Equality Before The Law Terpidana Robianto Idup Belum Dieksekusi, Aspidum Kejati DKI Jakarta Akan Ingatkan Kajari Jaksel

Hukum257 views

Jakarta KabarOne.com,-Robianto Idup terpidana 18 bulan penjara, masih bebas berkeliaran terkesan diistimewakan hingga kini belum dieksekusi pihak Kejaksaan, sehingga mengundang perhatian publik dan menimbulkan preseden buruk terhadap kinerja jajaran lembaga Adhyaksa.

Jaksa Agung ST Burhanuddin, yang sudah berupaya kerja keras memberantas Pidana Korupsi termasuk kasus Jaksa Pinangki, serta berupaya membenahi “kebobrokan kebobrokan” ditubuh lembaga penuntutan tersebut, namun apa yang sudah dikerjakan dan diinstruksikan pimpinan Kejaksaan Agung agar seluruh jajarannya bekerja keras melayani masyarakat hanyalah isapan jempol semata. Perintah Kajagung terkesan tidak diindahkan bawahannya ditingkat Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri. Hal itu dapat dilihat dari ketidak mampuan kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta dan kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan mengeksekusi seorang terpidana Robianto Idup. 

Menyikapi belum dilaksanakannya eksekusi terhadap Robianto Idup, Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta Anang Supriatna, pada wartawan menyampaikan akan mengingatkan Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan Nurcahyo Jungkung Madyo, supaya melaksanakan eksekusi terhadap terpidana Robianto Idup. 

“Saya akan ingatkan Kajari, karena Kejari Jakarta Selatan lah selaku eksekutor pelaksana putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap dan pasti, mereka yang mempunyai otoritas eksekusi tersebut,” ucapnya kepada wartawan 4/8/2021.

Akan tetapi, walau sekeras apapun teguran Aspidum yang akan disampaikan kepada kepala Kajari Jakarta Selatan, masyarakat tidaklah begitu perduli dalam hal itu dan tidak mementingkan tentang itu, namun masyarakat perlu bukti kerja terhadap pelaksanaan putusan Pengadilan yang harus dipertanggungjawabkan pihak Kejaksaan selaku eksekutor. “Sangat dimungkinkan masih banyak perkara perkara lain yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap dan pasti yang belum di eksekusi pihak eksekutor”, ucap pemerhati hukum. 

Terkait pelaksanaan eksekusi terhadap Robianto Idup, Kajari Jakarta Selatan  Nurcahyo Jungkung Madyo, pernah mengatakan akan melaksanakan putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) setelah selesai masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat Level 4. “Kami masih sibuk melaksanakan perintah Jaksa Agung mengenai PPKM Darurat. Setelah PPKM selesai pasti kami eksekusi,” ungkapnya 29 Juli 2021 lalu melalui telepon selulernya. 

Anehnya, Kajari Nurcahyo belakangan ini tidak lagi memberikan tanggapan perihal pelaksanaan eksekusi terpidana Robianto Idup tersebut, walaupun sepenuhnya menjadi tanggung jawabnya demi kepastian hukum dan tidak menunjukkan penegakan hukum yang diskriminatif. Namun tidak hanya Nurcahyo yang menghindar saat ditanya wartawan terkait pelaksanaan eksekusi tersebut.  Kasi Intelijen Kejari Jakarta Selatan, juga tidak memberikan keterangan pada wartawan tentang eksekusi Robianto Idup. 

Sementara Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung (Kejagung) RI,  Fadil Zumhana, tidak memberikan ketegasan terhadap pelaksanaan putusan Mahkamah Agung (MA) dalam perkara penipuan melibatkan Robianto Idup yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht), yang hampir satu tahun belum terlaksana eksekusinya. “Jampidum hanya menyampaikan, perkara tersebut saat ini ditangani Kejati DKI Jakarta, silakan tanya Aspidum, karena mereka yang mengetahui permasalahannya”, ujarnya, 4/8/2021.

Sebagaimana ocehan masyarakat, pelaksanaan eksekusi terpidana Robianto Idup yang kini terkatung katung telah mengundang perhatian dan banyak tanya dari publik dan juga dari para pencari keadilan lainnya, terlebih dari saksi korban Herman Tandrin. Menurut undang undang semua warga negara sama dihadapan hukum (Equality Before The Law), namun berbeda dengan Robianto Idup, yang terkesan diistimewakan atau di anak emaskan pihak eksekutor, yang ditengarai bisa mengulur-ulur waktu eksekusi. 

Dalam persidangan sebelumnya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Marly Sihombing, dari Kejati DKI dan Jaksa pengganti Boby Mokoginta dari Kejari Jakarta Selatan, menyebutkan Robianto Idup terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melanggar hukum sebagaimana dakwaan tentang penipuan, dengan tuntutan selama 3 tahun 6 bulan penjara. Namun majelis hakim pimpinan Florensani Kendengan, berkata lain dengan memutuskan perbuatan terdakwa bukanlah tindak pidana melainkan perdata sehingga diputus onslag van recht vervolging atau melepaskan terdakwa karena perbuatannya perdata.

Atas putusan tersebut JPU mengajukan upaya hukum permohonan kasasi ke Mahkamah Agung (MA), dan hakim MA mengabulkan permohonan kasasi JPU dengan menghukum Robianto Idup selama 18 bulan penjara. 

Perjalanan perkara pengusaha tambang itu berawal dari kerja sama antara Robianto Idup selaku Komisaris PT.DBG perusahaan bergerak dibidang tambang batu bara dengan Herman Tandrin Dirut PT.GPE pada pertengahan tahun 2011. PT GPE pemilik alat berat diperjanjikan untuk mengerjakan penambangan batu bara di wilayah izin pertambangan PT.DBG berlokasi di Desa Salim Batu, Kecamatan Tanjung Palas, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara.

Sesuai perjanjian PT.GPE melakukan mobilisasi unit, land clearing dan pekerjaan overburden sampai Agustus 2011. Bahkan membuat jalan yang kemudian dilanjutkan penggalian batu bara bulan September 2011. Namun PT.DBG tidak kunjung melakukan pembayaran secara tuntas atas kerja PT GPE hingga mengancam menyetop pelaksanaan pekerjaan penambangan.

Terpidana Robianto Idup yang sebelumnya sudah saling kenal meyakinkan korban Herman Tandrin bahwa dirinya bukanlah tipe orang yang tak konsisten membayar hutang. Robianto Idup meminta diteruskan pekerjaan selanjutnya karena akan dibayar sekaligus dengan bayaran yang telah dilaksanakan sebelumnya. PT GPE pun melakukan eksplorasi penambangan batu bara hingga menghasilkan sebanyak 223.613 MT atau senilai Rp 71.061.686.405 untuk PT DBG. 

Batu bara tersebut dijual ke Singapura, namun pihak PT DBG yang diwakili Robianto Idup masih saja tak kunjung membayar PT GPE yang ditaksir mencapai Rp 74 miliar lebih.

Berbagai upaya dilakukan Herman Tandrin namun tak dihiraukan hingga akhirnya Robianto Idup dan Iman Setiabudi dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Iman Setiabudi terlebih dahulu dijatuhi hukuman oleh majelis hakim PN Jakarta Selatan, karena dia koperatif. 

Sementara Robianto Idup saat itu kabur dulu ke luar negeri hingga masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dan di-red notice-kan sampai akhirnya menyerah saat berada di Den haag, Belanda. Kemudian dibawa ke Indonesia untuk menjalani proses hukum di PN Jakarta Selatan, hingga saat ini menjadi terpidana 18 bulan penjara namun belum dieksekusi. Menyikapi kasus yang menimpa Robianto Idup, baik penasehat hukumnya atau terpidana sendiri tidak dapat diminta keterangannya. 

Penulis : P. Sianturi 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *