Kabarone.com l Bengkalis _ Kurangnya sosialisasi dan terkesan dipaksakan menjadi penyebab Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Kabupaten Bengkalis hingga hari Senin (18/5/2020) dirasakan tak optimal. Terbukti sebagian masyarakat tidak tahu apa yang diperbolehkan dan apa yang dilarang selama PSBB diterapkan.
Tidak optimalnya penerapan PSBB, khususnya di Kota Bengkalis dapat dilihat dari aktifitas masyarakat yang tidak jauh berbeda dari hari-hari sebelumnya. Hampir semua toko buka seperti biasa baik itu kedai kopi, toko sembako, toko harian/kelontong, toko alat listrik, toko besi dan bangunan, toko pupuk, pasar, toko buah dan sayuran, dan toko perhiasan.
Kemudian toko jam, toko kaca/aluminium, toko alat olahraga/pancing, toko kacamata, toko variasi/dealer motor, toko mainan anak, toko buku, alat tulis dan foto kopi, toko barang bekas, toko barang pecah belah, salon/pangkas rambut, dan pakaian.
Padahal berdasarkan Perbup Nomor 39 Tahun 2020 tentang panduan bagi penerapan PSBB di Kabupaten Bengkalis toko yang tidak berhubungan dengan bahan dan barang pangan atau kebutuhan pokok serta barang penting tidak boleh melaksanakan kegiatan selama PSBB berlangsung.
Kemudian untuk transportasi juga masih seperti hari-hari biasa. Tidak ada pemblokiran jalan-jalan utama, kendaraan roda dua berboncengan dengan mudah ditemukan di jalanan. Bahkan masyarakat tak terhitung jumlahnya berseliweran tanpa menggunakan masker. Nyaris sama seperti hari-hari biasa, tidak ada pengawasan, tidak ada teguran dari Tim Gugus Covid-19 apalagi penindakan.
Mirisnya lagi, sebagian besar pemilik toko tidak tahu apa-apa saja yang dilarang untuk dilakukan dan apa yang diperbolehkan. “Informasinya tak ada sampai ke kita, jadi kita tetap bukalah,” ujar salah seorang pemilik salon yang enggan namanya di ekspos.
Hal senada diungkapkan pemilik usaha pangkas rambut. Pria yang akrab disapa Anto ini juga mengaku tidak tahu apa saja yang dilarang. “Kalau pangkas rambut dilarang, tentu harus jelas hitung-hitungnya. Saya mau saja tutup, tapi kompensasinya tentu harus ada,” ujarnya.
Ketidaktahuan sebagian besar pemilik usaha dinilai wajar karena selain penerapannya yang terkesan mendadak, juga kurang sosialisasi. Sosialisasi hanya dilakukan secara terbatas, tidak langsung turun ke banyak titik dan juga tidak melibatkan media massa sebagai partner.
“Penerapan PSBB ini kan terkesan dipaksakan, sosialisasinya pun seadanya jadi banyak juga yang tidak tahu. Seharusnya (sosialisasi,red) lebih gencar lagi dengan memanfaatkan semua komponen yang ada, termasuk media massa,” ujar salah seorang pengamat media, Indra Jaya saat dimintai tanggapannya.
Bahkan, sambung pria yang akrab disapa Pak De ini, KPK sendiri dalam website resminya menyampaikan pentingnya pemberdayaan media massa lokal sebagai salah satu pilar pengawasan dalam program penanganan covid-19.
“Di situ KPK menyampaikan bahwa partisipasi media massa di daerah penting. Tidak saja dalam kerangka pengawasan, tetapi juga bisa menjadi sarana keterbukaan informasi mengenai penanganan pemerintah daerah di masa pandemi ini,” ujarnya.***(bks/kbr1)