Mahkamah Agung Diminta Bebaskan Arifin Alias Asen Dari Tuntutan Hukum “Perkara Judi Online Dialihkan Penipuan Besi”

Hukum529 views

Jakarta Kabarone.com,-Liliana Kartika, SH, berkantor di Kartika Law Firm, Sudirman 7.8 Tower 16th Floor-Unit 1 & 2, Jalan Jendral Sudirman 7-8, RT. 010, RW. 011, Tanah Abang, Jakarta Pusat, penasehat hukum Arifin alias Asen, menyampaikan, bahwa fakta yang sebenarnya betapa ngirisnya dan betapa mahalnya bagi pencari keadilan untuk mendapatkan keadilan yang hakiki.

Arifin alias Asen pemohon Kasasi atas putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta No.157/PID/2021/PT.DKI, tertanggal 5 Juli 2021, dalam perkara Penggelapan, hanya dapat memohon kepada Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI), Dr Syaripuddin SH MH, untuk membebaskannya dari segala tuntutan hukum.

Hakim Agung MA, yang memeriksa dan mengadili berkas perkara Kasasi Arifin alias Asen, diharapkan supaya meneliti kembali alat bukti berkas perkara No.157/PID/DKI Jakarta. Pasalnya, putusan PT DKI Jakarta tersebut terindikasi mengesampingkan keterangan saksi, alat bukti dan keterangan terdakwa.

Untuk itu, Hakim Agung sebagai tumpuan terakhir bagi pencari keadilan diharapkan memeriksa dengan teliti berkas permohonan memori Kasasi penasehat hukum agar dijadikan sebagai pertimbangan hukum untuk menganulir dan menolak putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat dan Putusan Banding PT DKI Jakarta, yang memvonis Arifin alias Asen dengan hukuman 2 tahun penjara, ucap Liliana Kartika SH, 14/9/2021.

Menurut Liliana Kartika, “Hakim MA diharapkan menolak putusan Pengadilan tingkat pertama dan putusan tingkat Banding PT DKI Jakarta sebab, perkara tersebut tidak lah perkara penggelapan dalam bisnis besi sebagaimana disebutkan jaksa dalam tuntutannya dan dalam putusan majelis hakim pengadilan pertama hingga menghukum Arifin kasus Penggelapan.

Namun, perkara yang menimpa Arifin yang sebenarnya adalah perkara “Judi Online”, sehingga ada dugaan rekayasa dalam perkara Arifin alias Asen tersebut. Yang mana pembuktian perkara tersebut sudah dituangkan terdakwa dalam nota Pembelaan atau Pledoi nya saat diperiksa di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, dan telah dituangkan pula dalam berkas permohonan memori Kasasi di MA.

Akan tetapi JPU dan majelis hakim pada Pengadilan Jakarta Barat tingkat pertama dan hakim tinggi PT DKI Jakarta tidak mempertimbangkan bukti dan keterangan saksi, alat bukti, serta keterangan terdakwa yang terungkap dalam persidangan. Oleh karena itu, semua perdebatan hukum terkait perkara tersebut sudah disampaikan dalam memori Kasasi untuk memohon kepada MA agar membuka kebenaran yang hakiki terhadap kasus Arifin alias Asen, kata Liliana Kartika SH.

Ditambahkan, pada pertimbangan hukum dalam putusan Pengadilan Tinggi Jakarta, oleh Judex Factie seolah-olah telah mempertimbangkan seluruh keberatan terdakwa dan Penasehat Hukumnya dalam memori banding. Pada hal, majelis hakim sama sekali tidak mempertimbangkan keberatan Penasihat Hukum atau terdakwa Pemohon Kasasi. Selain itu, “kekhilafan hakim dalam menerapkan unsur dengan sengaja dan melawan hukum memiliki sesuatu barang, sebagian atau seluruhnya milik orang lain, tidak bisa diuraikan hakim tinggi dalam amar putusannya.

Anehnya, ancaman Pidana untuk Pasal 372 KUHP adalah paling lama 4 tahun, artinya JPU menuntut dengan hukuman paling lama atau paling maksimal, padahal terdakwa tidak terbukti melakukan Penggelapan seperti diuraikan penaseaht hukum terdakwa dalam permohonan memori banding yang diajukan. Kalaupun terdakwa benar melakukan Penggelapan, tuntutan JPU sangat tidak adil, karena terdakwa bukan residivis yang telah berulang kali melakukan kejahatan yang harus mendapat tuntutan maksimal. Padahal dalam tuntutan Jaksa. Hal hal yang meringankan menurut Jaksa yaitu, terdakwa berlaku sopan dalam persidangan dan belum pernah dihukum.

Dengan demikian hal-hal yang meringankan atas perbuatan terdakwa hanya formalitas semata, karena kalau mau menuntut dengan ancaman paling lama atau maksimal, tidak perlu dicantumkan hal-hal yang meringankan atau tidak ada hal-hal yang meringankan. Sehingga sangat tidak beralasan tuntutan JPU yang menuntut ancaman hukuman paling lama 4 tahun. Hal ini menunjukkan JPU terkesan sangat dendam dengan terdakwa, ungkap penasehat hukum.

Terkait keterangan saksi Wong Ivan Triguna dinilai telah menunjukkan sifat yang tidak konsisten. Saksi diduga telah mempermainkan suatu instansi dengan menyepelekan Lembaga  Pendidikan dan Lembaga Peradilan. Sebab Wong Ivan Triguna yang dulunya bernama Agus Sudono Penetapan Mahkamah Agung No: 1149/PDT.P/2018/PN.JKT.BRT. Lulusan SD. BAP Polisi 2020, S1 Managemen.

Dalam perkara ini, sesuai kutipan keterangan saksi Wong Ivan Triguna, tidak mengetahui tentang PT.Pulsa Cepat Indonesia. Bukti screen shot Wong Ivan Triguna dan istrinya Lestianingsih diduga menggunakan uang 1.450.000.000, PT. Pulsa Cepat Indonesia (PCI) tanpa izin dari Direktur Arifin/Asen. Bukan hanya itu saja, Cheque Bank Permata atas nama PT.PCI, dengan penarikan tunai dan diberikan kepada isterinya, itu menandakan saksi Wong pasti mengetahui tentang adanya PT. PCI.

Saksi juga memerintahkan Arifin alias Asen selaku Direktur PT.PCI untuk membuat Cheque senilai Rp 1.450.000 000 miliar yang diambil Lestia Suryaningsih istri saksi. Namun saksi tidak mengakuinya sehingga telah membuat keterangan bohong dalam persidangan. Uang 95 persen dari PT. Kharisma Catur Mandala masuk ke PT.PCI yang kemudian di transfer ke rek saksi Ku Hartono.

Atas perintah Husinda bos saksi Wong Ivan Triguna dan terdakwa Arifin alias Asen, telah berkata kepada istri dan anak Arifin. “yang penting kembalikan semua kartu kartu dalam dua hari, kalau tidak kembalikan maka akan saya suruh Polisi menangkap suamimu. Kalau tak kembalikan kartu kartu tersebut orang Kamboja tidak bisa bekerja, namun setelah kartu dikembalikan Arifin dikriminalisasi, kata penasehat hukum Arifin.

Sementara saksi Ku Hartono merupakan investor bodong sebab dari hasil investivigasi saksi diketahui berprofesi hanya penjual Seblak sejak tahun 2019. Sebagai bukti kebohongan lainnya Ku Hartono diuraikan berikut; tidak kenal dan tidak pernah bertemu Arifin, tapi bisa transfer uang miliaran rupiah.

Saksi Ku Hartono tidak ingat dan lupa jumlah yang ditransfer  Rp 1.400.000.000 atau Rp. 1.460.000.000, transferan angka keriting alias tidak bulat. Jumlah yang ditransfer saksi Ku Hartono tidak selalu genap/angka satuan rupiah. Hal ini dilakukan sebagai “kamuflase” dalam diugaan pencucian uang yang menggunakan sarana transfer antar bank.

Sebagaimana bukti lain perkara ini, tidak ada berita di slip setoran uang itu digunakan untuk apa. Wong Ivan Triguna memerintahkan Arifin untuk mentransfer ke rekening Ku Hartono dalam waktu yang didakwakan. Karena diduga rekening Ku Hartono adalah rekening beli. Dimana rekening buku tampungan yang asli tercecer dibawah tangga rumah Arifin saat Wong Ivan Triguna, Lestia suryaningsih, Hendy dan anjing mengacak-ngacak rumah Arifin. Saat Arifin tidak ada dirumah.

Transaksi transfer 4 sampai 6 kali dalam 1 hari  total 130 transaksi transferan. Cicilan aneh dan tidak biasanya. Rekayasa Investasi dalam persidangan penipuan besi keuntungan 5 persen kali 1.400.000.000 sama dengan 1.470.000.000,-  tapi yang ditransfer Rp 1.594.458.174. Kelebihan transfer Rp 194.458.174. Lebih rendah dari bunga Bank Syariah apakah mungkin bunga investor besi  lebih kecil dari bunga Bank.

Anehnya, dakwaan jaksa yang keliru, dimana jumlah Rp 137.137.193 berasal dari Arifin alias Asen sendiri bukan uang dari saksi Ku Hartono. Jumlah tersebut berasal dari rekening PT.PCI Direkturnya Arifin.  Transfer LLG  ke rekening atas nama Ku Hartono. Kesaksian palsu didalam persidangan, Ku Hartono tidak dapat menjelaskan asal usul Rp 137.137.193 tersebut. yang benar merupakan perhitungan dari Quickpay (judi online).

Pada keterangan saksi lainnya, yakni saksi Melda pegawai BCA, adanya transferan Ku Hartono kepada Arifin pemohon Kasasi sejumlah Rp 1.756.141.470, Selisih lebih Rp 356.141.470. Saksi Silvia Dewi Marbun, pegawai di Bank BCA mengaku transferan rekening BCA nomor 6000088348 atas nama Ku Hartono sejumlah Rp 1.594.458.174, selisih lebih Rp 194.458.174. Sehingga kelebihan transferan uang saksi Ku Hartono, adalah suatu hal yang tidak mungkin apabila dikatakan adanya jual beli besi, karena pembeli pasti menghitung berapa uang yang sudah dibayar atau dicicil kepada penjual.

Keterangan saksi Hendy dalam persidangan, banyak lupa dan tidak sesuai bukti yang diungkapkan dipersidangan. Dari video yang ditunjukan dalam persidangan, saksi Hendy menerima kartu-kartu rekening tampungan judi online. Saksi Hendy, patut diduga telah memberikan keterangan palsu dibawah sumpah dimuka persidangan, kata penasehat hukum.

Masih menurut Liliana Kartika SH, Bahwa Yudex Factie keliru mempertimbangkan tentang “memiliki” dan tidak mempertimbangkan alat bukti surat yang tidak ada perjanjian sama sekali. Bahwa kekhilafan Hakim mengenai unsur berada dalam penguasaannya bukan karena kejahatan. Majelis Hakim memberi pertimbangan hukum yang tidak cukup (Onvoldoende Gemotiveerd). Hal itu terlihat dari fakta hukum yang terungkap dalam persidangan, bahwa Majelis Hakim tanpa mempertimbangan alat bukti saksi yang lain dan alat bukti surat serta seluruh keberatan-keberatan dalam memori banding sebagaimana yang telah diuraikan diatas.

Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta hanya membenarkan dan mengambil alih pertimbangan dari putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat tanpa memberi pertimbangannya sendiri. Bahwa Pada pasal 183 UU No 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana menyatakan “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”.

Bahwa untuk memperoleh keyakinan dalam memberikan putusan, hakim harus memperhatikan minimal dua alat bukti yang diajukan dalam persidangan sehingga dalam mengambil keputusan berdasarkan keyakinan yang diperoleh dari alat bukti yang diajukan. Sementara majelis hakim (Judex Factie) hanya mempertimbangkan keterangan saksi-saksi Wong Ivan Triguna, Ku Hartono, dan Hendy, dimana keterangan para saksi ini seharusnya diragukan, sehingga penasehat hukum memohon supaya hakim agung membebaskan kliennya Arifin alias Asen, ungkap Liliana Kartika 14/9/2021.

Penilis : Partahi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *