Pembina dan Pengurus Yayasan Jadilah Terang Danau Toba Dituding Palsukan Data Pribadi Dalam Akta Notaris

Hukum3,280 views

Jakarta Kabarone.com,- Pembina dan para pengurus yang tertera namanya dalam Akta pendirian Yayasan Jadilah Terang Danau Toba (YJTDT), dituding sebagai “pembohong”.

Sejumlah pejabat negara yang tertera dalam Akte pendirian Yayasan tersebut, telah membohongi diri sendiri dan membohongi administrasi Negara sebab melaporkan keterangan bohong dalam berkas yang didaftarkan ke Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia, (Kemenkhumham).

Pembina dan pengurus Yayasan Jadilah Terang Danau, yang terdaftar dalan Akta memberitahukan status pekerjaannya sebagai swasta, tapi pada kenyataannya para pembina dan pengurus Yayasan merupakan Aparatur Spil Negara (ASN), sehingga telah terjadi pembohongan publik dan pembohongan data-data kewarganegaraan yang dimasukkan kedalam suatu Akta yang sudah terdaftar dalam stablad administrasi negara.

Sebagaimana tercatat dalam Akta Pendirian Notaris Yayasan Jadilah Terang Danau Toba, Nomor 33, 20 November 2017, yang diterbitkan Notaris Abdul Rajab Rahman SH MH.Kn. Berdasarkan keputusan Menteri Hukum dan HAM, Nomor AHU- 32.AH.02.C2.2010, tanggal 10.Mei 2010. Bahwa pembina Yayasan Jadilah Terang Danau Toba, sebagai Pembina 1 adalah Sudung Situmorang SH MH, merupakan Aparatur Spil Negara, selaku penjabat dan penyelenggara Negara di Kejaksaan Agung Republik Indonesia berkantor di Kejaksaan Agung. Tercatat dalam Akta Notaris pekerjaannya sebagai Swasta pada hal aslinya sebagai ASN.
Rapidin Simbolon tadinya sebagaai Bupati Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera Utara, saat ini sudah mantan Bupati, tercatat dalam Akte pekerjaan Swasta, sebagai Pembina dua.

Rismawati Simarmata, juga tercatat dalam Akte pendirian Yayasan Jadilah Terang Danau Toba selaku Pembina 3 Yayasan,Rismawati adalah pada saat itu sebagai anggota DPRD Kabupaten Samosir hal ini sangat disayangkan sebab beliau adalah anggota dewan terhormat DPRD Kabupaten Samosir, seharusnya menjadi panutan bagi masyarakat tapi justru membiarkan praktek yang salah bagi beberapa ASN yang namanya tercantum dalam Yayasan dengan memberikan keterangan palsu sebagai swasta padahal jelas-jelas sebagai ASN dimana posisinya juga adalah deretan pembina dalam Yayasan tersebut sebagaimana tertuang dalam akta pendirian Yayasan Jadilah Terang Danau Toba.

Sementara Roberton Manik, juga merupakan penyelenggara Negara (ASN) di Pemerintahan Kabupaten Samosir sebagai Camat Harian dan kebetulan juga tempat pembangunan patung adalah wilayah hukum camat Harian, anehnya Roberton Manik tercatat sebagai pengurus Yayasan Jadilah Terang Danau Toba dan pekerjaan diberitahukan sebagai pekerja Swasta.
Sementara Edward Malau melaporkan dirinya sebagai pekerja Swasta pada hal sebagai penyelenggara Negara di Kejaksaan Negeri Samosir. Ter catat sebagai pengurus Yayasan Jadilah Terang Danau Toba.

Demikian juga Baringin Pasaribu, yang saat ini menjabat Kepala Kejaksaan Negeri Balige, namanya tercatat dalam Akta dengan pekerjaan Swasta, pada hal seorang Jaksa. Nama Sudung Situmorang, dan Baringin Pasaribu serta Edward Malau, merupakan pejabat di lembaga Kejaksaan Agung.
Bahkan Sudung Situmorang, dan Baringin Pasaribu, kedua nama tidak asing lagi karena pernah bertugas di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.

Sudung Situmorang, malah pernah mau ditangkap Operasi Tangkap Tangan KPK atas kasus suap penanganan perkara korupsi, sewaktu menjabat di Kejati DKI Jakarta Sudung diduga menyuruh seseorang mengambil uang suap akhirnya ditangkap KPK. Namun lolos dari penyidikan KPK karena ditengarai dilindungi atasannya Jaksa Agung Muda Intelijen Kejagung (Jamintel) Togarisman saat itu.

Sudung Situmorang saat ini, terkenal karena mendirikan Yayasan Jadilah Terang Danau Toba. Dengan memperalat bangunan patung Tuhan Yesus, yang saat ini bangunannya masih kerangka patung belum berbentuk wujudnya, di lahan yang bukan lahan nenek moyang Sudung Situmorang.

Diduga mencaplok lahan marga Pasaribu dan Sihotang yang ada di bukit Sibea-bea Kecamatan Harian tepatnya yang berada di dua desa yaitu desa Janji Martahan dan Desa Turpuk Sihotang. Informasi dugaan pencaplokan lahan itu berdasarkan sumber yang telah dihimpun media ini dari warga Janji Martahan Samosir, di Samosir dan warga Harian yang ada di Jakarta.

Para pejabat tersebut, tercatat dalam Akta Notaris sebagai pekerja Swasta pada hal sebagai ASN. Terjadi pemberitahuan palsu kepada negara dengan mencatut namanya sebagai swasta agar bisa ber dualisme pekerjaan yang ditengarai hanya untuk suatu keserakahan.

Mendirikan patung Yesus di areal tanah seluas 15 hektar di Bukit Sibea-bea,Kecamatan Harian Kabupaten Samosir Provinsi Sumatera Utara, yang proses perolehan tanahnya adalah diduga secara mencaplok lahan yang dipasilitasi oleh beberapa oknum raja-raja bius dan orang-orang yang mengatasnamakan tokoh masyarakat kenegerian Harian Boho dan beberapa ahli waris tanpa ada persetujuan secara adat dari seluruh Pomparan Marga Pasaribu (Desa Janji Martahan) dan Pomparan Marga Sihotang (Desa Turpuk Sihotang) sebagai pemilik Wilayat tanah adat.

Kamin Sagala (tokoh masyarakat/bius Turpuk Sagala adalah salah satu yang mengakui bahwa Bukit Sibea-bea adalah wilayah kekuasaan raja Bius Kenegerian Harian Boho, pengakuan ini kerap dilontarkan beliau ketika menjawab postingan perihal pemberitaan patung Yesus di Bukit Sibea-bea di sosial media (Facebook) dimana Kamin Sagala juga adalah bagian dari pengurus Yayasan tersebut yang terdapat dalam Salinan Akta Yayasan Jadilah Terang Danau Toba.

Para pembina dan pengurus Yayasan Jadilah Terang Danau Toba ini seolah-olah pahlawan yang hebat membangun daerah Kabupaten Samosir menggunakan modal donasi dari para pengurus Yayasan, padahal dana pembangunan jalan dan patung Tuhan Yesus diduga adalah dari anggaran APBN yang digelontorkan Pemerintah Pusat untuk membangun infrastruktur jalan lingkar luar Danau Toba Samosir.

Namun anggaran APBN tersebut dialihkan membangun jalan menuju patung di Bukit Sibea bea, dengan berbagai pertunjukan kekuasaan untuk mengalihkan anggaran tersebut. Hal itu disampaikan warga Samosir menyikapi adanya peralihan anggaran pemerintah yang tadinya untuk keperluan masyarakat namun dialihkan untuk keperluan pembangunan lokasi milik Swasta.

Selaku pengelola tempat wisata patung Tuhan Yesus Bukit Sibea-bea, belum dapat diminta tanggapannya. Namun Rapidin Simbolon, saat di klarifikasi terkait caplok lahan milik orang lain mengatakan, pihak Yayasan tidak pernah membebaskan lahan tempat Wisata Patung Tuhan Yesus. “Jikalau ada yang kurang puas dan merasa keberatan atas lahan tersebut silahkan menempuh jalur hukum”, ujarnya melalui WhasApp nya.

Terkait pembohongan status yang disampaikan ASN tersebut ke Notaris, Sudung Situmorang dan Baringin Pasaribu dan Edward Malau yang bekerja di lembaga Kejaksaan tersebut tidak memberikan jawaban saat dihubungi melalui ponselnya.

Penulis : P. Sianturi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *