Tak Terbukti Lakukan Penipuan dan TPPU Majelis Hakim Diminta Bebaskan Felicia Dari Jeratan Hukum

Hukum244 views

Jakarta Kabarone.com,-Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) pimpinan Maryono SH MHum, yang mengadili dan memeriksa berkas perkara dugaan Penipuan dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) nomor perkara 291/Pid.Sus/2023/Pn.Jkt.Utr, atas nama terdakwa Felicia Vania Tantra, diminta supaya dibebaskan terdakwa dari segala jeratan hukum.

Pasalnya, Felicia kelahiran Surabaya Jawa Timur, warga Kelapa Gading, Jakarta Utara ini bekerja sebagai karyawan bagian accounting dan perpajakan di PT.Rbtekno Mitra Indonesia sejak Desember 2021, murni melakukan pekerjaan pekerjaan perusahaan.

Namun Felicia dituduh melakukan Penipuan dan Pencucian uang perusahaan sebesar Rp 10 miliar rupiah lebih, sehingga merugikan saksi korban Jenny Wijaya. Oleh karena itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Erma, menuntut terdakwa selama 10 tahun penjara, denda 500 juta rupiah, subsider 1 tahun kurungan.

Jaksa menyebutkan, berdasarkan fakta, alat bukti dan keterangan saksi saksi yang terungkap dalam persidangan, terdakwa Felicia telah terbukti bersalah melanggar hukum sebagaimana Pasal Penggelapan dan TPPU, oleh sebab itu patutlah dihukum sesuai perbuatannya, ucap JPU dalam requisitornya.

Namun, kebenaran tuntutan JPU tersebut dibantah Penasehat Hukum dalam nota Pembelaannya (Pledoi). Menurut Penasehat Hukum, Felicia tidak terbukti melakukan Penggelapan dan TPPU, akan tetapi terdakwa hanya membantu saksi Jenny Wijaya, untuk mengurus keperluan perusahaan PT.Rbtekno Mitra Indonesia dalam hal urusan perpajakan dan impor barang melalui Bandara Soekarno Hatta, dari China milik perusahaan Rbtekno Mitra Indonesia. Hal itu disampaikan Penasehat Hukum terdakwa Surya Dewangga Putra SH, Riyadi SH dan Mas Arief Widodo SH MH, dari Advokat Dewangga & Partners Law Office dalam nota Pembelaannya (Pledoi) yang dibacakan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, 3/8/2023.

Menurut Penasehat Hukum, bahwa perbuatan terdakwa sebagaimana dakwakan JPU, tidak bersesuaian antara jumlah rincian barang bukti SPTNP. Tidak ada persesuaian antara jumlah nominal kerugian korban dengan perincian SPTNP yang disebut sebut palsu, sehingga menimbulkan kerancuan atas nilai kerugian yang riil dari korban.

Penasehat Hukum menyebutkan, JPU telah memasukkan rincian terhadap barang bukti yang tidak pernah ditemukan hingga saat persidangan berlangsung. Bahkan terhadap rincian barang bukti yang tidak pernah ditemukan tersebut malah JPU sangat percaya diri untuk tetap memasukkannya tanpa nomor surat ditambah keterangan dalam “Daftar Pencarian Barang”, sehingga membuktikan bahwa dakwaan JPU sangat ceroboh, tidak cermat dan tidak cermat.

Menurut Penasehat Hukum, seharusnya JPU dalam tuntutannya mendalilkan fakta yang terungkap pada pemeriksaan persidangan, berdasarkan keterangan saksi dalam persidangan dan persesuaian dengan bukti bukti. Oleh sebab itu, Penasehat Hukum menilai, bahwa isi tuntutan hanya sekedar copy paste tanpa melihat hal hal yang terungkap adanya dalam persidangan. Hal itu terlihat dalam vide surat tuntutan halaman 102, yang menyatakan, bahwa JPU memasukkan keterangan saksi yang tidak pernah hadir di persidangan bernama Edwin Sugiharto.

Bahkan berita acara pemeriksaan dan berita acara sumpahnya tidak dibacakan, sehingga Penasehat Hukum menyampaikan hal itu sangat menimbulkan kerancuan dalam penegakan hukum acara pidana di Indonesia, dan melanggar asas kontradiktif, dimana memberikan hak kepada terdakwa atau kuasanya untuk turut memeriksa saksi dan membantah keterangan keterangan yang dianggap tidak benar, ujar Penasehat Hukum.

Bahkan, JPU tidak memasukkan keterangan saksi saksi yang menguntungkan terdakwa, seperti keterangan saksi Aditya Pratama, Levianus Juanda, Adam Muliadi, Olga Agnesia, Faturahman, pada hal para saksi tersebut diperiksa dalam persidangan untuk mengungkap kebenaran terhadap dakwaan Jaksa. Sementara Penuntut Umum juga tidak mengungkap adanya fakta penganiayaan dan pengancaman terhadap terdakwa.

Dalam Pledoinya disampaikan, bahwa seluruh saksi yang dihadirkan dalam persidangan tidak satu pun yang bisa membuktikan jika terdapat 48 SPTNP yang dipalsukan terdakwa sehingga merugikan korban. Bahwa uang yang ditransfer perusahaan ke jasa freelancer bernama Saman Pei melalui rekening istrinya Marumah sebesar 10 m lebih, benar dipergunakan untuk pengurusan barang milik perusahaan yang diimpor dari China.

Adapun kelebihan bayar yang ditransfer Sarman Pei ke terdakwa merupakan kelebihan bayar karena terdakwa merupakan karyawan yang dipercaya di PT.Rbtekno Mitra Indonesia. Sementara barang yang diimpor tersebut benar ada di gudang PT.Rbtekno Mitra Indonesia sebagaimana dibenarkan saksi Jenny Wijaya dan saksi Clarissa dalam persidangan.

Oleh karena keterangan para saksi tidak bersesuaian dengan fakta persidangan, sehingga Penasehat Hukum meminta kepada majelis hakim supaya, membebaskan terdakwa dari segala dakwaan dan tuntutan JPU. Melepaskan terdakwa dari tuntutan hukum dan memulihkan nama baik terdakwa. Memerintahkan penyidik atau penuntut umum untuk melakukan penyidikan dan pendalaman terhadap saudara Alfin Alberto Fuah, pada perkara aquo.

“Jika ditemukan bukti yang cukup agar ditetapkan sebagai tersangka untuk disidangkan dalam berkas yang berbeda, jika Pengadilan berpendapat lain mohon putusan yang seadil adilnya”, ungkap Penasehat Hukum.

Penulis : P.Sianturi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *