Majelis Hakim dan JPU Perkara Pembunuhan Siswa STIP Diminta Jangan Main Api dan Air Menyidangkan Hilangnya Nyawa Orang

Nasional95 views

Jakarta ,Kabarone.co,-Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron yang mendampingi terdakwa dugaan pembunuhan siswa Sekolah Tinggi Pelayaran (STIP) Marunda Cilincing Jakarta Utara, meminta kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara dan Jaksa Penuntut Umum, supaya menghadirkan saksi WJP alias Wilyam dalam persidangan.

Permintaan menghadirkan saksi Wilyam dalam persidangan disampaikan Penasehat Hukum terdakwa Tegar Rafi Sanjaya Bin Surya Admaja, dari Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron. Kepada Majelis Hakim yang dipimpin Ibrahim Palino didampingi anggota Majelis Hakim Edi Junaedi dan Yamto Susena, Penasehat Hukum menyampaikan, “Ijin Majelis, dalam perkara ini kami meminta agar saksi Wilyam dihadirkan untuk memberikan keterangan, karena yang bersangkutan ada dalam berkas perkara”, ungkap Penasehat Hukum, 31/10/2024.

Menjawab permohonan tim Penasehat Hukum, pimpinan Majelis Hakim yang juga Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara itu, seolah olah tidak rela dengan permintaan Penasehat Hukum. Pimpinan sidang Ibrahim Palino mengatakan dengan bahasa atau kalimat yang kurang jelas “iya nanti akan dihadirkan, ucapnya.

Saat di klarifikasi terkait pemanggilan saksi Wilyam, tim Penasehat Hukum terdakwa Tegar RS menyampaikan, bahwa saksi WJP atau Wilyam berperan dan berada di lokasi kejadian pembunuhan. Ada pembicaraan yang disampaikan saksi saat terjadi pemukulan terhadap korban. Yang bersangkutan juga telah dijadikan sebagai tersangka, sehingga supaya perkara pembunuhan ini terang benderang.

Kalau di tersangkan dalam kasus pembunuhan harus disidangkan dan dihadirkan sebagai saksi ke persidangan. Siapa itu Wilyam, tidak boleh terduga pelaku yang dilepas dan ditutup tutupi. Oleh karena itu, yang bersangkutan harus dihadirkan memberikan keterangan di persidangan. Jika Majelis Hakim dan Jaksa Penuntut Umum tidak menghadirkan saksi Wilyam dalam persidangan ini, kami selaku tim Penasehat Hukum akan mengirim surat ke seluruh pimpinan instansi yang berkaitan dalam perkara ini.

“Tim Penasehat Hukum mengingatkan, ini terkait hilangnya nyawa orang lain karena pembunuhan, sehingga penegak hukum jangan bermain api dan air. Kalau bermain api akan hangus terbakar dan kalau bermain air akan hanyut tenggelam, biarlah semua terbuka dalam persidangan”, ungkap tim Penasehat Hukum Mulyadi, Sihombing usai persidangan, 31/10/2024.

Untuk diketahui, nama Wilyam yang juga siswa tingkat II di STIP Marunda Jakarta itu, telah dijadikan tersangka bersama sama tiga temannya satu sekolah, yakni TRS, FA alias A, KAK alias K. Penyidikan Polres Jakarta Utara, menyebutkan Wilyam ikut berperan dalam kejadian pembunuhan yang mengakibatkan meninggalnya korban Putu Satria Ananta Rustika, junior tingkat I STIP Jakarta.

Tersangka Wilyam dan terdakwa Farhan Abubakar dan I kadek ada dalam satu berkas perkara sementara terdakwa Tegar Rafi S, dalam berkas tersendiri. Setelah pemberkasan di penuntutan Kejaksaan Negeri Jakarta Utara, nama Wilyam tidak lagi sebagai terdakwa alias belum dihadirkan sebagai terdakwa, pada hal temannya satu berkas perkara sudah disidangkan dalam masuk proses pemeriksaan saksi saksi.

Penghilangan nama Wilyam sebagai terdakwa diduga telah terjadi permainan “mafia hukum” dan hal itu akan menimbulkan tanda tanya dan perspektif buruk terhadap para penegak hukum Penyidik Kepolisian, Jaksa Penuntut Umum serta Hakim yang menyidangkan perkara tersebut. Peran masing masing tersangka saat di penyidikan telah diperinci demikian juga dalam berkas dakwaan JPU disebutkan peran masing masing terdakwa atas terbunuhnya korban Putu.

Ada kejanggalan dalam persidangan sebab satu tersangka dihilangkan dari dalam berkas sebagai terdakwa. Secara logika, mengapa Penyidik Kepolisian Polrestro Jakarta Utara menjadikan Wilyam sebagai tersangka kalau tidak memiliki bukti dan alat bukti yang kuat. “Penyidik Kepolisian bukan asal asalan menetapkan seseorang sebagai tersangka kalau buktinya tidak ada. Emangnya Polisi itu bodoh, Penyidik itu profesional untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka”, ungkap pengunjung sidang.

Dalam melakukan aksinya, terdakwa Tegar Rafi S, telah merasa aman karena terdakwa Farhan Abubakar (FA) menjadi pengamanan sekitar lokasi pembunuhan. Menjaga Pospit didepan pintu toilet yang menjadi tempat eksekusi terhadap korban. Sementara peran terdakwa I Kadek menunjuk korban untuk dilakukan tindakan. Tepatnya pada pukul 07.45 wib, setelah korban dan empat temannya masuk dalam toilet, terdakwa Tegar menanyakan kepada korban Siapa Nama Saya korban menjawab Tegar Rafi Sanjaya. lalu Tegar melakukan pemukulan dengan tangan kosong dikepal ke arah dada lima kali mengenai ulu hati.
Peran tersangka Wilyam dalam perkara pembunuhan tersebut, diduga merupakan provokator agar terdakwa melakukan aksi pemukulan. Tersangka Wilyam sudah berada didalam toilet bersama terdakwa lain sebelum korban dan temannya masuk disuruh ke dalam toilet ada dugaan telah direncanakan sebelumnya, sehingga lebih dulu masuk toliet baru korban digiring masuk toilet eksekusi.

Setelah terdakwa Tegar memukul korban lima kali ternyata korban tidak langsung jatuh, sehingga tersangka Wilyam mengapresiasi kepada korban dengan mengatakan “Mantap Gak Parade Rest”, karena biasanya jika seseorang mengalami tindakan pemukulan di dada langsung Parade Rest artinya (bergeser posisi atau tumbang atau istirahat di tempat).

Dalam dakwaan JPU disebutkan, para terdakwa dan siswa STIP lainnya telah mengetahui adanya aturan terkait larangan melakukan segala bentuk tindakan pemukulan, penganiayaan dan atau tindakan kekerasan di lingkungan STIP Marunda Cilincing Jakarta. Hal itu telah diatur dalam Peraturan Tertib Taruna (Pertibtar) dan para terdakwa serta Truna lainnya sudah menandatangani program anti kekerasan (Zero Violence) dalam spanduk besar yang dipasang di lapangan apel STIP Jakarta dan bisa dilihat para Taruna setiap hari.

Spanduk tersebut bertuliskan “Tidak Ada Toleransi Untuk Tindak Kekerasan”, namun terdakwa Tegar, Rafi Sanjaya, terdakwa Farhan Abubakar, I Kadek Adrian Kusuma Negara dan Wilyam tetap melakukan kekerasan fisik terhadap juniornya korban Putu SAR di areal STIP Jakarta.

Dalam sidang pemeriksaan saksi fakta yang dihadirkan JPU yakni empat teman korban yang ikut disandera para terdakwa di dalam toilet. Saksi dihadapan Majelis Hakim menerangkan sebagaimana dinyatakan dalam Berita Acara Penyidikan, yang mana adanya peran masing masing terdakwa serta peran tersangka Wilyam yang kini ditengarai telah dilepas penegak hukum.

Sebelumnya JPU, Fajar SH MH, dan Ari Sulton SH MH, usai persidangan menyampaikan, “JPU berharap seluruh saksi saksi yang ada dalam perkara ini agar memberikan keterangan yang benar supaya perkara ini terang benderang. Keterangan para saksi diharapkan dapat mengungkap siapa saja yang terlibat dalam perkara ini akan diadili, agar kedepannya tidak ada tindakan kekerasan lagi di STIP dan di setiap sekolah sekolah lain”, ungkap JPU.

Penulis : P.Sianturi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *