SEMARANG,kabarone.com – Salah satu tokoh Nahdlatul Ulama (NU) Jawa Tengah, Ady Setiawan, menyatakan kesiapaannya untuk maju di Pilkada Kabupaten Brebes 2024.
Keputusannya ini pun tak lain karena hatinya tergerak untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat akibat munculnya fenomena kotak kosong yang mengundang keprihatinan, terutama di kalangan kyai dan warga nahdliyin.
Sebelumnya, Pilkada Kabupaten Brebes 2024 hanya diikuti oleh satu pasangan calon atau melawan kotak kosong. Namun situasi berubah setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) membuka perpanjangan pendaftaran calon Bupati dan Wakil Bupati Brebes, yang berlangsung dari 2 hingga 4 September 2024.
Ady Setiawan yang yang memiliki rekam jejak panjang dalam dunia organisasi, memimpin Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU) Jawa Tengah dan kini menjadi pengurus Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama (LKKNU), kini siap untuk bertarung di Pilkada Brebes 2024.
“Bagi saya, Brebes lebih dari sekadar kotak kosong. Ini adalah tanah yang penuh harapan, tanah yang harus dihidupi dengan semangat keadilan dan kesejahteraan,” ujar Ady Setiawan, mengenang asal usul nama Brebes yang berasal dari kata “bara” dan “basah”.
Bara, yang berarti tanah datar yang luas, dan basah, yang berarti mengandung air, menjadi simbol potensial dari Brebes yang harus terus digali.
Baginya, untuk maju dalam Pilkada bukanlah langkah yang ringan. Banyak orang di sekitarnya merasa ragu, namun Ady melihatnya sebagai panggilan untuk memperbaiki demokrasi yang dirasakannya mulai kehilangan ruh di Kabupaten Brebes.
“Fenomena kotak kosong ini sungguh menyedihkan. Bagi saya, demokrasi adalah hak setiap orang, dan saya merasa bertanggung jawab untuk memastikan suara masyarakat Brebes tidak teredam,” ungkap Ady Setiawan, Selasa (03/09/2024)
Fenomena kotak kosong ini pula mengundang kekhawatiran banyak pihak, salah satunya yang dirasakan Andri Yono, Ketua Partai Prima Kabupaten Brebes. Andri bersama mesin partainya telah melancarkan gerakan untuk memenangkan kotak kosong sebagai bentuk protes atas kondisi demokrasi yang dianggapnya mati itu.
“Kami kecewan karena merasa dipaksa tidak ada pilihan. Semua partai besar yang notabene harus menunjukkan eksistensinya malah membiarkan demokrasi tidak berjalan. Demokrasi seharusnya menjadi alat rakyat untuk menentukan masa depannya, bukan sekadar formalitas,” kata Andri dengan penuh keprihatinan.
Tak hanya fenomena kotak kosong tersebut, jauh sebelumnya mayoritas masyarakat Kabupaten Brebes telah menyatakan sikap menolak mendukung kepala daerah dari sosok perempuan.
Menurut Direktur Eksekutif Etos Indonesia, Iskandarsyah, menguatnya gelombang penolakan calon bupati berlatar belakang perempuan itu karena selama dua periode kepemimpinan Idza Priyanti angka kemiskinan tetap tinggi dan hasil pembangunan dinilai masih tertinggal jauh dibanding daerah lainnya di Jawa Tengah.
“Berdasarkan data yang kami dapatkan, sejak tahun 2019 angka kemiskinan di Kabupaten Brebes mencapai 16 persen. Saat terjadi pandemi Covid tahun 2020, jumlah masyarakat miskin malah meningkat menjadi 17 persen,” bebernya.
Meski di tahun 2024 ini turun menjadi 15 persen, kata dia, angka itu masih jauh dari target nasional 11 persen. Artinya, meskipun bupatinya dari perempuan ternyata kurang memahmi kebutuhan dasar warganya.
Kini, dengan kehadiran sosok Ady Setiawan sebagai penantang pasangan Paramitha-Wurja, Pilkada Brebes 2024 dipastikan akan berlangsung lebih dinamis dan kompetitif.
Ady Setiawan dinilai membawa harapan baru bagi warga Brebes, sekaligus menjadi simbol perlawanan terhadap fenomena kotak kosong yang dinilai mencederai prinsip-prinsip demokrasi.
Warga Brebes pun kini memiliki pilihan yang jelas dalam menentukan masa depan kabupaten mereka.
“Ini bukan sekadar kompetisi, tetapi sebuah misi untuk mengembalikan harapan dan keadilan bagi Brebes,” pungkas Ady Setiawan.
AMR