Oleh ARTHUR N ,SH
Kabarone.com, Jakarta – Untuk membasmi pungli. sebagaimana dicanangkan presiden Jokowidodo, bahwa masyarakat diminta awasi gerak gerik pejabat negara yang lakukan Pungli.
adalah Tepat sebab selama ini yang menajdi sasaran Pungli tak lain adalah masyarakat, lalu bagaimana mengetahui sepak terjang jalannya Pungli dalakukan oleh stake holdernya tentu juga kembali ke masyarakat. dengan berbagai alibi, pengalihan kata , seolah perbuatan itu sah dan lain sebaginya para pelaku pungli tiap hari makin nekad terjang aturan.
Tingginya tingkat ketidakpastian pelayanan sebagai akibat adanya prosedur pelayanan yang panjang dan melelahkan menjadi penyebab dari semakin banyaknya masyarakat yang menyerah ketika berhadapan dengan pelayanan publik yang korupsi.
Hal ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan masyarakat cenderung semakin toleran terhadap praktik pungutan liar dalam penyelenggaraan pelayanan publik , dengan cara membenarkan cara mereka sendiri, dalil dan jurus ngeles pun dilakukan bahkan alasan tak masuk akalpun diucapkan tanpa rasa malu, bahwa apa yang merka lakukan adalah pelanggaran hukum, kaya bakul saja jenis pungli dilakukan dari Hilir sampai hulu, ujung ujungnya adalah penindasan dan premanisme , akibat dari Pungli, dampak keuangan negara hancur, tatanan bernegara rusak, birokrasi dengan layanan yang berbelit be lit dijadikan tameng Pungli, sesuatu yang urusannya mudah dipersulit dengan harapan para korban mengeluarkan uang .
Bila dicermati perkembangan produk-produk legislatif di Indonesia hampir semuanya mencantumkan sanksi pidana.
Pencantuman sanksi pidana tersebut dimaksudkan untuk memberikan efek penjeraan (detterent) bagi pelaku tindak pidana, hal ini sah-sah saja dilakukan asalkan tujuan tersebut dapat diterapkan dengan effektif dan effisien.
Akan tetapi yang patut untuk dicermati adalah ide dasar dari pencantuman sanksi pidana tersebut, apakah memang benar-benar di perlukan ataukah justru membuat suatu peraturan akan menghadapi kendala-kendala dalam penerapan dilapangan, terutama dalam upaya penanggulangan kejahatan, karena selama ini seakan –akan ada kesan bahwa suatu undang-undang dianggap “tidak punya gigi” apabila tidak disertai dengan sanksi pidana. terjadinya tindak pidana tidak bisa dilihat semata-mata bahwa tindakan tersebut memenuhi rumusan-rumusan dalam pasal-pasal suatu undang-undang, akan tetapi yang lebih penting dilihat adalah alasan penentuan suatu tindakan dapat dikatakan sebagai suatu tindak pidana, karena itu sebelum mencantumkan sanksi pidana haruslah diingat bahwa faktor penyebab terjadinya tindak pidana sangat kompleks. (*)
KOTABARU,kabarOne.com- Diduga akibat korsleting listrik, sebuah rumah ludes terbakar di Desa Gunung Sari, RT 006…
KOTABARU,kabarOne.com- Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) merupakan produk daerah atau perda yang sudah disepakati…
LAMONGAN, Kabar One.com- Tim Inspektorat Pembantu (Irban) wilayah Kabupaten Lamongan segera memeriksa 6 (enam) Kepala…
JAKARTA, Kabar One.com : Dalam rangka mengantisipasi banjir saat memasuki musim penghujan, Pemprov DKI Jakarta…
Jakarta, Kabarone.com,-Terdakwa TM Hawari yang didakwa bersama-sama dengan Ir. Dwi Dharma Sugari, Candra Setiawan (sidang…
Jakarta, KABARONE : Ketua Pengadilan Tinggi Makassar Dr. H. Zainuddin, S.H., M.Hum. mengharafkan Komisi III…