JPU Ajukan Dakwaan Dua Kali Perkara Sama Majelis Hakim Diminta Laksanakan SEMA No.3 Tahun 2002 Terkait Asas Nebis In Idem

Hukum263 views

Jakarta Kabarone.com,-Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) pimpinan majelis hakim Agung Purbantoro didampingi hakim anggota Bukoro dan Simarmata, yang mengadili dan memeriksa berkas perkara dugaan memasuki pekarangan orang tanpa ijin, diminta supaya melaksanakan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No.3 Tahun 2002, tentang penanganan perkara yang berkaitan dengan asas Nebis In Idem.

Sebagaimana dituangkan dalam SEMA No.3 tahun 2002 tersebut, walaupun ada perbedaan locus dan tempus delic, namun terdapat pengulangan perkara dengan objek dan subjek yang sama dan telah diputus serta mempunyai kekuatan hukum tetap baik dan tingkat Judex sampai dengan tingkat Kasasi, baik dari lingkungan peradilan umum, peradilan Agama dan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN), maka ia dapat dikategorikan Nebis In Idem.

Hal itu disampaikan terdakwa Herman Yusuf, dalam nota keberatan (Eksepsi) nya ke hadapan majelis hakim melalui penasehat hukumnya dari Law Office Aidi Johan dan Associates, terkait dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang mendakwa Herman Yusuf dua kali dalam perkara yang sama yakni, memasuki pekarangan orang tanpa ijin sebagaimana dituangkan dalam Pasal 167 KUHP.

Terdakwa Herman Yusuf pada tahun 2013 telah diajukan dan didakwa di Pengadilan Negeri Jakarta Utara dengan dakwaan pasal 167 KUHP sesuai nomor register perkara 1099/Pid.B/2013/PN.Jkt. Dalam pemeriksaan perkara saat itu, majelis hakim memutuskan Herman Yusuf telah terbukti melakukan perbuatan sebagaimana didakwakan penuntut umum, akan tetapi perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana. Putusan majelis hakim melepaskan Herman Yusuf oleh karena itu dari segala tuntutan hukum (onslag van Recht vervolging) dan putusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap sesuai bukti salinan putusan Kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI).

Namun saat ini Herman Yusuf kembali di sidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, dengan nomor register perkara 05/Pid.B/2022/PN.Jkt.Utr. Dakwaannya sama melanggar pasal 167 KUHP, dimana Herman Yusuf juga didakwa dengan locus delicti yang sama yakni memasuki objek rumah, yang terletak di Perumahan Sunter Bisma 14 Blok C 13 No.5, RT 011 RW 09, Kelurahan Papanggo, Kecamatan Tanjung Priok Jakarta Utara. Demikian juga tempus delicti nya sama sesuai dakwaan JPU waktu peristiwa perbuatan yang dilakukan terdakwa berawal pada bulan Mei tahun 2008. Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Jakarta Utara, disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Subjek pelaku yang sama yakni Herman Yusuf dengan pekerjaan sebagai Wartawan dan saksi pelapor yang merasa dirugikan sama yakni Suseno Halim. Sehingga dalam perkara ini dalil dalil dan asas Nebis In Idem sebagaimana dituangkan dalam pasal 76 ayat 1 serta SEMA dapat dijadikan sebagai pertimbangan majelis hakim untuk membebaskan terdakwa Herman Yusuf dari dakwaan dan tuntutan hukum yang kedua ini, ujar Aidi Johan.

Eksepsi penasehat hukum menyebutkan, berbagai pendapat dari pakar hukum tentang asas asas hukum pidana di Indonesia dan penerapan Nebis In Idem, yang dituangkan dalam bukunya menyebutkan, Nebis In Idem atau disebut Non Bis In Idem berarti tidak melakukan pemeriksaan untuk kedua kalinya mengenai tindakan yang sama, ketentuan ini didasarkan pada pertimbangan, bahwa suatu saat nanti akan ada akhir dari pemeriksaan/penuntutan dan akhir dari berlakunya ketentuan pidana terhadap suatu delic tertentu.

“Tindakan yang sesuai dengan kenyataan, (terlepas dari unsur objektif dan subjektif), maka apabila pengkualifikasian tindakan itu sebagai delic salah satu dakwaan, dan karenanya dibebaskan, maka tidak boleh lagi diajukan pemeriksaan untuk kedua kalinya, karena tindakannya yang itu itu saja,” tertuang dalam buku SR.Sianturi SH halam 430.

Sementara menurut pendapat Wirjono Prodjodikoro, dalam bukunya menyebutkan, asas Nebis In Idem adalah tidak boleh dalam satu perkara yang sudah putus, diperiksa lagi untuk kedua kalinya oleh Pengadilan, suatu perkara yang sama yang sudah diputus tidak boleh diperiksa dan diputus lagi untuk kedua kalinya. Hal ini bertitik tolak pada kepastian hukum, sehingga asas Nebis In Idem menjadi salah satu alasan perkara harus dihentikan atau perkara ditutup demi hukum karena akan berakibat menghabiskan sumber daya peradilan. 

Demikian juga pendapat Subekti dalam bukunya disebutkan, tidak boleh dijatuhi hukuman lagi dalam sengketa yang sama. Sementara pendapat M.Yahya Harahap menyebutkan, perkara yang telah diadili dan dengan putusan positif, yakni tindak pidana yang didakwakan telah diperiksa materi perkaranya di sidang Pengadilan, kemudian atas pemeriksaan hakim telah dijatuhkan putusan. Dan putusan yang dijatuhkan telah berkekuatan hukum tetap.

Menurut penasehat hukum, oleh karena jaksa penuntut umum Diyofa melakukan pemeriksaan terhadap Herma Yusuf yang kedua kalinya untuk dilakukan penuntutan dalam perkara yang sama tidak dibenarkan oleh hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 76 ayat 1, tentang asas Nebis In Idem, yang sejalan dengan pendapat para pakar hukum. Sehingga apa yang dimohonkan terdakwa Herman Yusuf sejalan dengan UU No.39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, pasal 18 ayat 5, menyatakan, setiap orang tidak dapat dituntut yang kedua kalinya dalam perkara yang sama atau perbuatan yang telah memperoleh putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Atas dasar asas asas Nebis In Idem tersebut, sehingga majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini supaya menyatakan menerima eksepsi penasehat hukum terdakwa Herman Yusuf. Supaya dalam putusan Sela nya, menyatakan berlaku asas Nebis In Idem serta surat dakwaan penuntut umum tidak dapat diterima serta, merehabilitasi harkat dan martabat nama baik Herman Yusuf seperti semula, ucap Aidi Johan dan rekan, 8/2/2022.

Menyikapi eksepsi penasehat hukum terdakwa yang menyatakan perkara tersebut Nebis In Idem, Suseno Halim selaku pelapor dalam perkara ini, usai persidangan mengatakan, dimana Nebis In Idemnya. Kata Suseno Halim, perkara ini kan masalah beli rumah saya oleh terdakwa. Pelapor mengibaratkan seseorang beli HP yang belum membayar lunas. lalu pemilik HP sudah mengembalikan uang pembelian berikut kerugiannya melalui pengadilan, seharusnya kan karena uangnya sudah diambil pembeli maka HP tersebut harus dikembalikan dong sama pemilik.

“Sama dengan rumah saya yang dibeli Herman kembalikan dong rumahnya karena uangnya sudah saya kembalikan, itu kan rumah saya. Sehingga dalam perkara ini dari mana Nebis In Idemnya,” kata Suseno Halim usai persidangan. 

Penulis : P. Sianturi     

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *