Tanah Ulayat

Hukum632 views

Jakarta,Kabarone.com – Tanah Ulayat adalah tanah bersama para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan.

1.Hak penguasaan atas tanah masyarakat hukum adat dikenal dengan Hak Ulayat.
Hak ulayat merupakan serangkaian wewenang dan kewajiban suatu masyarakat hukum adat, yang berhubungan dengan tanah yang terletak dalam lingkungan wilayahnya.

UU No. 5 Tahun 1960 atau UU Pokok Agraria (UUPA) mengakui adanya Hak Ulayat.
Pengakuan itu disertai dengan 2 (dua) syarat yaitu mengenai Eksistensinya dan mengenai pelaksanaannya.

Berdasarkan pasal 3 UUPA, hak ulayat diakui “sepanjang menurut kenyataannya masih ada”.

Dengan demikian, tanah ulayat tidak dapat dialihkan menjadi tanah hak milik apabila tanah ulayat tesebut menurut kenyataan masih ada, misalnya dibuktikan dengan adanya masyarakat hukum adat bersangkutan atau kepala adat bersangkutan.

Maka sebaliknya, tanah ulayat dapat dialihkan menjadi tanah hak milik apabila tanah ulayat tersebut menurut kenyataannya tidak ada atau statusnya sudah berubah menjadi “bekas tanah ulayat”.

2.Status tanah ulayat dapat dijadikan sebagai hak milik perorangan apabila status tanah ulayat tersebut sudah menjadi “tanah negara”. Tanah bekas ulayat merupakan tanah yang tidak dihaki lagi oleh masyarakat hukum adat, untuk itu berdasarkan UUPA tanah tersebut secara otomatis dikuasai langsung oleh negara.

Dalam praktik administrasi digunakan sebutan tanah negara.
Tanah negara itulah yang dapat dialihkan menjadi hak milik perseorangan.

3.Tanah Ulayat dapat diubah statusnya menjadi hak milik perseorangan apabila tanah tersebut sudah menjadi tanah negara seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

Tata cara peralihan hak atas tanah negara menjadi hak milik diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1999 (Permenag/KBPN No. 9/1999).
Menurut pasal 9 ayat (1) jo. pasal 11 Permenag/KBPN No. 9/1999, Permohonan Hak Milik atas tanah negara diajukan secara tertulis kepada Menteri melalui Kepala Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan. Permohonan tersebut memuat (pasal 9 ayat (2) Permenag/KBPN No. 9 Tahun 1999):

1.Keterangan mengenai pemohon:
a.Apabila perorangan: nama, umur, kewarganegaraan, tempat tinggal dan pekerjaannya serta keterangan mengenai istri/suami dan anaknya yang masih menjadi tanggungannya;
b.Apabila badan hukum: nama, tempat kedudukan, akta atau peraturan pendiriannya, tanggal dan nomor surat keputusan pengesahan oleh Pejabat yang berwenang tentang penunjukannya sebagai badan hukum yang dapat mempunyai hak milik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.Keterangan mengenai tanahnya yang meliputi data yuridis dan data fisik;
a.Dasar penguasaan atau alas haknya, dalam hal ini bisa berupa girik atau surat – surat bukti perolehan tanah lainnya;
b.Letak, batas – batas dan luasnya;

c.Jenis tanah (pertanian/non pertanian); d.Rencana penggunaan tanah;

e.Status tanahnya, dalam hal ini adalah tanah Negara.

3.Lain – lain:
a.Keterangan mengenai jumlah bidang, luas dan status tanah – tanah yang dimiliki oleh pemohon, termasuk bidang tanah yang dimohon;
b.Keterangan lain yang dianggap perlu.
Selain itu, permohonan hak milik tersebut juga diikuti dengan lampiran sesuai pasal 10 Permenag/KBPN No. 9 Tahun 1999 yakni sebagai berikut:

1.Mengenai pemohon:

a.Jika perorangan: foto copy surat bukti identitas, surat bukti kewarganegaraan Republik Indonesia.
b.Jika badan hukum: fotocopy akta atau peraturan pendiriannya dan salinan surat keputusan penunjukannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundan-undangan yang berlaku.
2.Mengenai tanahnya:
a. Data yuridis, dalam hal ini sertifikat, girik atau surat – surat bukti perolehan tanah lainnya;
b.Data fisik (apabila ada) surat ukur, gambar situasi dan IMB;
c.Surat lain yang dianggap perlu.
3.Surat pernyataan pemohon mengenai jumlah bidang, luas dan status tanah – tanah yang dimiliki oleh pemohon, termasuk bidang tanah yang dimohon.

Dasar hukum:
Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pendaftaran Hak Atas Negara dan Hak Pengolahan.

Gerai Hukum berpendapat bahwa ,Tanah Ulayat diartikan sebagai tanah bersama para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan.
Hak penguasaan atas tanah masyarakat hukum adat dikenal dengan Hak Ulayat.
Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan:
Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.

Hak Ulayat merupakan serangkaian wewenang dan kewajiban suatu masyarakat hukum adat, yang berhubungan dengan tanah yang terletak dalam lingkungan wilayahnya. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (“UUPA”) mengakui adanya Hak Ulayat. Pengakuan itu disertai dengan 2 (dua) syarat yaitu mengenai eksistensinya dan mengenai pelaksanaannya. Berdasarkan Pasal 3 UUPA, Hak Ulayat diakui “sepanjang menurut kenyataannya masih ada”.

Dominikus Rato dalam bukunya Hukum Benda dan Harta Kekayaan Adat (hal. 122) Menjelaskan bahwa sebagaimana diketahui istilah hak ulayat dalam UUPA itu tidak dikenal dalam hukum adat masyarakat hukum adat di luar Minangkabau, seperti Kalimantan Tengah pada Masyarakat adat Dayak.

Jika orang menggunakan istilah hak ulayat, itu karena mendengar para ahli hukum atau para penegak hukum menggunakan istilah itu.
Akan tetapi, telah jelas, tegas, dan pasti bahwa dalam konsep hukum positif, hak ulayat telah menjadi konsep hukum atau norma hukum positif dalam hukum agraria Indonesia.
Jadi, hak penguasaan atas tanah oleh masyarakat hukum adat dikenal dengan Hak Ulayat.

Hak ulayat merupakan serangkaian wewenang dan kewajiban suatu masyarakat hukum adat, yang berhubungan dengan tanah yang terletak dalam lingkungan wilayahnya.

Hak ulayat ini diatur serta diakui dalam peraturan perundang-undangan di bidang agraria.
Jenis-Jenis Hak Ulayat
Mengenai hak ulayat dalam Peraturan Daerah dan istilah hak ulayat dikenal dalam masyarakat hukum adat Minangkabau, maka kami merujuk pada Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat Nomor 16 Tahun 2008 tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya (“Perda Sumbar 16/2008”) yang menyatakan bahwa ada beberapa jenis tanah ulayat, yaitu:
a.Tanah ulayat nagari
b.Tanah ulayat suku
c.Tanah ulayat kaum
d.Tanah ulayat rajo

a.Tanah ulayat nagari adalah tanah ulayat beserta sumber daya alam yang ada di atas dan di dalamnya merupakan hak penguasaan oleh ninik mamak kerapatan adat nagari (“KAN”) dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat nagari, sedangkan pemerintahan nagari bertindak sebagai pihak yang mengatur untuk pemanfaatannya.
Tanah ulayat nagari berkedudukan sebagai tanah cadangan masyarakat adat nagari, penguasaan serta pengaturannya dilakukan oleh ninik mamak KAN bersama pemerintahan nagari dengan adat minangkabau dan dapat dituangkan dalam peraturan nagari.
b.Tanah ulayat suku adalah hak milik atas sebidang tanah berserta sumber daya alam yang berada diatasnya dan didalamnya merupakan hak milik kolektif semua anggota suku tertentu yang penguasaan dan pemanfaatannya diatur oleh penghulu-penghulu suku.
Tanah ulayat suku berkedudukan sebagai tanah cadangan bagi anggota suku tertentu di nagari, penguasaan dan pengaturannya dilakukan oleh penghulu suku berdasarkan musyawarah mufakat dengan anggota suku sesuai dengan hukum adat minangkabau.
c.Tanah ulayat kaum adalah hak milik atas sebidang tanah beserta sumber daya alam yang ada diatas dan didalamnya merupakan hak milik semua anggota kaum yang terdiri dari jurai/paruik yang penguasaan dan pemanfaatannya diatur oleh mamak jurai/mamak kepala waris.
Sementara itu, tanah ulayat kaum berkedudukan sebagai tanah garapan dengan status ganggam bauntuak pagang bamansiang oleh anggota kaum yang pengaturannya dilakukan oleh ninik mamak kepala waris sesuai dengan hukum adat minangkabau.
d.Tanah ulayat rajo adalah hak milik atas sebidang tanah beserta sumber daya alam yang ada diatas dan didalamnya yang penguasaan dan pemanfaatannya diatur oleh laki-laki tertua dari garis keturunan ibu yang saat ini masih hidup disebagian Nagari di Propinsi Sumatra Barat.
Tanah ulayat rajo berkedudukan sebagai tanah garapan dengan status ganggam bauntuk pagang bamansinag oleh anggota kaum kerabat pewaris rajo yang pengaturannya dilakukan oleh laki-laki tertua pewaris rajo sesuai hukum adat minangkabau.

Gerai Hukum by Arthur Nokia,SH.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *