Gelar Rakernas di Bali, Kejagung RI Bahas Strategi Terkait Pemberantasan Korupsi

Hukum453 views

Kabarone.com, Denpasar – Kejaksaan Agung RI 2018, menggelar Rapat Kerja Nasional di Grand Inna Beach Hotel, Sanur,Bali, Selasa (27/11/2018).

Rapat tersebut ,Jaksa Agung HM Prasetyo menyampaikan
keberanian melakukan tindakan untuk menyelesaikan persoalan yang dianggap penting, khusus, dan mendesak, sedianya tidak sekadar out of the box.

“Jaksa juga perlu membuat terobosan, langkah dan kebijakan yang belum pernah dilakukan sebelumnya, bahkan boleh jadi di luar kebiasaan. Namun menjadi mutlak dibutuhkan sebagai pijakan sepanjang apa yang dilakukan tidak menyalahi, serta semata-mata ditujukan hanya untuk menciptakan sesuatu yang memang berdayaguna dan mendatangkan kemanfaatan besar bagi masyarakat,” ujar Prasetyo.

“Rakernas membahas hal-hal strategis terkait
Pemberantasan korupsi, Jaksa Agung memerintahkan jajarannya untuk mengejar para buronan kasus pidana korupsi di Indonesia yang kabur ke luar negeri.”

“Saya sudah minta jajaran jaksa pidana khusus untuk menuntaskan para buronan kasus pidana korupsi ini. Saya berpesan kepada buronan ini bahwa tidak ada tempat yang aman untuk bersembunyi karena kejaksaan akan kejar terus,” ujarnya.

Ia menegaskan, para tersangka dan terdakwa yang belum ditemukan karena melarikan diri itu akan menjadi konsentrasi para jaksa untuk mencari jalan keluar penyelesaian masalah tersebut.

“Kami juga mengajukan permintaan persidangan secara in-absentia kepada pengadilan untuk berkas perkara yang dinilai sudah cukup bukti dan lengkap. Unsur-unsur yang terpenuhi, kita akan limpahkan ke pengadilan dengan permohonan untuk disidangkan secara in-absentia,” katanya.

Pengertian in-absentia adalah persidangan bisa jalan terus tanpa kehadiran terdakwa langsung, sehingga pihaknya juga telah membuat trik dan strategi tersendiri bagaimana cara membuktikan kasus ini.

“Sudah pernah terjadi, kita menangani sidang in-absentia ini untuk perkara Bambang Sutrisno dalam kasus Golden Trully yang disidangkan in-absentia, dimana hakim bisa menerima dan memutuskan tersangka bersalah,” katanya.

Oleh karenanya, ia mengharapkan bisa segera dituntaskan karena hingga saat ini yang bersangkutan masih melarikan diri dan Kejaksaan memerlukan bantuan dari Polri dan Interpol dalam kasus ini.

“Ini yang menjadi pertimbangan kami untuk persidangan in-absentia,” katanya.

Terkait perkara Konsentrat TPPI, Bonggo Wendratmo yang ditangani penyidik Polri yang diketahui ada tiga tersangka, ia menyatakan perkara sudah dinyatakan P21, sehingga Kejaksaan tinggal menunggu penyerahan tersangka dan barang bukti dari kepolisian.

“Saat ini hanya dua orang dan kita ingin ketiga tersangka itu diserahkan sekaligus oleh kepolisian agar tidak ada kesan disparitas perlakuan dari ketiganya. Karena yang melarikan diri itu diindikasikan paling menikmati hasil kejahatan korupsi kasus itu,” katanya.

Ia menegaskan bahwa tidak ada niatan Kejaksaan untuk menghambat kasus itu, karena adanya salah satu tahanan yang melarikan diri keluar negeri inilah, maka kejaksaan akan mempertimbangkan yang bersangkutan disidangkan secara in-absentia dengan tuntutan maksimal.

“Kami juga memiliki alat sadap yang tidak jauh hebat dari KPK, namun ada perbedaan
dalam penggunaannya. Kalau KPK bisa menggunakan alat sadap kapan pun bisa, namun kejaksaan dibatasi masalah perizinan sehingga alat sadap kita ini bisa dilakukan setelah dilakukan tahap penyidikan,” katanya.

Jaksa juga perlu membuat terobosan, langkah dan kebijakan yang belum pernah dilakukan sebelumnya, bahkan boleh jadi di luar kebiasaan. Namun menjadi mutlak dibutuhkan sebagai pijakan sepanjang apa yang dilakukan tidak menyalahi, serta semata-mata ditujukan hanya untuk menciptakan sesuatu yang memang berdayaguna dan mendatangkan kemanfaatan besar bagi masyarakat,” ujar Prasetyo.

Seiring perkembangan dan kemajuan teknologi yang berlangsung begitu pesat dan cepat, sambung dia, dipastikan seseorang hanya memiliki sebuah kunci peluang untuk bisa bertahan, yaitu kemampuan mengantisipasi dengan meningkatkan kualitas profesionalitasnya.

Apalagi, pada revolusi industri generasi keempat (4.0), diketahui perkembangannya telah menciptakan era disrupsi sebagai tatanan baru yang membawa pengaruh dan perubahan begitu cepat, tidak terduga, dan tidak linier, yang tidak jarang bahkan ke luar dari tatanan, pola, dan tata cara yang sudah ada.

Fenomena tersebut diantaranya ditandai dengan realitas internet of things (IoT), di mana terdapat konektivitas antara manusia, mesin, dan data yang terbukti dengan mudah dapat menembus batasan teritorial, serta menyentuh seluruh aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Di bidang hukum, sambung dia, seringkali muncul pelbagai tantangan yang semakin kompleks dan rumit, semisal gampangnya seseorang melakukan tindakan negatif dan perilaku kriminal, serta kejahatan yang sengaja membuat berita bohong (hoaks) dan kemudian disebarkan melalui media sosial dengan tujuan memicu terjadinya kesalahpahaman, keributan, bahkan konflik di tengah masyarakat.

Kondisi tersebut tidak hanya berpotensi dapat menganggu kemanan dan ketertiban, tetapi juga dapat menimbulkan snowball effect yang berimplikasi merugikan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kasus seperti itu telah menggerus semangat nasionalisme, kebhinekaan, persatuan dan kesatuan, serta keutuhan NKRI yang diperjuangkan dan dibangun sudah sejak lama.

“Persoalan lain yang juga perlu mendapat atensi bersama ialah memanfaatkan kemajuan teknologi sebagai sarana mempermudah orang melakukan kejahatan, yang selanjutnya tidak hanya mencakup kejahatan siber saja, melainkan telah menjadi bagian dari mata rantai yang tidak terpisahkan dan turut berkontribusi berkembangnya kejahatan sangat serius seperti tindak pidana korupsi, peredaran narkotika, terorisme, pencucian uang, maupun berbagai dimensi dan jenis kejahatan lainnya,” ujarnya.

Prasetyo mengingatkan jajarannya bahwa fenomena tersebut telah memunculkan beragam corak dan varian tindak pidana yang kemudian bertransformasi dengan berbagai modus baru yang semakin rumit dan pelik.

Contohnya, tindak pidana korupsi yang awalnya dikenal sebagai kejahatan kerah putih kini bertransformasi menjadi kejahatan korporasi dan kejahatan politik.

“Bahkan, tindak pidana korupsi yang terjadi di berbagai tempat telah menggunakan cryptocurrency, seperti bitcoin yang transaksinya sangat sulit terdeteksi sehingga mempermudah berlangsungnya praktik korupsi. Itu karena para pelakunya dapat merencanakan aksinya di suatu tempat dan negara untuk melakukan pencucian uang dengan cara memindahkan, menyembunyikan atau menjual aset yang dikuasainya melintasi batas-batas teritorial beberapa negara,” ujarnya.

Dagang Narkoba Lewat Internet

Selain itu, modus operandi peredaran gelap narkotika di Indonesia yang semula dilakukan secara konvensional melalui pelabuhan di sepanjang pesisir Selat Malaka dan berbagai pelabuhan tikus, kini telah beralih menggunakan jejaring sosial maupun jaringan internet tersembunyi yang dilakukan secara anonim dan hanya bisa diakses melalui metode khusus. Kondisi itu mempersulit aparat penegak hukum untuk membongkar sindikat peredaran gelap barang laknat tersebut.

Berkaca dari kondisi tersebut, tegas Jaksa Agung, diharapkan seluruh jajaran kejaksaan bersedia mengukuhkan semangat baru, bekerja keras meningkatkan dedikasi dan prestasi, serta menjauhkan diri dari sikap perilaku, perbuatan, dan tindakan yang dapat berdampak buruk, mencederai eksistensi, dan persepsi yang dengan penuh kesungguhan sedang dibangun bersama.

“Saya yakin dan percaya bahwa hanya dengan memiliki komitmen dan konsistensi sikap seperti ini pada saatnya kelak kejaksaan akan menjadi institusi penegak hukum yang tidak hanya dikenal, dibutuhkan, dan diinginkan, tetapi juga dipuji, dicintai dan dibela keberadaannya,” ujarnya.(*sena).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *