Dugaan Jual Beli Hutan Produksi Desa Pugul, Dinas Kehutanan Propinsi Babel Turun Lapangan

Daerah309 views

Bangka, Kabar One.com – Dugaan rencana peralihan penguasaan Kawasan Hutan Produksi (HP) Bukit Maras milik Negara di Dusun Rimba Beras, Desa Pugul, Kecamatan Riau Silip Kabupaten Bangka seluas 50 hektar oleh oknum warga kepada seorang pengusaha, membuat gerah pihak Dinas Kehutanan Propinsi Bangka belitung (Babel). Akan adanya persoalan tersebut yang mulai mencuat disejumlah media, membuat pihak dinas menurunkan timnya kelokasi dimaksud.

Hal itu sebagaimana dikatakan oleh Kepala Seksi Perlindungan Konservasi Sumber Daya Alam Dan Ekosistem, Reklamasi Hutan Serta Rehabilitasi Hutan Dan Lahan, pada Kantor Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) lll Kesatuan Pemangku Hutan Produksi (KPHP) Bubus Panca , Dinas Kehutanan Propinsi Babel, yaitu Yudi, SP. Saat ditemui dikantornya Rabu (28/7/2021).

“Terkait mencuatnya masalah tersebut, kami sudah turun kelokasi pada Selasa (27/7) didampingi Sekdes dan Ketua BPD Desa Pugul yaitu Husni. Dan menemui pihak warga Desa Pugul yang disebutkan terlibat sebagaimana diberitakan, yaitu Samad dan Yusuf, “ujar Yudi. Dijelaskan Yudi, setelah pihaknya berkomunikasi dengan Samad didapatkan keterangan dari pengakuan Samad bahwa pihak Samad tidak melakukan jual beli kawasan hutan produksi tersebut. Samad berdalih hanya melakukan kemitraan kerjasama dengan Pengusaha Petani, inisial An.

“Dari pengakuan Samad, tidak ada jual beli. Tetapi kemitraan kerjasama dengan seorang pengusaha petani An. “Kata Yudi. Lebih jauh dikatakan, kemitraan kerjasama antara Samad dan An dituangkan dalam surat perjanjian. Isi surat perjanjian itu, pihak Samad menyediakan lahan seluas 50 hektar kepada An guna keperluan berkebun.

“Dalam isi surat perjanjian itu, pihak Samad menyiapkan lahan seluas 50 hektar kepada An guna keperluan kegiatan berkebun, “jelas Yudi. Tetapi, lanjut Yudi, konsekwensi dari disiapkannya lahan oleh Samad kepada An, pihak An harus membayar kompensasi dari tiap hektar lahan yang disediakan. Yaitu sebesar Rp 6 juta perhektarnya. Luas lahan yang dapat kompensasi adalah 40 hektar. Kemudian pihak An juga minta bonus, tambahan lahan seluas 10 hektar lagi, guna keperluan pembuatan jalan dan fasilitas lain .

“Dalam surat perjanjian itu, atas dari tersedianya lahan tersebut, pihak An membayar kompensasi sebesar Rp 6 juta perhektar untuk Samad bagi 40 hektar lahan (Total Rp 240 juta, red) . Kemudian pihak An meminta bonus 10 hektar lagi, guna keperluan bikin jalan dan lain sebagainya. Sehingga keseluruhan lahan yang harus disiapkan oleh Samad seluas 50 hektar, “ujar Yudi.

Dan terkait uang kompensasi, lanjut Yudi, ternyata Samad hanya menerima 2 juta setiap hektar lahan. Sisanya yang Rp 4 juta perhektar ternyata milik Yusuf. Karena Yusuflah yang berperan mencari pengusaha yang meminati lahan tersebut. “Ternyata dari jumlah uang kompensasi, Samad mendapatkan hanya Rp 2 juta perhektar. Uangnya sebagian ada diberikan untuk mesjid, beli lapangan voly dan bantu orang sakit. Sisanya yaitu Rp 4 juta perhektar dinikmati Yusuf. Karena Yusuf inilah yang mencari pengusaha yang perlu lahan itu, “jelas Yudi.

Dan kemudian dari hasil komunikasi dengan Yusuf lagi, ujar Yudi, uang yang Rp 4 juta perhektar yang didapatkan, sekitar Rp 1 juta perhektar dibagikan lagi dengan satu orang lagi, nilainya belasan juta Rupiah. Sisanya digunakan Yusuf guna keperluan keluarga. “Dari komunikasi dengan Yusuf, uang yang Rp 4 juta perhektar, Yusuf bagikan kepada seseorang yang turut membantu sebesar Rp 1 juta. Nilainya belasan juta, sisanya dipakai Yusuf untuk keperluan keluarga. “Ungkap Yudi.

Dan terkait kejadian kerjasama kemitraan pada kawasan hutan produksi tersebut, telah dijelaskan kepada Samad cs, hal itu keliru dan mekanismenya salah. Karena tidak pernah ada kerjasama kemitraan antar orang dengan perorang. “Telah kami jelaskan kepada mereka bahwa kerjasama kemitraan tersebut keliru. Walau tujuannya baik, tetapi mekanismenya salah. Tidak pernah ada kerjasama kemitraan dalam kawasan hutan orang dengan perorang, “papar Yudi.

Sementara itu, terkait masalah tersebut Ketua Kelompok Tani Hutan Tunas Harapan yang turut mengelola kawasan hutan produksi itu, yaitu Wahyu yang juga adalah honorer kecamatan, saat ditemui di Kantor Camat Riau Silip, mengatakan bahwa pihaknya tidak tahu jika ada pelepasan kawasan hutan produksi itu kepada pihak lain.

“Kalau hal itu, saya tidak tahu, tanyakan saja kepada yang bersangkutan. Tetapi jika menyangkut kelompok tani yang saya urus dan beranggotakan 30 orang, saya siap jelaskan. “Ujar Wahyu. Disinggung apakah diduga ada kecipratan dari dana kompensasi atas pelepasan kawasan hutan produksi tersebut, karena lahan yang dilepas berdekatan dengan lahan kelompok tani mereka, dengan tegas Wahyu membantah. “Tidak ada saya menerima, “katanya.

Dan tentang adanya kecurigaan dari warga atas hewan qurban 2 ekor sapi yang disembelih pada momen Idul Adha 1442 H/2021 lalu dihubungkan dengan kompensasi lahan itu, dikatakan Wahyu bahwa dua ekor sapi itu merupakan sumbangan pengusaha Al sebanyak 1 ekor, dan satunya lagi bantuan dari Alumni SMA Setia Budi. “Kalau itu adalah bantuan pengusaha Al dan satu ekor lagi dari Alumni SMA Setia Budi, Sungailiat. Karena saya adalah salah satu Alumni SMA Setia Budi. “Jelas Wahyu.

Karena perkara ini mulai berdampak hukum dan sedang dibidik dari informasi yang didapatkan, pihak media masih akan terus menghubungi sejumlah pihak yang berkompeten. (Shd)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *