Sidang Perkara Laporan Palsu Agenda Konfrontir Saksi Gagal Digelar Lantaran JPU Rapat Mendadak di Kejagung

Hukum275 views

Jakarta KabarOne.com,-Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pimpinan Arlandi Triyogo didampingi hakim anggota Toto dan Ahmad Sayuti, terpaksa menunda persidangan lantaran Jaksa Penuntut Umum, Abdul Rauf dan jaksa pengganti Sigit H, tidak hadir dalam persidangan.

Sidang perkara laporan palsu agenda konfrontir saksi dengan saksi gagal di laksanakan karena jaksa yang bersangkutan beralasan mendadak dipanggil rapat ke Kejaksaan Agung. Hakim ketua terpaksa mengetok palu untuk menunda persidangan karena ketidak hadiran Jaksa Penuntut Umum. Mangkirnya jaksa diperkuat dengan pantauan para Jurnalis dalam persidangan dan terlihat bangku JPU kosong sehingga pimpinan majelis langsung menunda jadwal sidang untuk sepekan yang melibatkan terdakwa Arwan Koty tersebut. “Sidang kita tunda satu Minggu karena jaksa tidak hadir, sidang masih agenda persidangan konfrontir saksi”, ujar Arlandi Triyogo, 9/6/2021.

Sidang yang dihadiri terdakwa dan penasehat hukumnya, Aristoteles MJ Siahaan SH, dan Efendi SH, mengatakan, sidang ditunda satu pekan karena jaksa tidak hadir, tadi alasan jaksa dirinya mendadak dipanggil rapat ke Kejaksaan Agung oleh pimpinan, sehingga sidang terpaksa ditunda.

Penundaan sidang karena ketidak hadiran jaksa penuntut umum, Abdul Rauf atau jaksa pengganti Sigit H, penasehat hukum terdakwa dan saksi Konfrontir Fini Fong, menyampaikan, pihaknya merasa kecewa atas ketidak hadiran jaksa yang sebelumnya telah menjadwalkan sidang konfrontir. Seharusnya masih banyak jaksa pengganti yang bisa menggantikan jaksa yang berhalangan untuk mengikuti jadwal persidangan tersebut.

“Pihak terdakwa sudah lama menunggu antrian sidang, tapi toh ditunda juga, pada hal jaksa Sigit menyampaikan dalam persidangan sebelumnya, bahwa jadwal sidang dilaksanakan Rabu, 9/6/2921, jam 15.00 wib, namun sidang dibuka majelis hakim jam 17.30 wib, tapi jaksa sendiri tidak hadir dalam ruang sidang, sehingga kita menyesalkan tindakan jaksa yang mendadak dipanggil rapat ke Kejaksaan Agung”, ucap Aristoteles.

Bersamaan dengan hal itu, saksi Fini Fong, yang akan dikonfrontir dengan saksi Susilo dari PT Indotruck Utama (PT.IU) mengatakan, rencananya akan memberikan keterangan dihadapan majelis hakim terkait apa yang dialami terdakwa Arwan Koty (suami saya) terkait tuduhan yang dilaporkan Presdir PT IU Bambang Prijono melalui kuasanya Priyonggo atas dugaan laporan palsu. Arwan Koty didakwa membuat laporan palsu di Kepolisian. Melaporkan pihak PT.IU Bambang Prijono, atas pembelian alat berat Excavator satu unit senilai 1.265 miliar rupiah, dibayar lunas ke PT.IU.

Arwan Koty membuat laporan atas kerugiannya karena membeli alat berat tapi barangnya tidak diserahkan penjual PT.IU. Sehingga Arwan Koty melapor ke Kepolisian sebagaimana laporan nomor LP/B/3082/V/2019/Ditreskrimum, dengan terlapor Presdir PT. IU Bambang Prijono SP.

Namun penyelidik menghentikan laporan Arwan Koty tersebut dalam tahap Penyelidikan sebagaimana surat ketetapan S Tap/66/V/RES 1.11/2019/Ditreskrimum, tanggal 17 Mei 2019 dan STap 2447/XII/2019/Dit.Reskrimum tanggal 31 Desember 2019. Artinya tahapan Penyelidikan itu belum ada tersangka karena belum ada dampak hukumnya, jadi belum ada korban yang dirugikan atas kerugian materi ataupun nama baik, martabat dan harga diri baik sendiri maupun perusahaan.

“Saya tidak mengerti hukum tapi ingin menyampaikan kepada majelis hakim untuk minta pencerahan hukum, karena majelis hakim sendiri sudah mengetahui bahwa perkara yang dilaporkan Arwan Koty dihentikan dalam tahap Penyelidikan, sebagaiman bukti yang disampaikan penasehat hukum Arwan Koty kepada majelis hakim dalam persidangan.

Majelis yang memeriksa dan menyidangkan perkara ini seharusnya sudah dari awal menyetop atau menghentikan persidangan perkara no 1114/Pid.B/2020 PN Jaksel atas nama Arwan Koty, pada tahap eksepsi nota keberatan. Dimana mulai dari sidang Praperadilan kami sebagai pemohon sudah jelas jelas menyampaikan, bahwa laporan Arwan Koty dihentikan penyelidik pada tahap Penyelidikan dan menyertakan dua STap tentang Penghentian Penyelidikan sebagai bukti dalam permohonan Praperadilan dan dalam surat nota keberatan.

Dua surat ketetapan tentang Penghentian Penyelidikan bahkan dijadikan sebagai alat bukti oleh JPU dalam dakwaannya untuk mendakwa Arwan Koty dengan dalil dihentikan tahap Penyidikan, namun Hakim Praperadilan Arlandi Triyogo, tetap menolak permohonan Praperadilan, demikian juga eksepsi/ nota keberatan Arwan Koty tetap ditolak dan sidang di lanjutkan sampai saat ini.

Demikian juga dalam eksepsi perkara ini sudah jelas kami sampaikan bahwa dakwaan jaksa cacat demi hukum sebab dalam surat dakwaan diduga ada unsur rekayasa, dimana jaksa menyebutkan laporan Arwan Koty dihentikan pada saat penyidikan, pada hal sesuai bukti surat sebagaimana surat ketetapan, S Tap /66/V/RES 1.11/2019/Ditreskrimum, tanggal 17 Mei 2019 dan STap/2447/xII/2019/Dit.reskrimum, tanggal 31 Desember 2019.

Sementara itu pun kami di beri petunjuk dan diminta oleh Penyelidik untuk mencabut laporan polisi karena alasannya terlalu banyak yang di laporkan hingga membuat bias pokok perkara dan laporan tersebut dicabut pada tanggal 16 Mei 2019(ada bukti terlampir), sebelum dikeluarkan STap/66/V/RES 1.11/2019/Ditreskrimum, pada tanggal 17 Mei 2019. Sehingga dalam hal persidangan perkara ini apa lagi yang akan didalilkan jaksa dan majelis hakim untuk menghukum terdakwa, saya butuh pencerahan hukum, kata Aristoteles.

Karena alat bukti dan keterangan yang terungkap dalam persidangan, keterangan saksi Pelapor Bambang Prijono Presdir PT.IU, dalam sidang video confrens (Vicon) tanggal 2/6/2021 “Menurut keterangan dalam BAP Bambang Prijono di Kepolisian di bawah sumpah, laporan polisi Arwan Koty dihentikan tahap Penyidikan, namun dia baru mengetahui setelah membaca berita online bahwa laporan Polisi Arwan Koty dihentikan tahap Penyelidikan dan bersikukuh dengan mempertahankan keterangannya seperti semula dihentikan tahap Penyidikan, meskipun telah ditunjukkan bukti dua STap tentang penghentian Penyelidikan dan majelis hakim juga telah berulang kali mengingatkan saksi pelapor Bambang Prijono bahwa dia sudah dibawah sumpah di persidangan ini, jangan memberikan keterangan palsu.

Kami minta jaksa dan majelis hakim yang menangani perkara ini supaya objektif menilai dan melihat alat bukti dan fakta keterangan saksi yang terungkap dalam persidangan supaya perkara ini dapat berasaskan keadilan yang hakiki, semua sama dihadapan hukum, atau Equality before the law hanya berlaku untuk kalangan yang banyak modal.

Untuk itu, keterangan saksi pelapor Bambang Prijono, seharusnya majelis hakim bisa langsung mengeluarkan surat penetapan untuk menahan Bambang Priyanto, namun majelis tidak melakukan hal tersebut dan mengalihkan kepada topik lain pada saat kuasa hukum terdakwa menyatakan agar ketua Majelis Hakim dapat menerapkan pasal 242 KUHPidana kepada saksi Pelapor Bambang Prijono, karena telah berdampak hukum pada Arwan Koty yang telah menjadi korban atas perbuatannya dengan keterangan dihentikan tahap Penyidikan sehingga, Arwan Koty ditetapkan sebagai tersangka dan sekarang selaku terdakwa dalam persidangan di PN Jaksel.

Sesuai Pasal 174 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”), apabila keterangan saksi di bawah sumpah dalam suatu persidangan, diduga, disangka sebagai suatu keterangan yang palsu (tidak benar), maka Hakim Ketua secara ex officio (karena jabatannya) memperingatkan saksi supaya memberikan keterangan yang benar dan juga mengingatkan akan adanya sanksi pidana apabila ia tetap memberikan keterangan palsu.

Selanjutnya, apabila saksi tetap mempertahankan keterangan palsunya, maka Hakim Ketua secara ex officio (karena jabatannya), atau atas permintaan penuntut umum atau terdakwa (maupun Penasihat Hukumnya) dapat memberi perintah agar saksi tersebut ditahan, kemudian panitera pengadilan akan membuat berita acara pemeriksaan sidang yang ditandatangani oleh Hakim Ketua dan panitera dan selanjutnya diserahkan kepada penuntut umum untuk dituntut dengan dakwaan sumpah palsu, kata Aristoteles.

Sementara menurut Praktisi Hukum Asep Iwan Iriawan (mantan Hakim) menjelaskan dalam praktik, hakim berhak menilai keterangan saksi sebagai salah satu alat bukti. Secara teknis, saat seorang hakim memiliki keyakinan bahwa saksi berbohong, maka hakim ketua akan menangguhkan sidang untuk bermusyawarah dengan para hakim anggota. Jika musyawarah mencapai kesepakatan maka majelis hakim akan mengeluarkan penetapan.

Dengan kata lain, tidak diperlukan adanya suatu laporan pidana terlebih dahulu sebelum majelis hakim mengeluarkan penetapan untuk menahan saksi yang diduga bersumpah palsu. Tentunya dengan ketentuan, hakim sebelumnya harus memperingatkan saksi untuk memberikan keterangan yang benar dan mengingatkan adanya saksi pidana.

Jadi, ketegasan hakim sangat diperlukan dalam menegakkan tujuan hukum acara pidana yaitu, mencari kebenaran materiil, khususnya dalam hal ini untuk mencari kebenaran yang sesungguhnya dari keterangan saksi yang diduga memberikan keterangan palsu di bawah sumpah.

Aristoteles menambahkan, bahwa Awalnya perkara ini terjadi karena klien kami Arwan Koty merasa dirugikan karena belum menerima alat berat Excavator yang dibelinya lunas itu, sehingga melaporkan Bambang Prijono ke Ditreskrimum Polda Metro Jaya sesuai nomor LP/B/3082/V/2019/Ditreskrimum, dengan terlapor Presdir PT. IU Bambang Prijono SP. Tetapi laporan dihentikan pada tahap Penyelidikan sesuai surat ketetapan S Tap /2447/XII/2019/Dit.Reskrimum tanggal 31 Desember 2019.

Berdasarkan alat bukti surat ketetapan penghentian penyelidikan yang belum ada dampak hukumnya itu, belum ada yang menjadi tersangka, Arwan Koty dilaporkan Bambang Prijono SP di Kepolisian, hingga saat ini dalam proses sidang keterangan saksi. Walau dakwaan jaksa ditengarai penuh dengan rekayasa sebagaimana pasal 220 KUHP dan pasal 317 KUHP, tentang laporan palsu, namun perkara tersebut tetap bersikukuh disidangkan, kata penasehat hukum, Aristoteles dan Efendi, 9/6/2021.
Menyikapi hal itu JPU Abdul Rauf dan Jaksa Sigit belum berhasil dikonfirmasi
Penulis : P. Sianturi,

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *