JPU Dinilai Lalai, Perkara Memasuki Pekarangan Orang Diakuinya Sudah Pernah Disidangkan Ada Unsur Nebis In Idem

Hukum316 views

Jakarta Kabarone.com,-Jaksa Penuntut Umum Dyofa Yudistira, dinilai lalai menyusun dakwaan perkara memasuki pekarangan orang lain tanpa ijin, sebagaimana dalam dakwaan pasal 167 KUHP melibatkan terdakwa Herman Yusuf. Pasal yang sama sudah pernah dituntut JPU Kejaksaan Negeri Jakarta Utara, disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, bahkan perkaranya sudah berkekuatan hukum tetap dari Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI), tapi masih disidangkan JPU.

JPU mengajukan kembali Herman Yusuf sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, dalam perkara sama atas laporan pelapor yang sama yakni Suseno Halim, sehingga merupakan perkara yang berulang kali disidangkan, dan dinilai sangat bertentangan dengan undang undang dan Surat Edaran Mahkamah Agung.

Anehnya, Jaksa dalam tanggapannya atas eksepsi penasehat hukum terdakwa Herman Yusuf, dengan jelas sudah mengakui dan menuangkan dalam nota tanggapannya, bahwa perkara dalam pasal yang sama didakwakan terhadap Herman Yusuf tersebut sudah pernah diperiksa dan diputus Pengadilan.
JPU menyebutkan, dalam perkara sebelumnya ada dua pasal yang didakwakan yaitu pasal 167 KUHP dan pasal perbuatan tidak menyenangkan alternatif. Sementara dalam dakwaan sidang saat ini hanya satu pasal yakni pasal 167 KUHP, sehingga dalam perkara tersebut tidak ada unsur Nebis In Idem kata JPU. Dalam tanggapannya JPU juga mengakui bahwa perkara yang disidangkan tersebut ada perkara Perdatanya yang sudah diputus Pengadilan terkait transaksi pembelian rumah antara Herman Yusuf dengan Suseno Halim, kata JPU di hadapan Majelis Hakim pimpinan Agung Purbantoro.

Menyikapi tanggapan JPU, Penasehat Hukum terdakwa Advokat Aidi Johan dan rekan menyampaikan, JPU tidak jujur dalam menuangkan tanggapannya. JPU menyembunyikan fakta dan kenyataan dalam putusan perkara tersebut, bahwa yang dibuktikan majelis hakim dalam putusan sidang pertama tahun 2013 lalu adalah pasal 167 KUHP. Dalam amar putusan majelis Hakim sebagaimana bukti putusan Mahkamah Agung, dibuktikan unsur unsur perbuatan pasal 167 KUHP, dengan putusan bebas, artinya Herman Yusuf divonis bebas dan sudah berkekuatan hukum tetap. Sesuai dakwaan Jaksa Dyofa yang saat ini disidangkan sama dengan pasal yang sudah divonis, sehingga dalam perkara tersebut ada unsur Nebis In Idem, ucap Aidi Johan.
 
Dimana perkara yang sudah pernah diperiksa dan mempunyai kekuatan hukum tetap tidak boleh disidangkan atau dituntut dengan kedua kalinya sebab perkaranya hanya itu itu saja dan hanya menghabiskan enerji persidangan.
Ketidakjujuran JPU tidak menuangkan putusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap dari Mahkamah Agung, tentang perkara yang sudah pernah disidangkan tersebut. Harusnya JPU dengan jujur menuangkan apa yang sudah diperiksa majelis hakim dan diputus dalam putusan terakhir, sehingga unsur Nebis In Idem perkara tersebut jelas terlihat.
  
Menurut Penasehat Hukum, dalam dakwaan yang kedua register perkara nomor 05/Pid.B/2022.PN.Jkt Utr, pasal 167 KUHP, melibatkan terdakwa Herman Yusuf, perkara tersebut sudah pernah diperiksa di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Semua unsur unsur berkas perkara yang pertama nomor register 1099/Pid.B/2013/PN.Jkt.Utr, sudah dituangkan dalam putusan, sehingga antara perkara yang pertama dan yang kedua unsur unsurnya sama. Sehingga JPU dinilai tidak jujur menyusun dakwaannya, ada sesuatu yang disembunyikan Jaksa dalam perkara tersebut. JPU tidak menyebutkan dalam dakwaannya bahwa perkara Herman Yusuf merupakan perkara dalam objek dan subjek yang sama, terdakwa yang sama, waktu kejadian yang sama, pelapor yang sama, sehingga JPU Dyofa dinilai lalai dan dakwaannya cacat hukum dan tidak perlu dilanjutkan persidangan berikutnya, ujarnya.

Menurut Aidi Johan dan Rekan, bahwa perkara kepemilikan tanah dan bangunan rumah tinggal satu unit berlokasi di Perumahan Sunter Jalan Bisma 14 Blok C 13 No.5 RT 011 RW 009, Kelurahan Papanggo, Kecamatan Tanjung Priok Jakarta Utara, sudah pernah disidangkan pada tahun 2013 lalu dengan nomor register perkara, 1099/Pid.B/2013.PN Jkt.Utr, pasal 167 KUHP, bahkan sudah berkekuatan hukum tetap (Inkrach). Dalam putusan Mahkamah Agung (MA) Herman Yusuf dinyatakan bebas (Ontslaag Van vervolging), atas laporan dari Suseno Halim.
Menurut Undang Undang, bahwa perkara yang sudah berkekuatan hukum tetap tidak boleh disidangkan dua kali, merupakan perkara yang Nebis In Idem atau “Seorang tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan yang mendapat putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (terhadap perkara yang sama tidak dapat diadili untuk kedua kalinya) sebagaimana tertuang dalam Pasal 76 ayat 1 KUHAP.

Sebagaimana diatur dalam undang undang bahwa terkait Locus delicti dan Tempus delicti suatu perkara yang sama tidak boleh dikenakan atau dituntut kembali terhadap seorang terdakwa yang perkaranya sudah berkekuatan hukum tetap. Menurut hukum dalam perkara yang menimpa Herman Yusuf saat ini merupakan perkara Nebis In Idem, artinya, pelapor dan terlapor, objek perkara, pasal dakwaan JPU sama dan juga tempat Pengadilannya yang sama. 
Sehingga majelis hakim yang mengadili perkara ini kiranya mempertimbangkan perkara yang Nebis In Idem, perkara yang tidak boleh menuntut seorang terdakwa dengan dua kali. oleh karena itu menurut hukum patutlah majelis hakim patut untuk membebaskan terdakwa dari segala jeratan hukum yang dituangkan dalam dakwaan JPU.
 
Majelis hakim mempunyai dasar hukum untuk menolak dakwaan JPU, sesuai fakta hukum dan salinan putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap. Untuk itu berkaitan dengan unsur Nebis In Idem, Majelis hakim pimpinan Agung Purbantoro didampingi hakim anggota H.Simarmata dan Bukoro yang mengadili dan memeriksa perkara Herman Yusuf diharapkan melaksanakan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No.3 tahun 2002, tentang penanganan perkara yang berkaitan dengan azas Nebis In Idem. Dalam SEMA tersebut disebutkan,

“Walaupun ada perbedaan locus dan tempus delic, namun terdapat pengulangan perkara dengan objek dan subjek yang sama dan telah diputus serta mempunyai kekuatan hukum tetap,’ kata Aidi Johan.

Penulis : P.Sianturi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *