Kades Pinjam Uang Berbunga Untuk Tebus Raskin?

Kabarone.com, Konut – Program Pemerintah Pusat melalui Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (KEMENKOSKESRA) berupa Beras Miskin (RASKIN) di Kabupaten Konawe Utara dinilai tak berjalan sesuai harapan. Pasalnya harga Raskin yang ditetapkan oleh Pemerintah pusat dengan harga Rp.1.600,-/kilogram, oleh sejumlah kepala desa dijual dengan cara diliter, bahkan adapula yang menjualnya dengan harga Rp.40.000,- sampai Rp.50.000,-/kilogram dengan berbagaimacam alasan.

Raskin yang digelontorkan oleh Pemerintah pusat untuk setiap Rumah Tangga Sasaran – Penerima Manfaat (RTS-PM) setiap bulannya adalah 15 kilogram dengan harga Rp.1.600,- /kilogram. Jadi yang harus dibayar oleh keluarga miskin (RTS-PM) adalah Rp.24.000,-/saknya.

Akan tetapi di kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara lain yang terjadi, justru harga tersebut tak dilakukan oleh para penyalur Raskin. Melalui para Kepala Desa masing-masing dibantu aparatnya Raskin dijual dengan harga diatas dari ketetapan Pemerintah pusat.

Sejumlah kepala desa di daerah ini yang ditemui wartawan Media ini mengungkapkan, bahwa,” Raskin yang kami terima di desa kami sebelum kami cairkan (ambil) dari Bulog terlebih dahulu harganya harus kami tebus, sementara warga tak punya dana tebus sehingga kami selaku pemerintah desa bersama warga sepakat untuk melakukan pertemuan dan menghasilkan kesepakatan bahwa Raskin dibayar setelah datang di desa,” kata salah satu kepala desa saat ditemui di kediamannya.

Menurutnya, Raskin di Bulog tak bisa dibawa sebelum ditebus. “Sedangkan kami dari Desa tak memiliki dana tebus Raskin, sehingga tak ada cara lain selain melakukan kesepakatan dengan warga yaitu meminjam UANG BERBUNGA sehingga kesepakatan kami dengan warga disetujui jika Raskin diterima dengan harga Rp.40.000,- sampai Rp.50.000,-/sak atau 15 kilogram,” ungkap Asmana Sahibu, Kepala Desa Lahimbua Kecamatan Andowia Kabupaten Konawe Utara (KONUT), Provinsi Sulawesi Tenggara.

Ia mengaku jika sejak ia dilantik sebagai Kepala Desa Lahimbua, Mei 2015 lalu, dirinya hanya meneruskan program Kepala desa lama,sehingga harga Raskin ia sesuaikan dengan apa yang sudah dilakukan oleh Kepala desa lama.

“Namun saya sudah rapatkan para aparat dan tokoh masyarakat untuk dilakukan perubahan harga Raskin dan akan kami kembalikan ke harga yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat yaitu sebesar Rp.1.600,-/kilogram dan Rp.24.000,-/sak (15) kilogram,” jelasnya.

Hal ini tentunya sangat disayangkan karena program pemerintah pusat untuk mengurangi beban masyarakat miskin dengan menggelontorkan bantuan raskin kepada RTS-PMakan tetapi tak berjalan sesuai dengan harapan pemerintah. Hal ini sudah sering dikeluhkan masyarakat miskin. Terutama masyarakat penerima bantuan Raskin tersebut mengatakui jika hal ini adalah suatu rekayasa dari para oknum kepala desa bersama aparat desa lainnya untuk mendapatkan keuntungan lebih dari harga Raskin itu.

Bahkan warga menuding jika sejumlah kepala desa didaerah ini melakukan penjualan Raskin dengan cara diliter. “Kebanyakan yang ambil (Beli) adalah para keluarga, aparat dan pendukung kepala desa, sementara warga yang benar-benar miskin dan membutuhkan banyak yang terabaikan,” ungkap seorang warga yang enggan disebut namanya.

Jika saja pengawasan dari instansi terkait (Penegak Hukum) berjalan dengan baik maka kelakuan nakal dari para kepala desa di daerah ini (KONUT) takkan bisa berjalan alias akan terhentikan dan bahkan ada yang bisa dijerat dengan hukum pidana korupsi.

“Bayangkan saja hal ini sudah berlangsung lama namun tak ada satupun yang tersentuh hukum,sehingga penegak hukum didaerah ini perlu dipertanyakan kinerjanya, karena kasus seperti ini sudah sering diberitakan namun tak juga ada tindak lanjut dari penegak hukum, bahkan terkesan dibiarkan berlangsung begitu saja,” tukasnya.

Sehingga Kepala Desa yang nakal terus saja melakukan ulahnya itu tanpa ragu, atau mungkin temuan dan laporan wartawan melalui pemberitaan tak menjadi suatu dasar Penegak Hukum untuk melakukan penyelidikan dan bahkan dilakukan pemanggilan untuk dilakukan klarifikasi terhadap apa yang diberitakan di Media.

“Jika hal tersebut dibiarkan terus berlaku maka penegakan hukum didaerah ini bisa dikatakan tebang pilih alias 86 saja aman sudah,” imbuhnya.

Ketika berita dimuat di Media maka para pembaca atau publik akan melihat atau menunggu langkah apa yang diambil oleh penegak hukum, apakah melakukan penyelidikan dan menyampaikannya ke Publik melalui Media atau hanya menunggu laporan masyarakat secara bergerombol baru mau bertindak tegas, sungguh sangat lucu dan sangat disayangkan jika hal ini dibiarkan berlangsung.

“Tentunya harapan masyarakat dan pemerintah pusat dalam program ini(RASKIN) dapat tepat sasaran dan berjalan sesuai Juklak dan Juknisnya, jangan ada gerakan tambahan dengan berbagai alasan yang tak semestinya terjadi,” pungkasnya. (Andi Jumawi/ SK)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *