Bangka, Kabar One – Seorang warga Belinyu, Kecamatan Belinyu, Kabupaten Bangka kembali menghubungi media ini dan menyampaikan bahwa penambangan timah liar dengan sistim ponton apung rajuk yang menghantam kawasan hutan konservasi Sungai Rumpak, Kampung Pudak, Dusun Mengkubung, Desa Riding Panjang masih terus menggila.
“Saya pada Jum’at (11/10/2024) ini kembali ke kawasan Sungai Rumpak. Berdiri dipinggiran sungai, ternyata gemuruh bunyi mesin tambang makin menderu, yang menandakan kegiatan masih terus jalan tanpa hambatan. ” Ujar warga tersebut dan minta nama tidak disebutkan.
Terkait hal ini, pihaknya akan segera berkonsultasi dengan sejumlah nelayan Belinyu yang dirugikan terkait persoalan makin maraknya penambangan timah liar tersebut, dan akan dibawa kemana masalah ini.
“Tindakan apa yang akan diambil, seperti pelaporan kepada sejumlah pihak Instansi berwenang, kami masih berkonsultasi dengan pihak nelayan.”Ujar warga tersebut.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, saat tim wartawan berkunjung kelokasi penambangan, terdapat sekitar 50-an unit ponton tambang timah apung rajuk yang menghancurkan kawasan hutan bakau Sungai Rumpak.
Maraknya pembiaran oleh aparat penegak hukum terkait kegiatan ini, sangat merugikan nelayan Belinyu dan sekitarnya.
Memet salah seorang nelayan, menyebutkan akibat adanya penambangan ini, hasil tangkapan mereka jauh berkurang.
“Kami rugi besar, tangkapan jauh berkurang, “ujar Memet. Kerugian lain, tambah Memet, terkait mudahnya jaring menjadi rusak.
“Jenis jaring yang kami gunakan jaring hanyut. Akibat banyaknya patahan kayu stik rajuk penambang, jaring kami tersangkut dan robek. “Jelas Memet.
“Biasanya untuk jaring, dapat bertahan hingga 6 bulan. Namun dengan kondisi sekarang, cuma 2 kali dipakai, harus diganti lagi, ujar nelayan lain yaitu Agoi.
Para nelayan ini, tangkapan utamanya adalah udang. Namun karena kondisi air kotor dan bersampah yang tersangkut pada jaring, mengakibatkan hasil sangat sedikit.
“Jaring kami banyak tersangkut kotoran tambang, tangkapan jadi sedikit. Selain itu, karena kondisi hutan bakau banyak yang rusak, areal wilayah tangkapan menjadi berkurang, “papar Agoi.
Kerugian lain, jelas Agoi lagi, terjadinya pendangkalan alur perahu nelayan karena timbunan limbah tambang (tailing).
“Limbah tailing menyebabkan pendangkalan alur sungai. Perahu kami, terutama saat air surut, jadi susah lewat. “Kata Agoi.
Kondisi ini, lanjut Agoi lagi, menyebabkan banyak nelayan lain tidak mau menjaring lagi. “Bahkan sejumlah nelayan tak mau lagi turun, “ujar Agoi pada Rabu (9/10/2024).
Agoi dan Memet merupakan nelayan Desa Riding Panjang yang tergabung dalam Kelompok Nelayan Batu Malan Ijuk dan telah terdaftar di Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bangka.
Menurut nelayan tersebut, para penambang ini dari hari kehari terus membandel. Padahal dalam seminggu ini sudah 2 kali didatangi rombongan polisi air Babel, tetapi kegiatan terus jalan.
“Dalam seminggu ini, kegiatan ini sudah 2 kali didatangi polisi air. Terakhir Hari Sabtu tadi, “ujar Agoi.
Bahkan, lanjut Agoi, pada Hari Sabtu lalu, rombongan polisi air (Ditpolair) turut didampingi sejumlah nelayan mendatangi lokasi.
“Sabtu lalu, rombongan polisi air yang berjumlah puluhan orang personil, bersama nelayan turut kelokasi. Mereka datang dengan 2 unit speed boat dan 1 unit tugboat, namun kegiatan masih belum juga berhenti, “sesal Agoi. (Hardi)