Advokat Andro Manurung SH Apresiasi Pertimbangan Majelis Hakim Menghukum Mati Ferdy Sambo

Hukum289 views

Jakarta Kabarone.com,-Advokat Andro Manurung SH, mengapresiasi putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, yang memberikan hukuman mati terhadap terdakwa Ferdy Sambo. Pasalnya, majelis hakim menghukum terdakwa lebih tinggi dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakni Seumur Hidup. Kasus yang menyeret Kepala Divisi Propam Polri tersebut merupakan kasus berat, sebab seorang petinggi Polri yang seharusnya mengayomi masyarakat dan institusinya namun, malah merusak dengan merekayasa pembunuhan berencana terhadap ajudannya hanya karena laporan pelecehan seksual yang diduga tidak benar alias direkayasa oleh istrinya Putri Candrawathi.

Andro Manurung SH menyampaikan, sebelumnya JPU dari Kejaksaan Agung, meminta kepada majelis hakim supaya terdakwa Ferdy Sambo, dihukum seumur hidup lantaran terbukti melakukan pembunuhan berencana terhadap ajudannya Brigadir Novriansyah Joshua Hutabarat pada 8 Juli 2022 lalu di rumah Dinas Ferdi Sambo Komplek Polri Jalan Duren III No.46 Pancoran Jakarta Selatan.

Atas tuntutan JPU tersebut, Andro Manurung SH, sempat tidak lagi percaya kepada penegak hukum dengan mencurigai adanya permainan dalam perkara pembunuhan di rumah Dinas institusi Polri tersebut. “Hukum tumpul keatas runcing ke bawah” ucapnya, sebab JPU membuktikan pasal pembunuhan berencana akan tetapi hanya menuntut terdakwa dengan hukuman seumur hidup, bahkan terdakwa bersama sama Putri Candrawathi, Ricky Rizal dan Kuat Ma’ruf hanya dituntut 8 tahun penjara, pada hal seluruh unsur perbuatan berencana telah dibuktikan JPU.

Oleh karena itu Andro Manurung menyampaikan, pihaknya merasa bangga terhadap majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili perkara pembunuhan Brigadir Joshua dengan tidak ragu ragu memberikan hukuman mati kepada Ferdy Sambo. Majelis Hakim dengan sepenuhnya memberikan rasa keadilan kepada masyarakat Indonesia, khususnya terhadap orang tua korban Joshua serta orang tua yang mempunyai anak dengan pangkat rendah.

“Majelis hakim telah membuktikan bahwa keadilan hukum terhadap masyarakat kecil masih ada sebab perbuatan terdakwa melakukan pembunuhan ajudannya sendiri telah merusak institusi Polri baik dalam dan luar negeri. Sehingga putusan majelis hakim sudah tepat dan perlu diberikan dukungan dan apresiasi. sangat mendukung majelis hakim hakim yang memvonis terdakwa dengan hukuman mati,” ucap Andro Manurung SH, setelah mendengar pembacaan putusan majelis hakim pimpinan Wahyu Imam Santoso SH MH, didampingi dua hakim anggota di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 13/2/2023.

Kasus pembunuhan yang melibatkan terdakwa Ferdy Sambo, Istrinya Putri Candrawathi, Bharada Polri Richard Eliezer Pudihang Lumiu, dan Bripka Polri Ricky Rizal Wibowo serta Kuat Ma’ruf (Spil). Ke empat terdakwa disidangkan terpisah dengan terdakwa Ferdy Sambo. Ke lima terdakwa tersebut diduga telah melakukan pembunuhan berencana terhadap Almarhum Brigadir Joshua, di rumah Dinas Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo di jalan Duren III No.46, Pancoran Jakarta Selatan, pada 8 Juli 2022 lalu.

Dalam dakwaan JPU, bahwa Ferdy Sambo dengan bersama sama melakukan, menyuruh melakukan dan turut serta melakukan perbuatan dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu untuk merampas nyawa orang lain. Dalam putusan majelis hakim disebutkan, perbuatan terdakwa dilakukan berawal dari keributan antara korban Joshua dengan Kuat Ma’ruf di Rumah Ferdi Sambo di Magelang pada 7 Juli 2022. Adanya dugaan pelecehan seksual dilakukan korban Joshua terhadap Istri Ferdi Sambo.

Lalu Putri Candrawathi memberitahukan kepada Ferdy Sambo melalui telepon dimana Ferdy Sambo yang sudah duluan balik ke Jakarta dari Magelang, ingin kembali ke Magelang untuk menjemput Putri, namun dilarang Putri istrinya itu. Lalu rombongan Putri Candrawathi balik ke Jakarta menggunakan dua mobil lexus dan mobil lainnya dan keesokan harinya sampai di Jakarta sudah waktu sore. Setibanya di Jakarta terdakwa Ferdi Sambo yang telah merencanakan pembunuhan tersebut dan Putri Candrawathi langsung mengarah ke rumah Saguling yang tidak jauh dengan rumah Duren III, dengan alasan tes Covid karena usai dari luar daerah. Namun disana bukan melakukan tes covid tapi merencanakan pembunuhan terhadap Joshua.

Sejak di Magelang, senjata korban telah diamankan Ricky Rizal atas perintah Putri Candrawathi. Putri Candrawathi, Ricky Rizal, Richard Eliezer dan Kuat Maruf balik ke Jakarta dari Magelang. Namun korban Joshua tidak lagi satu mobil dengan Putri C, dan senjata korban telah disimpan Ricky Rizal di mobil yang membawa PC. Dengan menyusun rencana pembunuhan di rumah Saguling terdakwa Ferdy Sambo memanggil Ricky Rizal untuk membunuh Joshua, namun Ricky menolak dengan alasan tidak kuat mental melakukan pembunuhan Joshua. Karena Ricky menolak lalu memanggil Richard Eliezer. Ferdy Sambo yang telah menyediakan peluru 1 kotak 9 mm lalu memberikan kepada Richard Eliezer untuk mengisi senjatanya lalu memerintahkannya menembak Brigadir Joshua nanti kalau memberikan perlawanan. Ferdy Sambo menentukan tempat untuk membunuh Joshua di Duren III No.46 Komplek Polri.

Setelah berpindah tempat dari Saguling ke Duren III, lalu Ferdy Sambo memanggil Ricky Rizal supaya membawa Joshua masuk rumah Duren III. Dalam rumah ada Putri istri Sambo, Richard Eliezer, Kuat Ma’ruf memegang pisau, untuk mem backup jika korban melakukan perlawanan. Atas perintah Ferdi Sambo yang saat itu masih atasan Richard lalu menembak Brigadir Joshua di bagian badan dan di bagian lain dengan tembakan tiga sampai empat kali lalu korban jatuh tengkurap dekat tangga. Untuk memastikan kematian Joshua lalu Ferdy Sambo dengan menggunakan sarung tangan hitam menembak Joshua di bagian kepala menggunakan senjatanya namun hal itu menurut keterangan Richard E tidak melihat mengenai bagian badan korban, sehingga membuat kepala korban bolong dari belakang hingga hidung depan dan meninggal dunia. Setelah pembunuhan tersebut terdakwa merekayasa bahwa adanya tembak menembak antara Richard dengan korban yang dipicu adanya dugaan pelecehan seksual terhadap Putri Candrawati. Namun laporan pelecehan seksual terhadap istri Sambo hanyalah rekayasa tanpa bukti, kata majelis hakim dalam pertimbangannya di PN Jakarta Selatan.

Sebelum korban di eksekusi, para ajudan Ferdi Sambo telah lebih dulu menyimpan senjata Brigadir Joshua untuk mengantisipasi adanya perlawanan. Ricky, Kuat Maruf dan Putri Candrawathi, yang mengawasi penembakan berada di sekitar dalam rumah, sementara rencana pembunuhan terhadap ajudan Kadiv Propam tersebut juga diketahui istrinya Putri Candrawathi, Kuat Ma’ruf dengan membawa pisau namun tidak melarangnya, kata majelis pimpinan Wahyu Imam Santoso.

Bahkan menurut majelis hakim, setelah selesai membunuh Putri Candrawati dan para terdakwa Kembali ke rumah Saguling. Menurut keterangan para saksi dalam persidangan disana Putri C dan Ferdy Sambo menyampaikan terimakasih kepada Richard, Ricky Rizal dan Kuat Ma’ruf. Disamping itu, Ferdi Sambo dan Istrinya Putri Candrawati menyediakan uang sekitar Rp 500 juta rupiah hingga 1 miliar, untuk diberikan kepada para pelaku. Namun uang tersebut tidak jadi diberikan kepada Richard Eliezer, Ricky dan Kuat Maaruf saat itu namun tunggu setelah kasusnya aman pada bulan Agustus. Terdakwa memerintahkan jajarannya mulai dari Karopaminal hingga anggota penyidik untuk mengamankan tempat kejadian perkara, lalu memerintahkan untuk merusak, mengganti recorder CCTV yang ada di komplek Polri Duren III, yang mengarah ke rumah tempat kejadian perkara.

Dalam pertimbangan majelis hakim, bahwa skenario tersebut terdakwa menyampaikan kepada Richard  “terdakwa menyusun skenario pembunuhan, kamu yang menembak saya yang membackup, kalau saya yang menembak tidak ada yang membackup kita semua” ujarnya.

Majelis hakim juga sangat meragukan keterangan terdakwa yang menyampaikan dalam persidangan tidak menyuruh Eliezer untuk melakukan penembakan terhadap Joshua. Majelis juga membantah adanya pelecehan seksual yang dilakukan korban Joshua terhadap Putri Candrawati.  Serta membantah adanya tembak menembak antara Richard Eliezer dengan Joshua Hutabarat. Tidak ada kejadian tembak menembak di jalan Duren III, kata majelis.

Majelis menyebutkan, bahwa dari diri terdakwa Ferdy Sambo tidak ada unsur meringankan.  Terdakwa mantan Propam Polri tersebut kata majelis, telah merusak nama baik institusi Polri baik di dalam dan luar negeri, dengan membunuh ajudannya yang telah mengabdi sekitar 3 tahun. Terdakwa berbelit belit dalam persidangan.

Oleh karena nya, “terdakwa dinyatakan telah terbukti bersalah melawan hukum sebagaimana dakwaan primair JPU dengan Pasal pembunuhan berencana dan pasal turut serta atau bersama sama, dengan pidana hukuman mati,” kata majelis hakim, 13/2/2023. Usai pembacaan putusan para pihak diberikan hak untuk melakukan upaya hukum.

Penulis : P. Sianturi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *