Jakarta ,Kabarone.com,-Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara, pimpinan Yamto Susena, didampingi Hakim Anggota Eri Iriawan, Waskita, dimohon Jaksa Penuntut Umum Doni Boy, agar menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa Wayu Sulistyowati Binti Satiyar. Hal itu disampaikan JPU dalam persidangan agenda Pendapat Penuntut Umum atau Replik atas Pledoi atau Nota Pembelaan yang diajukan terdakwa Wahyu Sulistyowati Binti Eko Satiyar, di PN Jakarta Utara, 29/8/224.
Menurut JPU, baik Hakim, Penuntut Umum, dan Penasehat Hukum Terdakwa adalah sama-sama menjalankan fungsinya sebagai penegak hukum yang berupaya menerapkan prinsip-prinsip keadilan dalam peradilan pidana. Sedangkan posisi masing-masing aktor tersebut berbeda, seperti yang dinyatakan oleh Prof. Dr. M. Trapman sebagai berikut: Penuntut Umum mempunyai pertimbangan yang subyektif dalam posisi yang obyektif. Hakim mempunyai pertimbangan yang obyektif dalam posisi yang obyektif dan Penasihat Hukum mempunyai pertimbangan yang obyektif dalam posisi yang subyektif, sementara Terdakwa mempunyai pertimbangan subyektif dalam posisi yang subyektif. (Prof. Mr. Van Bemmelen, Leerboek van Het Nederland Strafprocesrecht, hal. 132, 6e Herziene Druk)
Atas dasar pandangan tersebut, menurut JPU maka jika pandangan kami dalam menanggapi nota pembelaan dari Terdakwa ini berbeda dari apa yang sudah diuraikan oleh Terdakwa dalam Nota Pembelaannya (Pledoi), hal ini kami dasarkan pada Surat Tuntutan, dengan menunggu masukan atau feat back dari terdakwa. Namun hal ini bukanlah sekedar untuk berbeda saja, melainkan memang sungguh demikian seharusnya menurut hukum. Dengan demikian, diharapkan apa yang akan kami sampaikan ini dapat membantu Majelis Hakim yang terhormat untuk memperoleh segala informasi, pandangan, analisa fakta dan yuridis yang diperlukan untuk mengambil putusan yang berkeadilan dengan tetap berdasarkan pada Legal Justice, Moral Justice dan Social Justice, seperti yang diikrarkan di awal persidangan ini dilaksanakan, yakni; ”Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, ungkap JPU.
Dalam tanggapan JPU disebutkan, Nota Pembelaan atau Pledoi dari Terdakwa yang dalam permohonannya menyebutkan Proses Hukum harus ditegakkan demi asas Kepastian Hukum dari seluruh dakwaan dan tuntutan pidana dengan alasan sebagai berikut :
Bahwa hubungan hukum yang terjadi antara terdakwa dengan saksi korban Nenden Hasanah merupakan peristiwa hukum keperdataan.
Bahwa tidak ada niatan dari terdakwa untuk melakukan peristiwa hukum sebagaimana yang didakwakan oleh JPU dalam surat dakwaan maupun surat tuntutannya melainkan terdakwa berusaha memperbaiki hubungan bisnisnya dengan saksi korban.
Bahwa yang menjadi dasar adanya perkara a quo adalah kelalaian suami terdakwa atau terdakwa dalam memenuhi prestasi dalam perjanjian. Bahwa adapun salah satu alat bukti yang menandakan dalam perkara ini adalah peristiwa keperdataan adalah adanya alat bukti saksi dan surat. Bahwa sampai saat ini bisnis jual beli minyak goreng tersebut masih berjalan sesuai dengan sistem binsnis yang telah disepakati bersama.
Menanggapi Pembelaan Terdakwa, JPU menyampaikan, pada prinsipnya tetap pada tuntutan yang memohon agar terdakwa dihukum selama 2 tahun dan 6 bulan penjara, dalam perkara Penipuan. Berdasarkan keterangan para saksi saksi yang terungkap dalam persidangan dan alat bukti dan barang bukti menyatakan bahwa perbuatan terdakwa Wahyu telah terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar hukum. Oleh karenanya, Majelis Hakim dimohon agar menghukum terdakwa sebagaimana tuntutan yang telah dibacakan sebelumnya.
Dalam persidangan terungkap, terdakwa mengatakan kepada korban untuk membeli minyak goreng sebanyak 1 (satu) Cointaner yang berisikan 2.200 (dua ribu dua ratus) karton minyak goreng merek Tropical di PT.Rajawali dan harga per kartonnya Rp 175.000, dengan total modal Rp 385.000.000. Kemudian terdakwa menawarkan keuntungan kepada korban 5 % dalam 2-3 hari, karena modalnya terlalu besar maka korban menyanggupi hanya setengah yakni sebanyak 1.100,- (seribu seratus) karton dengan modal sebesar Rp 192.493.000, dan korban menyerahkan modal tersebut kepada terdakwa melalui transfer.
Setelah terdakwa menerima uang dari saksi korban sebesar Rp 192.493.000, terdakwa menggunakan uang tersebut untuk kepentingan pribadi terdakwa dan bukan untuk membeli minyak goreng sebagaimana disebutkan kepada saksi korban lalu terdakwa memberikan keuntungan kepada saksi korban sebesar Rp 13.650.000, yang digunakan dari uang modal dari saksi korban dengan tujuan agar sewaktu terdakwa meminta modal maka saksi korban percaya.
Pada 21 Oktober 2021, terdakwa meminta modal untuk membeli minyak goreng di PT.TANI HUB sebesar Rp 50.000.000, dan menjanjikan keuntungan sebesar 5 % dalam 2-3 hari dan setelah saksi korban memberikan modal sebesar Rp 50.000.000, kemudian terdakwa memberikan keuntungan kepada saksi korban sebesar Rp 3.270.000, yang mana uang tersebut diambil dari modal yang diberikan oleh saksi korban.
Benar pada tanggal 28 Oktober 2021, terdakwa datang kerumah saksi korban dan mengatakan untuk pesanan sebanyak 1.100,-karton mengalami kenaikan harga sehingga terdakwa meminta tambahan sebesar Rp 16.500.000, dan beberapa hari kemudian terdakwa datang kerumah saksi korban dan mengatakan bahwa PT.TANI HUB memesan kembali kepada terdakwa dengan jumlah yang banyak sehingga terdakwa meminta modal kepada saksi korban sebesar Rp 300.000.000, namun saksi korban memberikan sebesar Rp 100.000.000, yang ditransfer ke rekening terdakwa dan tanggal 31 Oktober 2021 terdakwa memberikan keuntungan kepada saksi korban sebesar Rp 10.000.000, dimana uang tersebut berasal dari modal yang diberikan saksi korban.
Pada awal bulan November 2021, terdakwa meminta modal untuk PO pembelian minyak goreng Lazata kemudian saksi korban memberikan sebesar Rp 50.000.000, dan setelah terdakwa menerima uang tersebut terdakwa mengatakan kalau minyak goreng Lazata tersebut tidak jelas sehingga terdakwa tidak memberikan keuntungan dan terdakwa mengatakan uangnya akan digunakan untuk membeli minyak goreng merek lain.
Terdakwa telah menerima uang dari saksi korban sebesar Rp 408.993.500, dan uang tersebut tidak digunakan untuk modal pembelian minyak goreng melainkan untuk kepentingan terdakwa lalu keuntungan yang diberikan oleh terdakwa tersebut berasal dari modal yang diberikan saksi korban dengan tujuan agar saksi korban mau memberikan modal apabila terdakwa memintanya sehingga akibat perbuatan terdakwa tersebut, saksi korban Nenden Hasanah mengalami kerugian sekitar Rp 408.993.500.
Dari uraian tersebut diatas, maka niat jahat terdakwa yang menjanjikan keuntungan kepada korban agar mau menyerahkan modal kepada terdakwa dan setelah korban memberikan modal kepada terdakwa dan agar korban percaya maka terdakwa memberikan keuntungan yang diambil dari modal milik saksi korban, kemudian terdakwa mengatakan ada PO dari PT.TANI HUB dan meminta modal kepada korban dan ternyata PT.TANI HUB tersebut adalah fiktif dan hal tersebut adalah salah satu tipu daya terdakwa untuk memperdaya korban agar mau memberikan modal. Benar terdakwa memberikan keuntungan kepada korban namun keuntungan tersebut adalah uang dari modal yang diberikan korban kepada terdakwa supaya korban tertarik dan memberikan modal yang lebih besar.
Bahwa dari rangkaian perbuatan terdakwa tersebut maka kami berkesimpulan bahwa perkara a quo bukanlah perkara keperdataan sebagaimana yang diuraikan oleh Penasehat Hukum Terdakwa dan alasan yang disebutkan oleh Penasehat Hukum Terdakwa dalam nota pembelaannya hanya berupa asumsi yang berasal dari keterangan terdakwa tanpa bukti yang nyata sehingga kami menolak seluruh nota pembelaan dari Penasehat Hukum Terdakwa.
Lebih lanjut JPU menyampaikan, prinsipnya kami selaku Penuntut Umum tetap pada tuntutan semula bahwasanya terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana kami uraikan dalam surat tuntutan kami dimana kami Penuntut Umum telah mengajukan alat bukti sesuai ketentuan pasal 184 KUHAP dan telah memenuhi syarat minimal pembuktian. Oleh karena itu, berdasarkan hal-hal yang kami uraikan di atas kami memohon kiranya Majelis Hakim yang terhormat berkenan menjatuhkan putusan yang seadil adilnya, ucap JPU.
Penulis : P.Sianturi