Dr.Mudzakkir SH MH Ahli Hukum Pidana : Tidak Etis Jika Hakim Praperadilan Juga Ikut  Menyidangkan Pokok Perkara

Hukum412 views

Jakarta Kabarone.com,-Hakim tunggal yang menyidangkan berkas perkara permohonan Praperadilan tidak etis jika nama hakim tunggal tersebut juga ikut menjadi majelis hakim yang mengadili dan memeriksa berkas pokok perkara yang di Praperadilkan tersebut. Sebab, disana nantinya akan timbul asas kepentingan (konflik interest) sehingga sulit untuk mencari kebenaran dalam perkara tersebut.

Hal itu disampaikan Ahli Hukum Pidana Dr.Mudzakkir SH MH, saat memberikan tanggapan atau keterangan sebagai Ahli dalam sidang online perkara laporan palsu atau pengaduan bohong melibatkan terdakwa Arwan Koty, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), 25/8/2021.

Sidang keterangan Ahli yang dipimpin majelis hakim Arlandi Triyogo, didampingi hakim anggota Ahmad Sayuti dan Toto itu, menurut Dr.Mudzakkir, hakim tunggal yang menangani sidang Praperadilan seharusnya tidak ikut lagi atau baiknya mengundurkan diri jika namanya masih dicantumkan sebagai majelis hakim untuk mengadili berkas pokok perkaranya.

”Memang tidak ada dalam aturan dan peraturan yang melarang jika hakim Praperadilan juga menyidangkan pokok perkara yang disidangkannya. Namun tidaklah etis jika nama hakim Praperadilan juga ikut yang menyidangkan berkas pokok perkaranya, kemungkinan akan ada asas kepentingan”, ucap Mudzakkir

Pendapat Ahli tersebut disampaikan untuk menjawab pertanyaan tim Penasehat hukum terdakwa Arwan Koty, dari Advokat Aristoteles M Siahaan SH, LBH Gracia, Efendi Sinabariba SH, Rusdi sh, dan Nurwandi SH, tentang layaknya seorang hakim dalam menyidangkan suatu perkara. Bagaimana pendapat Ahli jika hakim yang memeriksa dan menyidangkan berkas permohonan Praperadilan juga ikut sebagai majelis hakim yang mengadili dan menyidangkan pokok perkara permohonan Praperadilan tersebut, tanya Penasehat hukum.

Ahli berpendapat, “Sebaiknya hakim bersangkutan atau hakim yang memeriksa Praperadilan tersebut mengundurkan diri saja kalau namanya diikutkan lagi sebagai majelis hakim untuk mengadili pokok perkara yang disidangkannya dalam Praperadilan”, kata Ahli guru besar Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta saat sidang conference, 25/8/2021.

Dalam perkara yang menimpa terdakwa Arwan Koty, Jaksa Penuntut Umum A.Rauf dan jaksa pengganti Sigit H, mendakwa Arwan Koty dalam pasal 220 KUHP tentang laporan palsu dan pasal 317 KUHP tentang pengaduan palsu. Menurut Ahli Pasal 220 KUHP tidak bisa dikenakan terhadap seseorang itu, jika saat membuat laporan di Kepolisian memiliki bukti yang otentik.

Pasal tersebut dapat digunakan terhadap orang yang melapor namun tidak ada bukti laporannya. “Membuat laporan kejadian yang sebenarnya kejadian yang dilaporkannya tidak ada, maka pasal 220 lah yang digunakan penyidik untuk menjerat pelapor. Dan Ahli menyampaikan seharusnya aparat Kepolisianlah yang menjadi korban dalan pelaksanaan Pasal 220 KUHP”, kata Ahli.

Terkait Penggunaan Pasal 317 KUHP. Pasal tersebut merupakan pengaduan dan pemberitahuan palsu terhadap penguasa sehingga kehormatan seseorang dan nama baiknya terserang karena melakukan pengaduan fitnah.

“Pasal 220 KUHP dengan Pasal 317 KUHP tidak bisa dipadukan dalam suatu dakwaan karena tidak sejenis”.

Pasal 317 merupakan pasal fitnah, dicontohkan Ahli terhadap sesuatu kejadian dan harus orang perorang yang ada kepentingan tertentu. Seperti antara bos dan bawahannya dijelek jelekkan dengan fitnah untuk tujuan tertentu.

“Sehingga apabila seseorang itu dikenakan pasal 317 bukan dengan orang perorang dan tujuan tertentu menjelekkan orang lain maka pasal yang didakwakan batal demi hukum dan harus ditolak majelis hakim”, kata Ahli.

Menurut penasehat hukum terdakwa, sebagaimana keterangan Ahli, sudah jelas jelas bahwa penggunaan pasal yang didakwakan ke pada Arwan Koty tidak ada relevannya atau dengan kata lain dakwaan jaksa error inperson. “Dakwaan JPU tidak seharusnya menyeret Arwan Koty dalam persidangan karena dari awal berkas perkara hingga dakwaan sudah salah. Oleh karena itu, kami meminta kepada majelis hakim supaya membebaskan terdakwa dari dakwaan dan tuntutan hukum”, ucap penasehat hukum terdakwa, 27/8/2021.

Penulis : P.Sianturi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *