hukum138 views

Jakarta Kabarone.com,-Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut), pimpinan Sofia Marlianti Tambunan,dengan hakim anggota Hotnar Simarmata dan Dian Erdianto, diminta supaya membebaskan terdakwa Rian Pratama Akba dan Yanuar Rezananda dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Hal itu disampaikan Penasehat Hukum terdakwa, Advokat Law Office MG & P, Mahadita Ginting & Partners, sebab terdakwa melakukan Penggelapan sebagaimana dakwaan JPU Riko Sinaga. Majelis hakim harus menerima Eksepsi Penasehat Hukum sebab, JPU tidak menguraikan secara jelas, cermat dan benar perbuatan apa yang dilakukan terdakwa.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 143 KUHAP, Dakwaan harus cermat, jelas diuraikan unsur dan dalil yang didakwakan, sehingga memenuhi syarat yang diatur undang undang, ungkap Mahadita Ginting dan Rekan.

Menurut Mahadita Ginting SH, MH, dalam dakwaan JPU kedua terdakwa dituduhkan melakukan Penggelapan uang PT.Kencana Hijau Binalestari (KHB) tempat kedua terdakwa bekerja. Tuduhan tersebut dilakukan saat membeli 1 unit mesin sistem produksi pemanas heater dengan sistem listrik untuk kapasitas reactor 700 Kg, dari PT.Beo Ero Orien (BEO).

Bahwa dari pembelian mesin tersebut terdakwa mendapat persentase dari penjualan sebesar Rp 150 juta rupiah, dari yang seharusnya Rp 200 juta rupiah. Kedua terdakwa bukan lah penentu harga mesin yang akan dibeli tersebut. Semua transparan antara pemilik perusahaan pihak pembeli dan pihak penjual.

“Dalam eksepsi sudah kami jelaskan semuanya bahwa kedua terdakwa bukan melakukan penggelapan tapi dapat persentase, oleh karena itu dalil yang didakwakan JPU, tidak berdasarkan fakta sebenarnya”, ungkap Mahadita Ginting di PN Jakarta Utara, 11/9/2023.

Sementara Tim Penasehat Hukum terdakwa sangat keberatan dan menyesalkan tindakan JPU yang tidak menghadirkan kedua terdakwa dalam persidangan. Sebab pada persidangan sebelumnya, permohonan Penasehat Hukum sudah disampaikan ke Majelis Hakim agar terdakwa dihadirkan ke persidangan.

Permohonan untuk sidang offline telah disambut baik majelis hakim, dan menyampaikan kepada JPU agar menghadirkan terdakwa ke persidangan sidang offline, Namun JPU tidak menuruti perintah majelis hakim. Oleh karena itu, Penasehat Hukum terdakwa menilai bahwa kinerja JPU tidak profesional. Namun demikian pada persidangan berikutnya, “kami akan berusaha meminta kepada majelis hakim supaya menghadirkan terdakwa sidang offline, sebab fasilitas ruang sidang online tidak ada fasilitasnya tidak ada, ujarnya.

“Dalam ruang sidang ini tidak ada fasilitas online nya sehingga sangat mengganggu jika proses persidangan. Oleh sebab itu kami berharap kepada majelis hakim supaya melakukan proses sidang kedua terdakwa dengan offline”,ujar M.Ginting.

Sementara Erly Asriyana SH, menambahkan, kehadiran terdakwa dalam persidangan sebenarnya telah diatur dalam KUHAP, namun entah kenapa dan bagaimana bagaimana klien kami masih sidang online.

“Sebelumnya sudah kami sampaikan permohonan kepada majelis hakim agar proses sidang berikutnya terdakwa hadir dalam persidangan namun hari ini terdakwa tidak dibawa atau dihadirkan JPU. “Kami berharap kiranya dalam sidang berikutnya permintaan sidang offline dikabulkan di laksanakan JPU “, ucap Erly.

Demikian juga disampaikan Advokat Mahadita Ginting dan Rekan, Fernando Kudadiri (Nando) SH, yang memprotes dan mempertanyakan profesionalismenya Jaksa dalam menyidangkan suatu perkara. Dimana sampai saat ini sidang sudah memasuki putusan Sela, tapi berkas perkara yang seutuhnya belum disampaikan JPU kepada kami selaku Penasehat Hukum terdakwa.

Pada hal, pimpinan majelis hakim dalam persidangan sebelumnya sudah menyampaikan dengan tegas kepada JPU agar memberikan berkas perkara yang dibutuhkan Penasehat Hukum terdakwa. Namun, sampai saat ini berkas perkara yang kami butuhkan seperti berkas dari awal laporan, penyelidikan, penyidikan hingga penangkapan belum diberikan Jaksa. Yang diberikan hanya berkas pemeriksaan saja, sehingga bagaimana Penasehat Hukum terdakwa bisa membela klien kami sesuai faktanya.

“Kalau berkas perkara yang seutuhnya tidak diberikan JPU, maka pada persidangan berikutnya kami akan menyampaikan lagi ke majelis hakim supaya dapat berkas perkara seutuhnya, supaya kami bisa membela hak terdakwa sesuai KUHAP”, ungkap Nando.

Dalam eksepsi sebelumnya disampaikan, kedua terdakwa dituduhkan melakukan Penggelapan uang perusahaan PT.Kencana Hijau Binalestari (KHB) dalam hal pembelian satu unit mesin sistem produksi menggunakan pemanas heater dengan sistem listrik untuk kapasitas reactor 700 Kg, dari PT.Beo Ero Orien (BEO).

Setelah berbagai proses pembelian, pihak terdakwa selaku pembeli telah melakukan studi kelayakan, dan membuat penawaran hingga tiga kali revisi, akhirnya terjadi kesepakatan, dan antara penjual mesin PT.BEO dan PT.KHB sepakat dan membuat perjanjian kontrak kerja. Setelah tercapainya kesepakatan mengenai harga dan spesifikasi harga Rp 3.380.000.000, selanjutnya dibuat perjanjian kontrak kerja dan ditandatangani tanggal 4 Januari 2021 antara PT.Kencana Hijau Binalestari dan PT.Beo Ero Orien yang ditandatangani masing masing Direktur, yakni Tio Effendy Tios dengan Direktur PT.Beo Ero Orien Efrizaldi. Dari persentase pembelian mesin tersebut terdakwa mendapatkan hasil Rp 150 juta rupiah dari yang dijanjikan Rp 200 juta rupiah.

Kedua terdakwa bukanlah penentu harga mesin yang akan dibeli perusahaan tempatnya bekerja. Namun ditandatangani Direktur PT.KHB yakni, Tio Effendy Tios sedangkan dari perusahaan penjual ditandatangani Direktur Efrizaldi. Oleh karena itu, keterlibatan kedua terdakwa tidak relevan jika dibawa ke proses persidangan, ungkap tim Penasehat Hukum terdakwa 11/9/2023.

Menyikapi keluhan dan protes tim Penasehat Hukum, JPU belum memberikan tanggapan terkait hal tersebut.

Penulis : P.Sianturi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *